Cerita

1.2K 346 85
                                    

Vishal tidak tahu di bagian mana, tapi ada yang aneh dari kawan-kawannya. Sagita, juga Kasta. Dan itu merujuk pada sesuatu yang dikhawatirkannya beberapa waktu lalu.

"Nggak ada yang berubah, Vi. Kasta sama gue gini-gini saja, kok," Sagita berkilah saat Vishal bertanya. "Ya kali gue jadian tanpa bilang-bilang kalian."

Untuk suatu alasan Vishal yakin ucapan Sagita tidak sepenuhnya benar. Entahlah. Instingnya terus menggiring pada sesuatu yang justru bertentangan dengan pengakuan Sagita.

"Lu berdua, dicariin ternyata lagi mendekati zina, ya."

Sagita menyikut perut Kasta. Wajahnya cemberut. Kesal karena datang-datang langsung bicara sembarangan.

"Gila, sakit banget! Anjir."

Kasta mengaduh sambil memegangi perut. Vishal dan Sagita tahu, dia cuma pura-pura.

"Beneran sakit, aduh."

Kasta mulai jongkok. Ringisan wajahnya makin ditimbulkan. Ia menggigit bibir bawah, tangannya terus berada di perut. Sesaat Sagita dan Vishal saling lirik. Berbeda dengan Vishal yang memutar bola mata, Sagita langsung ikut jongkok. Air mukanya berisi kekhawatiran.

"Sorry, Kas. Gue kira nggak akan sesakit itu. Ke UKS, yuk."

Sagita terlihat begitu senewen. Matanya memancarkan kepedulian. Rasa bersalah terbit di rona wajah. Bahkan Vishal yakin sekali, penyesalan menyorot sempurna dari matanya.

Kasta kini bukan hanya jongkok. Cowok berkumis tipis itu mulai merebah di lantai koridor. Wajahnya masih meringis dengan tangan tetap di perut.

"Kayaknya kena bekas jahitan."

"Jahitan? Lo habis ngapain, Kas?"

Mata Sagita mulai berkaca-kaca. Tangannya gemetar memegangi Kasta. Ia memeriksa keadaan lebih saksama. Dengan penuh hati-hati ia memindahkan tangan Kasta dari perut. Membuka kancing kemeja pertama dari bawah, kedua, dan ketig ...

"TOLONGGGGG. GUE MAU DIPERKOSA SAMA SI BURHAN!"

Kasta langsung terbahak setelah berteriak. Sagita menyadari telah kena tipu. Dengan geram ia menonjok kepala Kasta sampai terbentur lantai. Tidak ada keraguan, ia juga menambahkan gaplokan di pipi sambil misuh-misuh.

"Taik!"

Kasta terkikik meski kepala dan pipinya nyeri. Lalu tanpa diduga, si badung ini mengangkat kemeja yang kancingnya sudah dibuka Sagita. Dan roti sobek pun terpampang di sana. Rapi. Menggiurkan. Mulus.

"Kastaaa. Auroramu!"

"Pengin foto, dong, Kas."

"Itu silikon apa beneran otot? Ya ampun, sini pegang dulu."

Kasta langsung menurunkan kembali kemejanya. Baru sadar jadi bahan gunjingan oleh beberapa gadis yang kebetulan lalu lalang. Diliriknya Sagita. Gadis itu membuang muka. Kasta sempat melihat kilatan jengkel di matanya. Maaf ralat. Bukan jengkel, lebih kepada ... kecewa?

"Buat lu gratis dan ikhlas, Git. Sini pegang." Kasta mengusap-usap otot perutnya. Berusaha bercanda lagi. "Ish, malah cemberut. Makin gemas, tahu."

Kasta mencubit pipi Sagita. Cewek itu ingin menjitaknya sekali lagi tapi ia tahu hal itu tidak akan menghentikan ketengilannya. Buru-buru ia beringsut. Berharap wajahnya yang memanas tidak disadari siapapun.

Tanpa Sagita sadari, sepasang mata menyaksikannya dengan hati berdenyut. Ia bahkan berandai-andai, seandainya ia yang ada di posisi Kasta, pastilah bahagia. Tidak remuk begini menyaksikan gadis itu dimabuk pesona Kastara Prabu.

They Did ItWhere stories live. Discover now