O.NE

65 23 17
                                    

Tidak ada satu pun yang dilahirkan menjadi orang baik atau orang jahat, ini hanya tentang jalan yang ditempuhnya

اوووه! هذه الصورة لا تتبع إرشادات المحتوى الخاصة بنا. لمتابعة النشر، يرجى إزالتها أو تحميل صورة أخرى.

Tidak ada satu pun yang dilahirkan menjadi orang baik atau orang jahat, ini hanya tentang jalan yang ditempuhnya.

• ꧁꧂ •

Hal pertama yang kulihat adalah ruangan remang. Terdengar rintihan meminta pertolongan, pekik kesakitan, dan derap langkah sarat ketakukan. Aku masih belum bisa menyadari keberadaanku ketika pintu besar di salah satu sisi ruangan terbuka kasar, cahaya surup memancar dari bagian luar. Ada siluet selayaknya kepala anak laki-laki melongok ke dalam, terdiam beberapa jenak dengan pundak turun-naik tergesa mengambil oksigen.

Ia segera berjalan menghampiri, menggoyang-goyangkan tubuhku sembari memanggil suatu nama yang entah siapa, tak jelas, serupa dengungan nyamuk dalam rongga telinga. Menyadari kedua kelopakku membuka, tangannya sigap menarikku, mengajak berlari secepat mungkin. Kami melewati lorong-lorong suram, sesekali bertemu jendela kaca besar, dan tepat ketika itulah aku bisa melihat dengan benar helaian rambut peraknya yang berlompatan di atas kepala seiring dengan langkah lebar yang diambil.

Hidungku tiba-tiba mencium bau besi berkarat, begitu pekat, hingga memunculkan rasa mual. Aku menarik diri darinya, berhenti sembari menutup mulut, susah payah menahan gejolak dari dalam perut yang mendesak ingin keluar. Anak laki-laki itu berbalik, mengusap punggungku dan berkali-kali mengatakan, "Tidak apa-apa. Kita akan baik-baik saja."

Aku yang berada dalam ketidaktahuan hanya pasrah ketika kembali diminta untuk berlari. Suara teriakan terdengar kian jelas, seperti sekumpulan orang-orang dewasa sedang beradu dengan pedang. Mereka menggeram, berderap maju, mendentingkan bilah besi, gagal mengenai lawan, lalu berteriak lebih keras lagi, seolah teriakan itu mengandung tenaga berkali lipat untuk bisa menjatuhkan musuh. Kepalaku mulai memperagakan apa-apa yang kudengar. Konyol memang, seperti anak kecil yang mengimajinasikan cerita yang didengarnya.

Kami melintasi sebuah pintu, yang dengan tidak masuk akalnya kuketahui sebagai kamar ayah dan ibu. Ini gila, aku bahkan tak memiliki mereka sejak lahir. Aku hanya seonggok bayi yang ditinggalkan iblis laknat di depan sebuah panti asuhan, dan seumur hidup menjalani kehidupan bersama orang-orang tanpa ada ikatan darah. Di dalam sana, dapat kulihat seorang wanita ambruk setelah mendapat luka dari sebilah pedang. Gaun putihnya yang menjuntai bernoda merah, menggenang hingga lantai marmer di bawahnya. Tahu-tahu aku sudah meneriakkan Ibu dan langsung dibekap oleh anak laki-laki tadi yang tingginya jauh di atasku.

Perasaanku kacau, aku mulai memikirkan kondisi perempuan berambut perak panjang yang terkapar di lantai kamar yang dingin. Memikirkan lukanya yang menganga lebar dan terus memuntahkan cairan darah. Bagaimana jika dia mati?

Dan pikiran tentang kematian wanita itu membuat dadaku terhantam bongkahan batu raksasa. Dia ibuku, mungkin, setidaknya itulah yang dikatakan hatiku saat ini. Kemudian aku mendongak, menatap punggung anak laki-laki yang sudah membawaku lari lagi. Kutarik sedikit tangannya yang menggenggamku erat, meneriakkan dengan lirih serta suara serak seperti sedang menangis, "Kakak!"

The Duke of Maskحيث تعيش القصص. اكتشف الآن