Part 1

1.4K 249 18
                                    

Enam minggu kemudian

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Enam minggu kemudian.


"Jovanka, kamu jangan besar kepala kalau Vincent menyukaimu dan berniat ingin menikahimu. Dari bibit, bebet, bobotmu saja tidak sepadan dengan kami. Kamu harus sadar diri dari mana asalmu. Dan yang perlu kamu tahu, Jo, Vincent sudah memiliki calon istri pilihan dari keluarga kami. Perempuan itu tinggal di Kanada, anak dari rekan bisnis papanya. Wanita berpindidikan dan terlahir dari keluarga terpandang yang sama kasta dengan kami. Jadi, aku peringatkan kepadamu jangan berharap besar anakku bisa menikahimu."

Kata-kata dari mamanya Vincent beberapa waktu lalu, masih membekas di benak Jovanka sampai sekarang. Awalnya, ia pikir mamanya Vincent akan baik-baik saja. Menerima dirinya tanpa tapi karena begitu ramah saat pertemuan makan malam--seminggu setelah Vincent melamar. Namun, selisih dua hari, perempuan yang masih terlihat cantik di usianya yang tak lagi muda itu mendatangi dirinya ke toko. Berucap layaknya memberi peringatan jika dirinya tak pantas bersanding dengan anaknya.

"Dan kamu ... jangan berani-beraninya bilang kepada Vincent jika aku mendatangimu berucap seperti ini. Aku tidak ingin hubungan kami rusak hanya karenamu. Karena Vincent ingin memperjuangkanmu. Jika sampai aku mendengar Vincent menyinggung masalah ini, siap-siap saja anak panti asuhan Setia Bunda akan menjadi gelandangan. Ingat kamu, Jo, donatur terbesar di panti asuhan itu dari kami."

Lagi, kata-kata yang menghujam bagai belati tajam itu terus terngiang. Hati Jovanka bak teriris. Terasa nyeri dan ia hanya mampu menyimpan masalahnya sendiri tanpa berani mengadu kepada sang kekasih.

"Aku mau ... kamu yang menjauh dari anakku, Jo. Pergi dari kehidupan Vincent dan jangan mengganggunya. Dia akan menikah dengan wanita pilihan kami."

Sangat berat Jovanka melakukan itu. Rasanya tak sanggup ia menjauhi Vincent apalagi dengan paksaan. Rasa cinta yang terlalu dalam, membuat ia di ambang dilema harus memutuskan pilihan. Sedangkan ia dan Vincent sudah terlalu jauh menjalin hubungan. Tepat di malam anniversary yang terbuai akan suasana, mereka sama-sama saling melepaskan dan berulang kali.

Masih membantu Vincent merapikan barang-barang ke koper di apartemen lama, tanpa sadar linangan air mata mengalir begitu saja dari mata Jovanka. Pikirannya berkecamuk, hati terasa kalut.

Sore ini Vincent akan pergi ke Kanada. Urusan pekerjaan katanya. 'Namun, apakah benar hanya urusan pekerjaan saja? Sedangkan orang tuanya akan menjodohkan dia kepada anak rekan bisnisnya?' Jika bisa berseru, ingin sekali Jovanka berucap, "Vincent, tolong jangan pergi!". Akan tetapi, tetap saja ia tidak bisa berbuat apa-apa.

"Hei, kenapa menangis, hum? Tidak rela aku pergi jauh?"

Vincent yang baru keluar dari kamar mandi, dibuat kaget melihat Jovanka menangis dalam diam. Perempuan itu berjongkok, depannya koper hitam yang sudah rapi berisi barang-barang miliknya. Melangkah menghampiri dan membantu Jovanka berdiri, ia mengusap air mata di pipi sang kekasih lalu mengecup bibirnya sekilas.

OBVIOUSLY PAIN Where stories live. Discover now