Bayang

932 98 2
                                    

Muak, benci, kecewa. Apapun kata yang mendeskripsikan betapa buruknya suasana hati Renjun. Hidup dibawah bayang-bayang mendiang kakaknya selama sepuluh tahun. Ya, terhitung sudah sekian lamanya ia yang tak tahu apa-apa harus rela menelan konsekuensi. Kedinginan rumah, kemurungan orang tua.

Kurang keterlaluan bagaimana lagi?

..

"Mau kemana?"

Renjun menoleh saat dirinya berhasil memakai jaket kulit hitam. Disebrang sana berdiri sosok sang ayah dengan baju santai. Menatap Renjun.

"Nyabu." balas Renjun asal.

"Renjun!"

Si pemilik nama menghela napas, "main, kenapa? gak boleh?"

"Jangan sama Jaehyun, mending kamu diem. Atau-"

"Ayah!" Renjun berseru lantang. Tangannya terkepal disisi masing-masing tubuhnya.

"Jangan bilang ayah sama bunda tahu yang terbaik buat aku. Kenyataannya kalian cuek, gak pernah perhatiin aku. Tiap pagi apa kalian berdua sadar ada aku di meja makan? apa kalian pernah nyelipin nama aku di otak kalian? kalian cuma bisa ngatur aku biar sama kaya standar kalian. Aku muak yah, ini udah sepuluh tahun dan kalian masih terbayang-bayangi kakak?"

"Renjun!"

"Gak! dengerin aku! tolong yah, mau sampe kapan aku hidup dibawah bayang-bayang kakak? ini aku, Renjun bukan Winwin. Aku bahkan gak tahu gimana kejadian itu tapi apa sisa hidupku harus gini terus, hm? jadi bayangan kakak, gak pernah dianggap sama kalian, tapi kalian terus ngatur-ngatur aku. Aku ini anak kalian bukan sih?"

Kini dua laki-laki berbeda usia itu menjadi perhatian seluruh mata di rumah ini. Bunda yang berdiri tak jauh dari tubuh ayahnya menggigit bibir, entah menahan tangis atau amarah. Asisten rumah yang sudah tinggal sebelum Renjun lahir hanya menatap prihatin pada sang majikan muda.

"Renjun .." panggil bunda lemah.

Renjun menggeleng. Ia membalikan badan lalu melangkah lebar meninggalkan rumah yang selama ini terasa mencekik dirinya. Terus berjalan sampai berhenti di depan sebuah motor hitam. Mimik wajah Renjun datar, namun si pemilik motor tahu arti dibalik ekspresi tersebut.

"Sorry gue nguping, berangkat sekarang?"

"Iya."

..

"Bang, gue nginep dong."

Jaehyun mengangguk, ia tersenyum sambil melangkahkan tungkainya pada Renjun yang duduk di lantai.

"Boleh." jawab Jaehyun. "Tanpa izinpun lo boleh nginep disini, semau lo, sebutuh lo."

"Jangan gitu, gue gini-gini juga punya malu." sanggah Renjun membuat Jaehyun tertawa.

Kemudian hening, Renjun yang bermain sosial media dan Jaehyun yang berperang batin. Jujur setelah mendengar pertikaian Renjun dan ayahnya tadi, hati Jaehyun seperti terketuk menyadari bahwa di alam bawah sadarnya, selama ini dirinya juga sering membandingkan Renjun dan mendiang Winwin. Seperti kebiasaan mereka, wajah, sifat. Tapi ada setitik perasaan lain yang baru Jaehyun sadari kali ini.

"Renjun."

"Hm."

Sungguh, Jaehyun takut menyesal jika mengaku. Ia takut Renjun marah atau yang lebih menakutkan menjauhi dirinya.

"Apaan sih?"

"Gue minta maaf."

Awalnya Renjun menatap bingung kawan orok Winwin yang sekarang menjadi orang terdekatnya juga. Jaehyun yang meminta maaf tiba-tiba, apakah laki-laki ini memakai sikat giginya lagi dengan diam-diam? atau ..

