Part 04

11.4K 1.2K 157
                                    

Beberapa jam setelah kejadian itu Saira pun sadar dari pingsannya, beruntung dia tidak mengalami luka yang serius selain cidera di bagian punggung dan kening yang menurut dokter akan sembuh dalam beberapa hari ke depan.

Selama Saira di rawat, Betari tidak di ijinkan untuk menengok. Sang papa bahkan memintanya untuk tidak datang ke rumah sakit dengan alasan kemarahan sang mama yang belum mereda padanya. Tapi Betari yang masih di penuhi rasa bersalah akan kembali datang ke rumah sakit di tiap kali ia punya kesempatan-sekalipun kedatangannya di abaikan oleh semua orang, tanpa terkecuali Arsene yang tidak pernah menegurnya sama sekali. Pria itu hampir setiap waktu berada di kamar perawatan Saira. Melalui kaca intip di daun pintu, Betari melihat sendiri bagaimana Arsene begitu memperhatikan Saira dan merawatnya dengan baik.

Sejak Saira di rawat, Betari belum mendapat kesempatan untuk berbicara dengan Arsene. Pria itu seperti menghindarinya. Mungkinkah Arsene juga ikut menyalahkan dirinya atas tragedi itu?

Malam itu, sepulangnya bekerja Betari kembali mendatangi rumah sakit dan tanpa sengaja ia berpapasan dengan Arsene yang terlihat lelah luar biasa. Betari dan Arsene berjalan berlawanan arah. Pria itu sepertinya hendak pulang ke rumahnya usai menjagai Saira seharian. Arsene seperti terkejut saat melihat Betari, pria itu lalu membuang pandangan seolah tidak melihat siapapun yang di kenalnya. Hal itu menegaskan, memang benar Arsene tengah menghindarinya.

Melihat itu, Betari berusaha tegar. Ia tahu mungkin Arsene telah salah paham padanya. Dengan menipiskan harga dirinya, Betari berusaha mengajak Arsene bicara. Ia menghentikan langkahnya tepat di depan Arsene, menghalangi jalur Arsene sehingga pria itu terpaksa berhenti.

"Bisa kita bicara?" tanya Betari pada Arsene yang kini menatapnya tidak terbaca.

"Jangan sekarang, aku capek. Aku mau pulang dan beristirahat." Tanpa repot-repot menunggu persetujuan Betari, Arsene mengayuh langkahnya kembali.

"Sebentar aja, Sen. Gue janji ini yang terakhir."

Kata-kata itu berhasil menghentikan langkah Arsene. Tapi entah karena apa Arsene tidak menoleh kepada Betari ketika bertanya, "Apa?"

Kedua tangan Betari memegangi tas ranselnya. Arsene sahabatnya tidak pernah memperlakukannya sedingin ini. Betari menunduk sejenak, mencari kekuatan sebelum ia mengangkat dagunya menatap sosok sahabat yang ia cintai.

"Apakah kamu menyalahkanku juga atas apa yang menimpa Saira?"

Arsene menoleh melalui punggungnya yang tegang. "Entahlah, yang jelas kamu membuatku kecewa." Ia lalu menarik napas dengan berat. "Kamu seperti anak kecil, Tari. Aku nggak bisa bayangkan kalau saat itu Saira sampai kenapa-napa karena ulahmu."

Betari tersenyum miris. "Lo bahkan nggak bertanya dulu, bagaimana peristiwa itu bisa terjadi."

"Apapun itu alasanmu. Itu bukan pembenaran atas apa yang kamu lakukan kepada Saira." Arsene membalik tubuhnya, memperlihatkan pada Betari kemarahannya. "Jika kamu ingin marah, marahlah padaku, karena aku yang mencintai Saira lebih dulu. Aku yang memintanya untuk menjalin hubungan denganku. Tapi sebagai sahabat dan juga kakak, bukankah seharusnya kamu mendukung hubungan kami? Lantas mengapa kamu malah bersikap kekanakan seolah kami menyakitimu?"

"K-kekanakan?" Betari menatap Arsene terluka.

"Ya, atau kamu lebih suka aku sebut kriminal?" tekan Arsene seraya menatap Betari berapi-api. "Sekarang kita sama-sama tahu alasan mengapa Saira memintaku untuk merahasiakan hubungan kami darimu."

Sorot mata penuh kecewa berpendar di kedua bola mata Betari. Tidak habis pikir Arsene akan tega berkata-kata seperti itu padanya. "Gue pikir lo yang paling tahu siapa gue. Gue pikir hubungan kita sudah cukup dekat selama ini hingga lo dapat mengenal gue dengan baik. Tapi ternyata gue salah...." Betari menggeleng pelan. "Gue terlalu banyak berharap pada persahabatan kita sehingga gue lupa, seorang sahabat tidak jauh lebih penting dari wanita yang lo cintai. Terimakasih sudah menunjukkan bagaimana posisi gue di hati lo. Sekarang gue nggak akan berusaha menjelaskan apa-apa lagi, karena apapun yang akan gue katakan ... lo akan tetap mempercayai mereka. Penjelasan gue tidak akan merubah penilaian lo kepada Saira." Di akhir kalimat itu, air mata Betari terjatuh tapi gadis itu menyekanya dengan cepat. Seolah tidak ingin kesedihannya di saksikan oleh Arsene yang kini hanya tertegun tanpa kata.

Kepingan RasaWhere stories live. Discover now