limerence, seven

652 94 12
                                    

“Halo, kita ketemu lagi.”

Eric tersentak kecil. Seorang laki-laki yang tak sengaja ia tabrak hari lalu kini duduk di sampingnya.

Laki-laki asing itu tersenyum manis.

Eric buru-buru membungkukkan badan, hormat. Bagaimanapun laki-laki itu lebih tua darinya. “Ah, halo. Maaf buat yang kemarin, saya beneran gak sengaja.”

Laki-laki itu tertawa. “Ah, gapapa. Kemarin kan saya juga yang salah. Jangan minta maaf lagi ya.”

Eric menunduk, mengangguk pelan.

“Nama saya Jung Taeyong.”

Eric yang mendengarnya langsung menoleh, mengernyit karena pernah dengar marga itu di mana-mana.

Ah, benar, marga Jung yang dikenal dengan keluarga rupawan dan kaya raya.

Ia selalu mendengar keluarga Jung dibicarakan di kelas, di kantin, di depan gerbang sekolah, di manapun ia berada— selalu dengan embel-embel; “kalo gue terlahir lagi besok, maunya lahir jadi anak keluarga Jung aja. Soalnya kaya banget tuh mereka.”

“Melamunkan apa?”

Eric tersentak kecil, sadar ia melamun dan terlalu lama menatap laki-laki disampingnya yang bernama Taeyong itu. “Ah, maaf. Nama saya Eric.”

“Oh, Eric?” Taeyong terkejut mendengarnya. Sedikit Eric tangkap dari penglihatannya, wajah Taeyong terlihat sendu. Seperti ada kejadian pilu di masa lalu.

“Iya, kenapa?” Eric bingung.

Taeyong gelagapan. “A-ah, gapapa. Ngomong-ngomong wajah kamu mirip anak saya,” Taeyong tersenyum tipis.

Eric menelan ludah mendengarnya. Baru tahu jika Taeyong sudah punya anak. Ia jadi merasa harus lebih sopan. “Ah ya? Siapa namanya?”

“Jeno. Dia lagi di rumah sakit ini juga,” ucap Taeyong sendu.

Eric terkejut. “Kenapa? Apa lagi sakit?”

Taeyong mengangguk, terkekeh pelan. “Jeno itu sukanya ngelakuin hal aneh, bikin masalah, jail, dan itu menjurus ke hal yang bisa ngelukain dirinya sendiri. Kemarin dia balapan, gak ngomong sama saya. Ya gimanapun saya kan Papanya, cuman ya emang anaknya bandel kalo dikasih tau. Kecelakaan deh akhirnya.”

Eric meringis. “Apa parah lukanya?”

Taeyong tertawa. “Separah apapun lukanya Jeno, tapi dia gak akan pernah kapok. Buktinya, siuman dia langsung jalan-jalan muterin taman tadi pagi sama Ayahnya. Kelakuan mereka berdua itu sama aja.”

Eric tertawa kecil mendengarnya. Ah, keluarga bahagia ya...

“Kamu sendiri gimana? Kecelakaan juga?”

Tawa Eric berhenti, bingung akan menjawab apa. Tidak bisa ia berkata bahwa lukanya karena bullying, tapi apa yang harus ia katakan untuk alasan?

Menatap raut wajah penasaran Taeyong, Eric jadi merasa tak sopan apabila mengalihkan topik. Mungkin menjawab bahwa ia kecelakaan juga juga tak apa?

“Saya—”

“Eric.”

Eric yang baru akan menjawab pertanyaan Taeyong menoleh, terkejut. “Oh, Sunwoo udah dateng?”

Sunwoo tersenyum tipis. “Maaf agak telat. Sekarang waktunya sarapan sama minum obat, ayo.”

Eric mengangguk sebelum menoleh ke Taeyong lagi. “Ah, maaf—”

Taeyong tersenyum maklum. “Gapapa, sekarang sarapan sama minum obat aja. Jangan sampai telat ya.”

Eric ikut tersenyum, mengangguk. “Saya pergi dulu ya.”

Taeyong balas mengangguk, melihat Eric yang kursi roda kini didorong oleh Sunwoo. “Semoga kita bisa ketemu lagi, Eric.”

Tersenyum getir, berbicara lirih tanpa ada orang yang bisa mendengarnya. Taeyong menghembuskan napas pelan, menatap lorong dengan tatapan sendu, yang Eric dan Sunwoo-nya sudah hilang di keramaian orang-orang.

-----

“Semalem pas gue gak ada, lo ngapain aja?”

Eric yang sedang meneguk minuman di gelasnya menoleh, matanya membulat lucu, bingung. “Duduk di sini.”

“Duduk doang?” Sunwoo mengambil gelas yang Eric pegang sebelum menaruhnya diatas meja.

Eric mengangguk. “Trus aku harus ngapain selain duduk?”

Sunwoo mengedikkan bahu, duduk di kursi samping ranjang Eric lalu menggerakan dagunya sekali menunjuk pintu. “Gak keluar emang? Biasanya di taman.”

Eric menggeleng, menelan ludah. Dia takut Yeonwoo melihatnya. Namun tak bisa juga ia beritau bahwa Yeonwoo ada di sini juga karena akan buat masalah.

Belum lagi kan Eric tak tahu, tujuan Yeonwoo datang kemari dan terlihat sedang mendorong kursi roda perempuan paruh baya di lorong rumah sakit ini.

Sedangkan Sunwoo merespon dengan helaan napas berat sebelum menyenderkan punggungnya yang terasa berat di kursi. Memejamkan matanya perlahan.

“Kamu keliatan capek banget, semalem abis ngapain?”

Pertanyaan Eric membuat Sunwoo langsung membuka matanya, bergumam pelan.

“Ah, maaf, privasi ya? Aku gak tau. Maaf ya, Sunwoo. Ma—”

“Lo gampang banget ngomong maaf maaf padahal gak salah.”

Sunwoo menatap Eric dengan wajah datar namun entah kenapa Eric merasa takut apabila ditatap seperti itu.

“Sunwoo marah ya?”

Menaikkan alis, Sunwoo heran. “Gak. Gue gak marah. Emang gue keliatan marah?”

Eric terdiam, mengalihkan pandangan. Mengulum bibirnya, mengutuk diri sendiri karena terlalu banyak bicara dan kini ia bingung harus menjawab apa!

“Kalo kayak gini keliatan marah gak?”

Eric yang tadi sedikit menunduk, kini mengangkat kepalanya menatap Sunwoo yang sedang tersenyum dengan kedua tangan bersedekap didada.

Demi Tuhan, jantung Eric rasanya turun ke perut dan melebur seperti kupu-kupu!

Bukannya menjawab, Eric justru mengambil gelas diatas meja dengan pipi memerah pura-pura meminum padahal ia sedang tidak haus.

Sedangkan Sunwoo tersenyum puas.

Kena lo, Eric Sohn!

sunwoo selangkah lebih maju,
papa jangan ganggu dulu
🙏🙏🙏

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Dec 29, 2022 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

limerence, sunricWhere stories live. Discover now