6| Dare Not Trust No One

184 44 22
                                    


"Lithia." Ana memulai.

"Ada apa dengan Lithia?"

Garuda kembali menoleh kepada Ana.

"Ah! Tidak, hanya ... sepertinya aku ... tidak mengingat apa pun," jelas Ana sedikit gugup.

"Kau ... tidak? Oh, astaga."

Kini Garuda memandang Ana dengan ekspresi sendu.

"Hm ...."

"Oh!"

"Ini pasti dapat membantumu. Ayo kemari! Kita perlu tempat yang tepat untuk mendengar cerita ini."

Meski wajah yang kini Ana lihat sudah sepenuhnya berbentuk elang, tetapi ia selalu menemukan cara untuk memahami ekspresi yang muncul dari wajah itu. Kini rasa semangat serta antusias yang tinggi memenuhi wajah elang di hadapannya. Terlihat dari otot-otot wajah yang membuat mata elangnya menyipit saat menatap balik Ana.

"Cerita?"

Ana sedikit memiringkan wajah.

"Benar. Cerita mengenai dunia ini."


Garuda menuntun Ana turun hingga ke lantai dasar. Bahkan saat menuruni tangga melingkar, ia dapat melihat pemandangan indah dari ruangan besar ini. Tepat di seberang tangga, terisi dengan penuh, menjulang sepanjang tujuh lantai adalah sebuah jendela besar yang membanjiri ruangan ini dengan cahaya. Ia selalu mendapatkan sebuah gambar indah yang tersusun dengan sangat hati-hati dari kaca berbagai warna, memenuhi setiap jendela yang ia temui, terutama dengan jendela besar ini.

Ini adalah sebuah gambar burung putih yang terbang dengan anggun memandu banyak cahaya masuk ke dalam perpustakaan. Sayap lebarnya yang kokoh mengepak memenuhi jendela dengan ekor indah yang menjulang sepanjang tiga lantai, memiliki bulu berwarna putih yang perlahan berganti dengan warna emas pada bagian ujung. Mata burung itu menyala berwarna emas, di mana dengan cahaya yang melaluinya meniupkan kehidupan pada ilusi indah sang burung. Jauh di dalam hatinya ia berpikir, tidak pernah Ana melihat burung seindah ini.

Ruangan ini menyimpan lebih banyak kejutan. Tepat di bawah jendela besar terdapat sebuah oasis bagi pecinta buku yang akan menyihir orang-orang seperti Ana. Kursi-kursi kayu berpelitur, penuh dengan bantal besar yang terlihat empuk, disimpan sangat rapi berjejer memagari hamparan luas di tengah ruangan. Sedangkan pada bagian dalam terdapat karpet tebal dengan bulu-bulu halus yang dapat menenggelamkan setiap langkah, layaknya berjalan di atas awan. Juga beberapa bantal bulu angsa disebar di hamparan bulu lembut ini.

Satu yang membuatnya sangat berdebar adalah undakan tepat di bawah jendela. Terbentang sebuah permadani berwarna lembut menghiasi undakan, duduk di sana menunggu bagi siapa pun yang siap terbang bersama menjelajah di dalam buku. Bantal-bantal berumbai emas tersebar memenuhi beberapa sisi dan dengan cahaya yang datang melimpah, memantulkan kerlip emas dari setiap helainya. Debu-debu emas berterbangan menebar sihir misterius, membawa kehidupan pada setiap kisah yang dibacakan di sana. Ini adalah tempat ajaib bagi siapa pun yang menikmati waktu mereka berkelana liar dalam buku.

Ana langsung jatuh hati pada tempat ini, tidak membutuhkan waktu untuk berpikir bahwa itu adalah tempat kesukaannya. Tidak ada yang mampu menolak bermalas di tempat yang sangat nyaman dengan semua cahaya ajaib yang menyelimuti.

"Bagaimana, kau menyukainya?"

Sang suara kembali mengusik tepat di belakang kepala, membuat Ana dengan refleks menoleh dengan cepat. Namun sekali lagi, ia tidak mendapatkan apa pun. Suara itu kini terdengar lebih indah dibanding sebelumnya. Seakan seseorang benar-benar berbicara sangat dekat hingga mampu membuat jantungnya berhenti berdetak. Ingin sekali Ana mengingat sumber suara itu, tetapi kini pikirannya tidak mampu menggali memori lain. Sehingga Ana berbalik, mengatur emosinya kemudian kembali mengikuti Garuda.


For Her Eternal Nights [END]Where stories live. Discover now