SEPULUH

3.9K 278 46
                                    

Happy Reading

❤❤❤

Matahari mulai menenggelamkan wajahnya. Meninggalkan semburat merah di ujung barat sana. Amanda berdiri di halte seraya menatap layar ponselnya.

Ning Fatimah
Online

Pulang jam berapa?

Jam 5, Mbak.

Nanti aku sama Ahsan jemput ya. Sudah ditunggu umi untuk fiting baju pengantinnya.

Baik, Mbak.

(Read, 01:30pm)

Mbak, aku sudah di halte.

Ok, sebentar lagi kita sampai.

((Send a sticker))
(Read, 01:30pm)

Amanda memasukan benda pipih itu di sakunya. Kakinya yang terasa pegal itu menghampiri bangku panjang dan mendaratkan bokongnya di sana. "Hari yang melelahkan," batinnya.

Kepalanya menempel pada tiang halte dan matanya perlahan memejam. Hingga tak sadar jika sebuah mobil putih telah tiba di depannya sejak tadi.

"Amanda, bangun dulu yuk." Fatimah menepuk pelan pundak perempuan yang tertidur itu.

Matanya mengerjap. Tangan gadis itu terulur untuk mengucek matanya. "Eh, Mbak Fatimah. Maaf saya ketiduran, Mbak. Sudah dari tadi?" tanya gadis yang masih setengah sadar itu.

Fatimah tersenyum dan mengusap lembut belakang jilbab Amanda. "Mbak baru sampai kok. Kamu pasti capek banget ya?"

Gadis itu tersenyum, bahkan nyaris meringis. Memperlihatkan sederet giginya yang rapi. "Lumayan sih, Mbak."

"Tidur di mobil saja yuk kalau masih mengantuk. Kita langsung ke butik sekarang."

"Baik, Mbak."

Amanda mengekori Fatimah menuju mobil. Mereka berdua duduk di kursi penumpang, sedangkan Ahsan berada di balik kemudi bersama Fatih--anak Fatimah-- di sebelahnya.

"Gimana koasnya, Ma?" Fatimah membuka topik pembicaraan.

"Alhamdulillah lancar, Mbak. Masih aman kok sejauh ini."

"Oh iya, tadi aku sama Ahsan udah selesai mengurus persyaratan menikah kalian di KUA."

"Mbak, aku terima kasih banyak loh udah banyak dibantu. Aku jadi merasa enggak enak deh sama Mbak Fatimah. Aku yang mau menikah malah enggak ngurusin sama sekali."

"Udah, santai aja. Aku enggak keberatan sama sekali kok. Kamu itu udah aku anggap sebagai adik sendiri."

"Kan memang adik sendiri," celetuk seseorang dari balik kemudi.

Mata dua wanita itu langsung menghadap ke sumber suara. Merasa di perhatikan seperti itu, Ahsan pun berdeham.

"Ehem, calon adik maksudnya," lanjutnya. Kemudian, dia kembali dengan gaya sok cool-nya lagi.

"Kok gue jadi salting sih," batin Ahsan.

Tak lama kemudian, mobil itu telah sampai di depan butik langganan umi. Tampak depannya memang sederhana. Namun, bukankah kita tidak boleh menilai sesuatu dari covernya bukan?

Dijodohin dengan GusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang