19| Untold Tales for Princess

113 24 3
                                    


Ana baru saja menarik tubuh, demi bersembunyi di balik semak belukar. Kemudian dengan cepat menarik kedua tangan pada wajah, menahan setiap suara yang mungkin ia keluarkan. Lalu sepasang safir bergetar mengikuti suara langkah kaki nyaring yang berlalu.

Sebuah kuda hitam yang besarnya bagai sebuah raksasa melangkah dengan mata semerah darah dan asap keluar pada setiap hela napas. Tubuhnya yang besar dilengkapi zirah, di mana tanduk besi tajam menghiasi di berbagai sisi. Langkahnya yang berat membawa suara nyaring dari besi yang saling beradu. Membuat tubuh mungil yang bersembunyi dalam bayang semak semakin mengerutkan badan.

Penunggangnya adalah pemandangan menakutkan yang baru dapat Ana tangkap saat matanya mengintip dari sela-sela dedaunan. Seorang kesatria berzirah senada dengan kuda yang ia tumpangi, juga penuh dengan duri besi tajam. Tidak seperti The Executors yang hampa bahkan oleh emosi. Zirah itu berisi sesuatu.

Tubuh gagah kesatria yang memandu kudanya untuk mencari sang gadis kini kehilangan sebuah kepala. Dari leher yang terbuka terpampang daging yang busuk akibat waktu, lengkap dengan cairan kental gelap yang mengalir deras. Kepala itu tidak sepenuhnya menghilang karena ia menggenggamnya erat pada tangan kiri. Di mana dua mata berwarna kuning bagai lelehan keju bergerak gesit mencari Ana. Satu kata muncul saat ia menatap monster itu.

Dullahan[1].

[1] Dullahan /ˈduːləˌhɑːn/ juga disebut Gan Ceann (berarti "tanpa kepala" dalam bahasa Irlandia), adalah salah satu makhluk mitologi dalam cerita rakyat Irlandia. Ia digambarkan sebagai penunggang kuda tanpa kepala di atas kuda hitam yang membawa kepalanya sendiri dalam genggaman.


Ia mengangkat tinggi kepala itu untuk menjangkau pandangan yang lebih jauh. Memaksa Ana perlahan menarik tubuh sangat rapat. Ia dan sang monster kini hanya terpisah oleh semak. Bila kuda besar itu mengambil satu langkah ke kanan, Ana sudah pasti tertangkap basah. Namun, selalu ada keberuntungan yang menemani setiap kesialan. Karena posisi sang gadis berada pada titik buta.

Tidak dapat menemukan mangsanya yang pandai bersembunyi, Dullahan kembali berjalan. Ia menjauhi rapatnya pohon-pohon tinggi dan menarik kudanya kembali ke istana. Tidak ingin cepat mengambil keputusan, Ana menahan diri cukup lama hingga pemandangan hanya tersisa dedaunan merah yang menari bersama angin.

Setelah merasa aman, ia kemudian menarik tubuh dan berjalan sedikit pincang dengan bunga mawar pada satu tangan. Langkah penuh hati-hati ia ambil untuk menghindari daun kering yang bertebaran sepanjang padatnya pepohonan. Sangat beruntung jubah besar sudah tertinggal jauh di dalam istana, tidak dapat dibayangkan bila ia harus melarikan diri dengannya.

Terlalu banyak suara yang saling tumpang tindih di luar sini, lebih berisik dibandingkan di dalam istana. Namun, pagar besi yang kian membesar pada setiap langkah membuat dirinya menangkis segala perasaan yang tertinggal di dalam istana sialan itu. Kedua permata laut sama sekali tidak beralih pada pagar besi, tidak sekalipun berkedip. Air mata perlahan membasahi manik safir yang kini kian mengering. Tidak tahu apa itu air mata dari perasaan bersalah atau rasa lega akan kebebasan di depan mata.

Terik sang surya memaksa Ana menarik pandangan jauh ke atas, tepat saat ia mengistirahatkan tubuh di balik pohon ek terbesar. Dua sumber cahaya yang selalu bergerak berpasangan kini membutakan pandangan. Itu adalah Tuska, surya utama dan Irka, surya pelindung[2] yang berjalan bersama menerangi setengah bagian dunia dari bayang-bayang gelapnya malam. Sebuah informasi yang secara alami mengalir dalam kepala Ana, tepat ketika ia menyadari dua titik buta di langit.

For Her Eternal Nights [END]Where stories live. Discover now