Oh, atau ... Renjun berdecih kecil sembari memalingkan muka. Mengacak rambut frustasi sambil mengerang kecil. Hal itu tak luput dari pandangan Jaehyun yang buru-buru meraih kedua tangan Renjun dan menggenggamnya.

"Gue minta maaf, maaf banget. Tanpa gue sadari selama ini gue juga sering bandingin kalian berdua, cara kalian besikap, wajah kalian, kebiasaan kalian. Maafin gue ... "

"Udahlah, gak usah minta maaf."

"Dengerin dulu!" potong Jaehyun cepat.

"Selama gue kenal lo, selama itu juga tanpa sadar gue suka bandingin kalian. Tapi percaya Renjun, gue gak pernah sekalipun mengaggap lo pengganti Winwin. Semakin gue bandingin, semakin beda juga kalian di mata gue. Gue gak pernah punya perasaan khawatir berlebih selama sama kakak lo, gak merasa gue wajib ngelindungi dan ngejaga kaya yang gue lakuin ke lo. Gak seterbuka gue ke lo."

"Bang ..."

"Rasanya beda, Renjun. Gue ngaggap Winwin cuma temen, beda sama ke lo."

"Bang ... udah cukup."

Jaehyun bungkam. Ia tatap Renjun yang menunduk. Helaan napas keduanya bersahutan di tengah sunyinya malam. Renjun menghela napas berat sebelum kepala bersurai hitam itu terangkat, menampakkan wajah dan mata yang memerah. Bibir itu empunya gigit. Dengan segera Jaehyun meraih Renjun kedalam dekapan hangatnya. Dan saar itu juga tangisan Renjun pecah. Laki-laki itu meraung dengan sangat menyayat hati. Tangisan puncak dimana Jaehyun tahu Renjun berada dalam batasnya. Jaehyun mengerti, bahkan lebih dari itu. Ia tepuk-tepuk kecil kepala Renjun. Biarlah bahunya basah, biarlah lengannya kebas, asal si kecilnya puas, agar Renjun lega.

..

"Gue malu, lo kaya lagi nyatain perasaan." lirih Renjun. "Disamping itu gue juga cape, kayaknya semua orang masih berkabung dan nganggap gue kak Winwin."

Jaehyun tersenyum, ia genggam kembali lengan yang ukurannya berbeda dengan miliknya itu. "Gue minta maaf untuk itu, tapi Renjun, sisi positif dari gue yang suka bandingin kalian berdua adalah gue sadar ... gue anggap lo jauh lebih berharga dari Winwin."

"Bang Jaehyun!"

Jaehyun tertawa kecil, "aduh abis ini gue jangan dijauhin ya walau lo nolak gue."

"Siapa yang nolak?" sambar Renjun cepat.

Perasaan meledak yang menyenangkan menyerang Jaehyun, Renjun juga. Mereka sama-sama tersenyum malu sebelum kembali berpelukan. Renjun kembali menangis yang Jaehyun tak tahu untuk alasan apa. Namun lagi-lagi, ia menepuk-nepuk kepala Renjun sebagai upaya menenangkan.

"Makasih." lirih Renjun. "Gue gak bakal jauhin lo, gue tetep bakal andelin lo jadi satu-satunya orang, bang. Jangan bosen gue repotin."

"Dengan senang hati, Renjun. Repotin aja gue." Jaehyun tersenyum.

"Jadi kita pacaran, kan?"

Renjun mengulus senyumnya atas pertanyaan Jaehyun.

"Menurut lo? udah ah awas, gue mau masak mie."

"Yah, jawab dulu! Renjun!"

Jaehyun ikut bangkit dan meyusul Renjun yang terlebih dahulu sudah menuju dapur. Ia rangkul erat tubuh kecil itu sambil menahan euphoria luar biasa dalam dadanya.

Flower Season 2 Where stories live. Discover now