TUJUH BELAS

3K 216 6
                                    

Happy Reading

🔪🔪🔪

"MAS AWAS!!"

Ahsan langsung mengerem mobilnya secara mendadak setelah mendengar teriakan istrinya. Jujur saya, dia memang sedang tidak fokus menyetir karena memikirkan pesan yang dikirimkan ke ponsel Amanda siang tadi. Sehingga, saat ini mereka hampir menabrak mobil truk tronton yang hendak mundur.

"Astaghfirullahal'adzim, makasih ya kamu sudah ngingetin aku."

"Ya Allah, Mas. Njenengan itu sedang mikirin apa loh, kok bisa-bisanya melamun saat menyetir seperti itu." Amanda terus mengomel meskipun detak jantungnya belum stabil karena kejadian tadi.

"Maaf yaa, setelah ini enggak lagi kok." Ahsan menarik napas panjang dan mengembuskannya secara perlahan. Kemudian, dia menginjak gas secara perlahan dan mengendarai lebih hati-hati. Tangan kirinya menekan tombol power radio dan mencari lagu yang bisa membuatnya melek.

Setelah mendapatkan lagu yang diinginkannya, Ahsan kembali fokus menatap jalan raya sambil bersenandung sesekali. Berbeda dengan Ahsan yang matanya melek, Amanda yang duduk disebelahnya justru tertidur lelap. Sepertinya lagu yang dipilihkan oleh Ahsan salah.

Melihat istrinya yang tidur dengan damai, Ahsan mengangkat sedikit sudut bibirnya, dia tersenyum. Baginya, Amanda tampak jauh lebih cantik saat ini.

Kemudian, matanya kembali berfokus ke depan. Tak lama kemudian, mereka berdua telah sampai di sebuah komplek perumahan minimalis dengan dua lantai.

Ahsan memikirkan cara membangunkan istrinya. Akhirnya, kedua tangannya mengelus pipi istrinya dan memanggilnya dengan lembut. "Sayang, bangun yuk. Kita sudah sampai."

Tak ada sahutan maupun reaksi dari Amanda. Wanita itu masih pulas dengan tidurnya. Belum menyerah, Ahsan memanggilnya dengan lebih keras. "Sayangku, cintaku, istriku, bangun yuk." Namun tetap sama, Amanda tak kunjung bangun juga.

"Kasian, sepertinya dia kelelahan," batin Ahsan.

Ahsan keluar dari mobil dan membuka pintu rumah itu.  Dia membopong tubuh Amanda, tangannya menahan tubuhnya agar tidak jatuh, dan mengalungkan tangan Amanda pada lehernya. Ahsan membawa Amanda ke kamar mereka di lantai dua dan membaringkannya di sana.

"Tidur nyenyak, Humairaku," ucapnya seraya mengecup kening Amanda.

Ahsan kembali melangkahkan kakinya untuk mengambil barang-barang yang masih ada di mobil. Dibantu dengan Pak Amin selaku tukang kebun dan Mbok Inem selaku asisten rumah tangga.

Amanda membuka matanya saat mendengar kumandang azan magrib. Dia mengucek kedua matanya yang masih buram.

"Loh, sudah sampai?" batinnya saat memandang sekelilingnya. Sebuah kamar nuansa pastel, kesukaannya, yang asing bagi matanya.

Dia melangkah menuju pintu dan menarik gagangnya kemudian bergegas keluar. "Lantai dua?" batinnya. Dia menuruni tangga dan melihat sosok yang ingin ditemuinya dari tadi.

"Mas kok nggak bangunin aku sih? Kan aku jadi nggak banti-bantu beresin."

"Kamu tadi tidurnya nyenyak banget soalnya. Aku jadi nggak tega buat bangunin. Lagian, aku tadi dibantuin sama Pak Amin dan Mbok Inem kok.

Amanda mengernyit. Nama itu tampak asing bagi indra pendengarannya. "Siapa?" tanyanya untuk menghilangkan rasa penasarannya.

"Oh iya, aku lupa belum ngenalin kamu ya. Pak Amin itu tukang kebun di rumah ini dan Mbok Inem itu asisten rumah tangga. Mereka yang akan membantu kamu untuk melakukan pekerjaan rumah."

"Itu mah bukan bantuin mas, malah udah diambil semua." Amanda mencebik.

Ahsan terkekeh geli melihat ekspresi istrinya. "Aku tau kamu sibuk, jadi aku bawain mereka untuk bantuin kamu."

Dijodohin dengan GusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang