CHAPTER 13: MEMORIES

108 18 3
                                    

Ayaka Natsumi hidup sebagai seorang anak tunggal dari keluarga kaya raya. Hidupnya tak pernah kekurangan berkat kerja keras orang tuanya. Sang ayah bekerja sebagai pengacara terkenal sedangkan sang ibu adalah seorang dokter rumah sakit.

Dua gen jenius tersebut pun menurun pada isi otak Ayaka. Gadis bersurai ungu tersebut mewarisi otak brilian kedua orang tuanya. Tak heran ia selalu mendapat pujian di sekolah maupun tempat les. Berkah dari Tuhan itu makin lengkap karena Ayaka memiliki paras yang manis nan cantik.

BUG! BUG! BUG!

Langit biru mewarnai aksi pengeroyokan di atap sekolah. Beberapa anak tampak meriksak Ayaka. Mereka bahkan tak segan menjambak, memukul hingga menendang gadis mungil itu.

Bukan tanpa alasan anak-anak itu melakukannya.

"Mati saja kau anak pembunuh!" salah seorang dari mereka berkata.

"Ini aneh... uhuk!" Ayaka mulai kesulitan bernapas sebab dadanya berkali-kali menerima tendangan. "Bukankah kita teman?"

Para anak di depan saling pandang, seakan kosa kata tersebut tak pernah ada di kamus hidup mereka. "Mana ada yang mau berteman dengan anak seorang psikopat sepertimu?!"

BUG! BUG! BUG!

Aksi pengeroyokan itu berlanjut. Ayaka Natsumi sudah tidak tahan lagi. Namun, meski begitu ia tidak pernah menyalahkan apalagi membenci sang ayah yang beberapa hari lalu ditetapkan sebagai tersangka kasus pembunuhan.

Futaro Natsumi, seorang pria muda yang umurnya hampir menyentuh kepala tiga itu tidak kuasa ketika sang istri ditabrak sebuah mobil. Istrinya, Ayame Natsumi langsung dilarikan ke rumah sakit dan dinyatakan mengalami patah tulang di beberapa titik.

Dan siapa sangka, pelaku penabrakan tersebut adalah lawan klien Futaro sendiri dalam sebuah persidangan. Sebelum sempat membela diri, ayah Ayaka pun tanpa ragu menghunuskan pisau lipat tepat ke perut sang pelaku hingga tewas.

Semua terjadi begitu cepat. Hingga tahu-tahu Ayaka didatangi neneknya yang terlampau perfeksionis ke rumah, Ume. Ia tak pernah menyukai Ayaka setelah kejadian penusukan tersebut. Baginya, keberadaan Futaro dan Ayaka hanyalah sebuah aib bagi keluarga.

Lantas tiada hari tanpa penyiksaan, itulah yang ia lakukan pada cucu manisnya. Ayaka Natsumi harus hidup di dalam neraka tanpa sosok ayah dan ibu yang mendekapnya.

"Kenapa ini harus terjadi padaku?" gumam gadis kecil itu saat tersadar dari pingsan. Hal pertama yang dilihatnya adalah pemandangan langit senja.

"Kau sudah bangun?"

"Huh?" Ayaka memaksakan dirinya untuk duduk lalu menangkap sosok anak lelaki bersurai pirang di depan.

Anak itu memandangi Ayaka sambil mengemut permen loli rasa stroberi. Alis gadis itu turun, mencoba mengingat siapa sebenarnya sosok anak lelaki itu. Segera tak mendapat jawaban, ia pun langsung dikejutkan dengan tubuh teman-temannya yang teronggok di sekitar.

Tubuh mereka penuh lebam. Dan Ayaka yakin seratus persen bukan dirinya yang menyebabkan itu.

"Aku yang mengalahkan mereka untukmu." Si lelaki bersuara lagi. Kali ini dia tersenyum. "Aku Mikey. Kelas 3."

"Eh, uh? Aku ... Ayaka Natsumi. Kelas 2," balas Ayaka kikuk. Entah mengapa, sosok Mikey yang tersenyum dengan latar langit senja begitu keren di matanya.

"Kenapa kau tidak melawan? Aku bosan memperhatikanmu dari tadi," celetuk Mikey bingung.

"Aku ini tidak bisa bertarung tahu," gerutu Ayaka sembari mengerucutkan bibir.

"Oh, kalau begitu apa kamu mau bergabung dengan dojo keluargaku?" Mikey seketika menawarkan sesuatu yang sebelumnya tak pernah Ayaka pikirkan.

🌼

Berat. Rasanya kelopak netra Eve berat sekali. Sebagian ingatannya menghilang dan kini ia terbangun di sebuah ruangan yang asing. Gadis itu pun celingukan, mengira dirinya diculik.

Eve bangkit dari sofa lalu berjalan sambil mengepalkan kedua tangan ke depan. Takut-takut ada si penculik memunculkan diri.

Kriet....

BUG!

Pintu sebuah ruangan seketika terbuka bersamaan dengan melayangnya pukulan si gadis ke wajah si pelaku. Otomatis si pelaku pun langsung tumbang ke lantai sambil memegangi hidungnya yang merah akibat mendapat kejutan dari sang tamu.

"Aw! Aw! Sakit sekali!" ringisnya sambil berguling-guling.

Eve seketika membelalakkan matanya. Ia pun berteriak, "Chifuyu! Astaga!!"

Dengan tergopoh, Ayaka Natsumi pun langsung memapah si lelaki ke atas sofa. Dan dengan percaya diri ia mulai menggeledah ruangan itu demi menemukan kotak P3K. Meskipun terkenal barbar, tapi Eve menguasai teknik-teknik pengobatan luka luar berkat ibunya.

Sementara itu, Chifuyu hanya menatap telapak tangannya dalam diam. Di sana ada darah yang menempel. Gadis ini benar-benar seperti gorila pikirnya syok.

Eve kembali ke hadapan Chifuyu sembari menenteng kotak P3K. Ia pun langsung menyemprotkan cairan antiseptik ke hidung lelaki itu. