I'm His Wife, Not Her!!

307 30 6
                                    

Hai, aku kembali. Ada yang tungguin cerita ini ga sih?

Krik...krik...krik..
*_*_*_*_*_*_*_*_*_*_*_*_*_*_*_*_*_*_*_*_*

"Gimana menurut kamu?" Carl mengetuk meja dengan pulpen. Dia menatapku penuh harap.

"Hmm.." Aku menghindari tatapannya, merasa bingung harus menjawab apa. Rencananya Carl ingin membeli rumah di komplek sebelah, untuk Mama Carl dan Aunt Risa yang akan pindah kemari. Aku tidak keberatan sebelumnya, aku tahu pasti rasanya sulit mengurus orangtua yang sakit dengan jarak yang tidak tercapai kendaraan bermotor, walaupun kondisi mertuaku sejauh ini bagus, tidak ada masalah dengan jantung barunya, tapi Mama Carl ingin berada dekat dengan putranya dan tidak mungkin jika kami semua pindah ke Jerman, tidak mungkin juga hanya Carl yang pindah. Lagipula sudah ada Dante yang mengurus perusahaan di Jerman, untuk apa kami berdua juga kesana? Tapi rencana itu berubah sekarang, entah aku harus berpikir seperti apa untuk menanggapinya.

"Aku tau kamu pasti ga nyaman sama Liesel, tapi yah... Mamaku sudah menganggap dia seperti anaknya, dan Liesel baru saja ditinggalkan oleh suaminya yang tidak bertanggung jawab dalam keadaan hamil. Mama tidak tega membiarkannya sendirian disana."

Bukankah Liesel punya keluarga? Kenapa harus ikut kemari?

"Anna.." Carl bangkit dari kursinya menghampirku, dia menarikku berdiri dan mengangkup kedua bahuku. "Aku tahu kamu ga terlalu suka sama Liesel tapi.. bisakah kamu kesampingkan perasan itu dan pikirkan dulu? Kalau kamu ga nyaman yah aku ga akan memaksa, lebih baik Mama batal pindah kemari."

Aku menghela napasku, akhir-akhir ini entah mengapa Carl sering memberikan pilihan tapi seolah mendesak agar aku setuju dengan keinginannya. Sering kali pula aku tidak bisa memilih opsi lain. "Aku.. ga masalah Carl, lagian Mama kamu juga udah nyaman di rawat Liesel kan? Kamu atur aja."

Senyum Carl terbit, pria itu mengecup pipiku. "Thankyou Anna, aku tau kamu akan sangat pengertian." Dia mengusap bahuku kemudian berlalu sambil mengambil ponselnya lalu menghubungi seseorang. Aku tersenyum simpul, kemudian mengisyaratkan padanya jika aku akan kembali ke ruanganku. Carl mengangguk lalu larut dalam obrolan bahasa Jerman.

Aku menjatuhkan tubuhku di sofa, memejamkan mata dan berkali menghela napas panjang. Entah mengapa aku seolah dapat menebak sedari pertama, rencana Carl untuk memindahkan Mamanya ke Indonesia akan ada tambahan Liesel. Hal itu terus terpikir saat Carl menyampaikan keinginan Mamanya 1 bulan lalu. 

Notifikasi email berbunyi dan aku berjalan ke arah meja. 

"Anna, aku menunggu kamu datang padaku, ich vermisse dich.."

Aku duduk di kursi kerjaku, menggigit bibir memandang nyalang email yang Dante kirimkan. Sudah 2 bulan sejak pertemuan terakhir kami, pria itu sudah kembali ke Jerman. Tapi dia bilang akan menungguku datang padanya, jika aku siap mendengar semua kebenaran yang dia katakan. Jika aku mengatakan 'Ya", maka dia akan datang kemari.  

Apakah aku siap?

Aku masih ragu, entah sekarang harus melihat mana yang benar atau salah, sikap Carl yang sedikit berubah keras, menurutku masih tergolong normal. Dia memegang kendali penuh perusahaan, bahkan semua tindakanku harus melalui persetujuannya secara tidak langsung. Sejauh ini tidak ada yang aneh, semua berjalan lancar dan terlihat memang seharusnya begitu. Tapi penyelidikan Carl yang katanya menemui jalan buntu, membuatku ragu apakah memang begitu atau Carl menyembunyikan sesuatu?

Tempo lalu saat Dante menunjukkan rekening dimana uang hilang itu berada, tidak lantas membuat aku percaya padanya. Entah dia memiliki motif apa, dia tidak ingin mengungkap semua katanya jika aku tidak sepenuhnya percaya. Semua yang dia lakukan justru berbanding terbalik dengan dugaanku. Dan ditambah dengan kehamilan Joan, bahkan Dante tidak mengatakan apapun tentang hubungan mereka. Membuatku merasa kecewa.

✅ Love Doesn't LiesDonde viven las historias. Descúbrelo ahora