9 - Avoid

74 47 3
                                    

Percayalah bahwa seseorang yang terlihat buruk di depan belum tentu hatinya juga sama.

***

Setelah mendengarkan kalimat Arimbawa tersebut, Clarissa menjadi ngeri. Arimbawa terlihat berbahaya dari tatapannya. Clarissa masih ingin untuk hidup normal layaknya remaja lainnya dan berada di lingkup hidup Arimbawa bukanlah pilihan yang tepat. Ia menggeser sedikit posisi duduk agar menjauh dari Arimbawa lalu tertawa renyah.

"Hahahaa udah Kak udah, semua udah jelas. Aku gak pingin tau privasi Kakak lebih jauh. Kakak tenang aja, masalah tadi gak akan aku ceritain jadi kita damai ya Kak. Kakak gak perlu waspada sama aku. Aku orang baik kok, seriusan." Kata Clarissa mencoba santai saja padahal dalam hati sudah ketakutan.

Arimbawa menatap Clarissa dengan lekat sedangkan gadis itu sendiri memilin-milin kedua tangannya. Entah mengapa setelah ucapan Arimbawa barusan, Clarissa menjadi merasa canggung dan sedikit takut pada Arimbawa. Laki-laki itu menyeramkan dan susah ditebak. Gadis itu takut jika aib keluarganya bisa dibongkar oleh Arimbawa jika ia semakin berurusan dengan laki-laki itu. Untuk menghilangkan kegugupannya, gadis itu meraih remote TV lalu menyalakannya. Ia pura-pura fokus pada layar, meskipun ia masih merasa bahwa Arimbawa terus menatapnya lekat.

"Kak." Panggil Clarissa saat beberapa menit ia dilanda rasa takut berhadapan dengan Arimbawa. Bukankah dari awal pertemuan mereka, Clarissa sudah merasa takut pada laki-laki itu?

"Iya?" Jawab Arimbawa dengan nada tenangnya namun malah terdengar horor di telinga Clarissa.

"Aku suka sama seseorang dan orang itu bukan Kakak. Aku harap Kakak ngerti tindakan apa yang harus Kakak lakuin ke depannya." Kata Clarissa dengan satu tarikan napas.

Arimbawa terdiam. Ia semakin menatap Clarissa lekat. Ia mengerti ucapan gadis itu. Itu pertanda bahwa ia tidak bisa melangkah lebih jauh lagi ke dalam kehidupan gadis itu.

"Siapa?" Tanya Arimbawa mencoba tenang padahal ada sesuatu dalam dirinya yang ingin diluapkan setelah sekian lama ia tidak pernah tersulut oleh amarah.

"Ada seseorang dan itu privasiku." Ujar Clarissa tidak mau menatap Arimbawa.

"Saya belum mau menyerah." Tekan Arimbawa yang membuat kedua bahu Clarissa menegang mendengarnya.

Mengapa susah sekali untuk tidak berurusan dengan Arimbawa lagi? Apa ia sudah terlanjur salah jalur ya dari awal?

"Terserah Kakak, yang jelas aku sayang banget sama orang lain dan itu bukan Kakak. Dia udah lama ada di hati aku Kak, sebelum aku kenal Kakak."

Arimbawa diam-diam mendecih sinis. Ia diam dan mengedarkan pandangan menatap seluruh ruangan tamu tersebut. Hingga matanya berhenti di beberapa bingkai-bingkai foto yang tersusun rapi di sudut ruangan di rak bertingkat kotak-kotak tersebut. Ia kembali menampilkan senyum meremehkannya. Selama ini Arimbawa adalah orang yang tenang lalu mengapa hanya karena penolakan Clarissa, laki-laki itu merasa begitu emosional? Apa ia sudah jatuh terlalu dalam pada gadis itu?

Di tengah keheningan itu, Arimbawa mengeluarkan ponselnya yang terus-menerus bergetar. Ada seseorang yang meneleponnya. Ia melirik Clarissa sebentar dan Clarissa yang mengerti pun memberi tatapan mempersilahkan. Sembari Arimbawa menelepon dan memilih menjauh sedikit dari posisi Clarissa, gadis itu menghirup oksigen dengan rakus.

Astaga, apa yang sudah ia lakukan? Mengapa ia sungguh berani menolak seniornya itu? Bagaimana jika nasibnya akan berakhir dengan seseorang yang pernah menantang Arimbawa tersebut? Clarissa mengetuk kepalanya pelan.

"Dodol banget sih lo karna secara gak sengaja udah mainin dia, mati lo sekarang." Makinya pelan.

Tak lama kemudian Arimbawa kembali dan Clarissa kembali pada mode santainya. Gadis itu ingin bertanya siapa penelepon tersebut, namun ia takut berurusan dengan Arimbawa terlalu jauh lagi.

BEHIND THE SELLERWhere stories live. Discover now