sembilan

2.5K 201 7
                                    

Hari ini suasana begitu cerah. Angin yang berhembus pelan membuat daun-daun bergerak searah angin itu berhembus. Keadaan sekitarnya pun terlihat tenang tanpa ada gangguan.

Tenang dan damai seperti simfoni kehidupan yang diinginkan.

Seorang pria paruh baya dengan setelan formalnya memasuki sebuah pemakaman yang sepi. Ditangannya terdapat bunga mawar putih yang ia beli pada penjual bunga di depan pemakaman.

Langkah kaki pria itu membawanya pada salah satu makam yang terlihat bersih dan asri karena letak pemakaman itu tepat di bawah pohon yang menjulang tinggi.

Ia melekatkan bunga mawar putih itu pada nisan yang bertuliskan nama seseorang. Lalu dirinya berjongkok hanya untuk sekedar mengelus nisan tersebut. Lalu tangannya terangkat untuk meramalkan doa untuk sang almarhum.

Setelah itu, ia mengelus lama nama batu nisan didepannya. Tersenyum dan menatap sedih kearah benda mati itu. Ia menghela nafas. Rasanya ada rasa sesak yang tidak dapat di definisikan.

"Terimakasih sudah berjuang," tuturnya dengan senyum yang terus terpatri dibibir-nya. Selalu. Setiap saat jika ia berkunjung hanya kata itu yang terucap dibibir-nya. Tak ada kata lain. Hanya sekedar terimakasih membuat ia merasa begitu dekat dengannya.

Seusai mengatakannya, ia berdiri, membenarkan jasnya yang sedikit kusut terlebih dahulu sebelum beranjak pergi meninggalkan makam tersebut.

Tidak ada kata selamat tinggal ataupun pamit. Baginya kata itu sakral untuk ia ucapkan.

Karena ia selalu merasa kata selamat tinggal hanya untuk mereka yang benar-benar merasa dirinya telah pergi. Dan baginya, ia belum benar-benar pergi dari kehidupannya.

Dia masih ada. Di sanubari yang akan membawa ia untuk bertemu kembali.

🎸🎤🥁🎸

Jam istirahat digunakan anak Hot Chetoos bermain basket di lapangan terbuka. Ke tiga laki-laki tampan itu tengah berusaha merebut bola dari tangan Kayana Jayendra. Laki-laki dengan rambut hitam lurus yang menutupi sedikit jidatnya.

Laki-laki itu dengan lihai menghindar saat temannya ingin merebut bola dari tangannya. Kayana itu gesit, lincah, dan cerdik. Apalagi dengan badannya yang kecil diantara mereka. Membuatnya dengan mudah untuk menghindar.

Tinggi laki-laki itu hanya 176 cm saja. Jika dibandingkan dengan Danan yang tingginya 185 cm, Varren 187 cm dia kalah telak. Apalagi dengan Chiel yang sudah seperti raksasa dengan tinggi hampir 2 meter. Dengan tinggi 190 cm seharusnya memudahkan laki-laki itu untuk merebut bola ditangannya bukan?

"Yes...!" Kayana mengangkat tangan kanannya ke udara yang terkepal. Laki-laki itu bersorak tanda kemenangannya. "Udah berapa bola yang kalian masukin, ha?" Kayana tersenyum tengil. Berniat menyombongkan diri karena telah memasukkan bola ke ring sebanyak lima kali. Sedangkan sahabat-sahabatnya belum ada yang memasukkan bola sama sekali.

Dengan nafas terengah-engah sehabis bermain, Danan menyahuti, "gila lo, Kay! Dari tadi cuman elo yang masukin bola ke dalam ring."

"Hohohooho tentu! Kalian semua kan cupu mana bisa ngalahin gue!" Kayana menyenggol hidungnya dengan jari telunjuk. Berniat congkak kepada sahabat-sahabatnya.

Ketiga sahabatnya geram. Dengan cepat menghampiri Kayana yang tengah tertawa. Lalu mengangkat tubuh kecil laki-laki itu untuk mereka pontang-panting-kan.

"Woi...udah! Kepala gue pusing anjir!" Teriak Kayana yang mengundang atensi murid Bimasakti Husada yang sedang menghabiskan waktu istirahat mereka.

Murid-murid Bimasakti Husada semua tertawa melihat kelakuan ke empat anggota Hot Chetoos itu. Mereka tidak bisa nebak bagaimana sifat dan tingkah laku para anggota band kebanggaan sekolah mereka. Bagi mereka Hot Chetoos penuh akan keterkejutan yang tidak terduga.

CHIELANANTA (ON-GOING)Where stories live. Discover now