Cantik (?) 🐷

180 50 1
                                    

"Lo---"

"Gue gak nerima penolakan. Lo nolak, rumah lo, gue bom."

Adel membuang napasnya kasar. Mau apa lagi, tetangga sekaligus mantannya itu? Tak bisakah, dia membiarkan hidupnya tenang, sehari saja?

"Gampang. Kalau lo lempar bom ke rumah gue, gue lempar balik bomnya ke rumah lo."

Tut

Gadis itu mematikan panggilan secara sepihak. Tanpa mau susah payah, mendengarkan apa yang akan kembali dikatakan oleh manusia di seberang sana.

Dan kembali melanjutkan aktivitasnya. Membuka pintu rumahnya. Namun, sebelum ia melangkah masuk, ia sempat mendengar sebuah teriakan dari arah belakangnya.

"Aaaaa! Mama, ada maling!"

"Mama, malingnya serem, jelek!"

Dalam hati, Adel tertawa kecil. Menertawakan Azam yang meskipun memakai sarung sebagai penutup wajah, tetap saja adiknya mengatainya jelek. Mungkin memang benar, adik dan kakak adalah sepasang musuh abadi.

Sama seperti halnya, dirinya dan juga Elvan. Sewaktu kecil dulu, ia dan juga Abangnya itu tak pernah akur. Apalagi, Elvan yang selalu berulah jahil terhadapnya.

Bahkan dulu, ia pernah diikat di tiang rumah, ketika kedua orangtuanya sedang tak ada. Namun meskipun begitu, Elvan tetaplah kakaknya. Tempat ia mengadu tentang semua hal. Bercanda dan juga tertawa.

Sedari kecil, ia memang sudah terbiasa dengan Elvan. Sedangkan kedua orangtuanya, mereka sibuk.

"Assalamu'alaikum."

Ucapan salam dari arah pintu, yang memang sengaja masih ia buka, membuat niat Adel untuk pergi ke dapur sedikit teralihkan.

"Lho, Adel kira Bibi hari ini gak masuk. Soalnya, pintu dikunci terus tadi juga sepi banget."

Perempuan setengah baya itu menaikan sudut bibirnya. Tersenyum hangat ke arah gadis yang menatapnya heran itu.

Sebut saja dia, Bi Jum. Entah Jum itu, nama panggilan untuk Jumiati, Juminten, Jumarni, atau apalah. Adel tak tahu pasti, siapa nama asli Bi Jum. Yang pasti bukan Jumarto.

Dia adalah orang yang berjasa dalam melakukan pekerjaan rumah di rumahnya. Bi Jum memang tak tinggal di sana. Dia hanya akan datang di pagi hari, dan pulang sore hari, atau ketika pekerjaannya sudah selesai.

Rumahnya juga tak terlalu jauh dari sana.

"Iya Neng, soalnya Bibi keluar lewat pintu belakang, buat beli deterjen di warung Kang Olih."

"Neng mau makan apa? Biar Bibi siapin sekarang."

Adel menggeleng pelan. Ia merasa kasihan dengan wanita tua itu. Wajahnya kelihatan lelah, apalagi kemarin dia tak datang dengan alasan anaknya sakit dan tidak bisa ditinggal. Dan pastinya, pekerjaannya hari ini agak berat.

"Gak apa-apa, Bi. Adel makan entaran aja, sekalian sama Elvan. Adel mau ke kamar aja dulu," ucapnya dengan sopan.

Langkah, demi langkah ia ambil untuk menaiki setiap anak tangga untuk menuju lantai dua. Tempat kamarnya berada.

Namun, baru berada di pertengahan, suara Bi Jum kembali menginterupsi langkahnya.

"Oh iya Neng, tadi Ibu nelpon. Katanya, Beliau akan pulang sebentar malam ini."

Segaris senyuman manis terbit pada wajah gadis itu. Sungguh, ia sangat senang mendengar kabar seperti itu.

"Sama Papa ya, Bi?"

"Enggak, Neng. Kata Ibu, dia datangnya sendiri. Bapak lagi banyak kerjaan. Ibu juga besoknya pergi lagi, mau ke Kalimantan katanya."

Seketika senyuman di wajah Adel memudar. Berubah senyuman sendu dengan sorot mata kecewa. Tak bisakah, kedua orangtuanya tinggal lebih lama lagi dengannya? Mengapa harus selalu pekerjaan yang mereka kejar?

Mantan masa Gitu?Where stories live. Discover now