🏃RUN WIFE - 27

1.4K 175 11
                                    

Pagi hari setelah malam bersejarah mereka. Habin masih bisa berjalan meski terseok, menuju dapur untuk membuat sarapan. Satu hal ini yang akan menjadi kebiasannya ketika bangun pagi. Mengingat dirinya telah menjadi seorang istri.

Sampai saat ini, Habin masih sangat tak menyangka jika dirinya akhirnya takluk pada manusia menyebalkan seperti Park Jimin. Menyebalkan tapi membekas di hati.

Habin yang sibuk membolak-balikkan roti panggang, tiba-tiba tersentak ketika sepasang tangan melingkari perutnya. Diikuti dagu yang bersandar di bahunya.

"Kenapa kau meninggalkanku sendirian?" Tanya Jimin dengan suara seraknya.

"Memangnya kau bayi yang setiap saat harus ditemani?" Timpal Habin.

Jimin tak melepaskan pelukannya. Setiap kali istrinya bergerak, maka ia akan mengikuti. Manja sekali.

"Sarapanmu sudah siap. Lepaskan aku. Aku mau mandi." Habin berusaha melerai kedua tangan Jimin dari tubuhnya, tapi sulit karena pria itu tidak memberi akses.

"Nanti saja. Temani aku sarapan. Setelah itu kita mandi bersama."

Habin merinding mendengar ucapan Jimin. Menelan ludah susah payah, apa itu artinya mereka akan melakukannya lagi?

"Hey, kenapa kau jadi pucat begitu? Apa jangan-jangan kau memikirkan yang tidak-tidak, ya?" Jimin menggoda, membuat Habin dengan cepat menyangkal.

"Memikirkan apa? Yang ada otakmu tuh yang super mesum. Sudah ah, aku mau mandi." Habin berlalu dari hadapan Jimin, tak mempedulikan suaminya yang berteriak menyuruhnya kembali.

...

Jimin masih dalam masa cuti pernikahan. Memanfaatkan waktu luangnya dengan bermalas-malasan. Inginnya sih kencan dengan istrinya ke tempat romantis. Tapi, Habin bilang dirinya masih kesakitan bekas semalam, tidak ingin berjalan-jalan.

Alhasil, Jimin menonton televisi saja. Dengan posisi kepala di bawah, dan kakinya naik ke atas sofa.

Habin yang melihatnya, menggeleng-geleng kepala.

"Ibumu menyuruhku datang ke rumah. Kau mau ikut?" Tanya Habin menghampiri suaminya itu.

"Aku ikut." Jawabnya sembari membenarkan posisinya menjadi duduk.

"Kalau begitu, sana cepat bersiap. Aku tunggu di sini."

Jimin menuruti perintah sang istri untuk segera berkemas diri. Kurang lebih lima belas menit, pria itu sudah rapih dengan setelan kaos polos lengan panjang dan celana bahan hitam.

"Ayo berangkat!" Ucap Jimin langsung berjalan ke luar rumah diikuti Habin.

...

Sesampainya di rumah orang tuanya, Jimin dan Habin segera memasuki kediaman megah itu. Namun, langkah mereka berdua harus terhenti sejenak saat melihat seseorang yang tak disangka-sangka berada di sana, bergabung dengan ayah dan ibunya.

"Park Jimin," panggil Bona riang. Berdiri dari duduknya, menghampiri Jimin dan memeluknya di hadapan Habin.

Habin tak dapat bereaksi apa-apa. Terdiam kaku melihat mereka berdua berpelukkan. Apa maksud Bona melakukan itu untuk membuatnya cemburu atau menyakiti hatinya?

Tapi, tak lama karena Jimin segera mendorong wanita genit itu menjauh.

"Jaga sikapmu. Aku tahu kau tidak bodoh untuk tahu bahwa aku telah beristri." Jimin melirik Habin di sampingnya.

Shin Bona menatap Habin sinis. Memangku kedua tangannya di atas dada. "Aku hanya ingin memberimu selamat." Ujarnya.

"Tidak dengan pelukkan. Kau bisa menyalamiku." Jawab Jimin dingin.

Run Wife [END]Where stories live. Discover now