⌗ Sebuah rasa

211 48 4
                                    

Jakarta Selatan, 20 Januari 2020

Casandra dan Kaesang, keduanya sedang berada di balkon rumah Kaesang. Kalo kata Casandra, malam ini indah, sayang untuk di lewatkan.

“Saya suka-” sebelum Kaesang menyelesaikan bicaranya tiba tiba saya ponsel Casandra berbunyi.

Casandra mengambil ponsel di saku celananya, melihat siapa yang menelpon. Mata Casandra tiba tiba saja membulat dan dengan buru buru dia mengangkat ponselnya.

“Hallo sayang.” suara orang di seberang sana.

Kaesang dapat mendengar jelas apa yang baru saja di ucapkan oleh si penelpon.

‘Saya tidak salah dengarkan? seorang laki laki memanggilnya sayang? Casandra sudah mempunyai pasangan?’ batin Kaesang.

“Ada apa?” jawab Casandra dengan dingin.

“Lo lagi dimana? di kos atau di rumah ayah? jangan bilang sama ayah kalo gue call lo ya? entar gue dimarahin.”

Kaesang dibuat semakin bingung dengan apa yang terjadi sekarang, pasalnya orang itu menggunakan bahasa non formal dan bahkan terkesan kasar, sedangkan Casandra sendiri orangnya selalu berbahasa formal.

“Iya saya tidak akan bilang ke ayah, kalo tidak ada hal penting untuk dibicarakan mendingan kamu tidak usah menelpon saya, itu sangat menganggu.” ucap Casandra.

“Ceilah formal banget neng, gue cuma mau ngasih tau kalo gue udah lulus dan bakal pulang ke Jakarta.”

“Serius kak?! yang bener!? gak bohong kan?! wuu seneng banget aku!” teriak Casandra secara reflek.

WTF?!! Kaesang terkejut mendengar kata kata yang terlontar dari mulut Casandra, wow Casandra memang penuh dengan kejutan.

“Iya lah gue serius, udah ya lo tunggu gue pulang, setelah itu lo bisa ngehabisin waktu lo sama gue, kita bakal seneng seneng bareng.”

Setelah mengatakan hal itu, pria tersebut mematikan panggilannya. Casandra meloncat loncat kegirangan seperti anak kecil yang baru saja mendapatkan hadiah.

Kaesang menatap Casandra dengan pandangan bingung, dan secara tiba tiba saja Casandra memeluk tubuh Kaesang, dan tentu saja hal itu membuat Kaesang semakin bingung.

“Ada apa? kenapa kamu bertingkah seperti orang gila?” tanya Kaesang.

Casandra melepas pelukannya, ia menatap kedua mata Kaesang, ada yang berbeda kali ini, Kaesang melihat senyum lebar yang terukir dari bibir Casandra, dan itu sangat cantik.

Casandra memalingkan wajahnya sambil terus tersenyum menatap ke atas langit melihat rembulan.

“Tuan tau, kakak ku yang sedang berkuliah di Amerika, dia sudah lulus dan dia akan pulang sebentar lagi.” ucap Casandra.

“Jadi yang menelponmu tadi itu kakakmu?” tanya Kaesang, yang di angguki oleh Casandra.

“Wow hahaha, kenapa dia berbicara non formal? tidak sepertimu dan om Jordan? tapi saya akui dia sangat hebat bisa merubah gaya bahasamu yang kaku menjadi sedikit berbeda.” ucap Kaesang.

“Ya dia memang hebat, karena dia adalah kakak saya yang paling terbaik. Tuan tau, ini adalah yang paling saya tunggu tunggu, saya benar benar sudah merindukan kehadirannya di samping saya.”

“Dia adalah orang yang membuat saya tidak pernah merasa kesepian, memang gaya berbahasanya berbeda dengan keluarga Diwangsa lainnya, tapi itulah yang menjadi ciri khasnya dan keluarga saya tidak pernah mempersalahkan hal itu.” jelas Casandra.

Tidak ada pembicaraan lagi. Mulutnya enggan mengeluarkan suara, begitu juga dengan Casandra, keduanya sama sama diam menikmati malam ini.

“Hanya ada rembulan, tidak ada bintang yang menemaninya.” ucap Casandra tiba tiba.

Desember || Jaeminjeong (END)Where stories live. Discover now