BAGIAN 33

472 44 21
                                    

~|•|~

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

~|•|~

Hari-hari indah di loteng milik Mesa telah berakhir, sekarang waktunya mereka memulai hal yang sebelumnya terjeda.

Terjeda karena Zahin dan Robin lebih memilih untuk kabur, untuk lari, untuk bersembunyi. Namun tetap saja pada akhirnya mereka akan kembali ke titik awal sebelum pergi, entah akan lebih baik atau lebih buruk.

Sepasang kekasih itu berada di depan pintu masuk kediaman Bratabara. Mereka berdua juga sama-sama terdiam, ada rasa takut yang menghantui. Apalagi Robin, ia tak berani membuka pintu rumahnya sendiri.

Robin cukup lama memegang kenop pintu, lalu menghela nafas berat dan membalikkan tubuhnya. Para bodyguard langsung merapatkan barisan di depan gerbang.

Zahin memegang dadanya, mencoba menstabilkan detak jantunganya. Dengan modal nyali, Zahin menggenggam tangan Robin lalu membuka pintu dan langsung terpampang jelas sosok wanita dengan kedua tangan yang dilipat di dadanya.

Zahin meneguk salivanya, rasa gugup memghampiri. Tautan tangannya dengan Robin terlepas dengan sendirinya.

Zahin menatap manik matanya ragu, ibu dari Robin terlihat sangat menakutkan hingga membuat Zahin menurunkan iris matanya.

"Bisa bicara berdua dengan anak saya?"

Tanpa menjawab apapun Zahin langsung menganggukkan kepalanya beberapa kali, lalu bersiap membalikkan tubuhnya.

"Aku sama Zahin pacaran." Robin berkata dengan tagas walaupun kepalanya tertunduk, mata terpejam dan tangan mengepal.

Perkataan Robin membuat Zahin diam di tempat, bahkan tubuhnya belum sempat berbalik. Matanya menatap ke samping. Dalam sekejap, Robin berganti menggenggam tangannya.

Dia menegakkan kepalanya, menatap manik mata Hazel. "Aku sama Zahin pacaran Ma," ulangnya.

Robin mengambil nafas panjang, ia butuh banyak keberanian untuk melanjutkan kalimatnya. "Aku tau Mama nggak akan setuju, aku juga paham alasan Mama nggak setuju."

Zahin mengedipkan matanya berkali-kali. Tak percaya dengan apa yang ia dengar.

Begitu pula dengan Hazel yang terkejut dengan perkataan putra semata wayangnya. Sampai tangan yang tadinya menggelung di dada menjadi terlepas.

"Aku nggak akan maksa Mama untuk setuju sama hubungan ini... " Robin memejamkan matanya sejenak. "Tapi maaf, saat ini aku mau buat kaputusan sendiri. Kalau pun keputusanku ternyata salah, akan aku tanggung. Aku nggak mau nuruti perkataan Mama... " ucapnya berat, bahkan sampai bergetar. Baru pertama kali ia tidak mematuhi perintah Hazel.

Robin menghela nafasnya, menguatkan dirinya sendiri jika ia bisa mengatakan apa yang ingin dikatakan, entah itu kelewatan ataupun tidak. Nyatanya manusia nggak selalu berwarna putih. "Mama setuju, bagus. Mama nggak setuju, terserah. Aku tetap akan lanjutin hubungan ini."

Zahin to RobinWhere stories live. Discover now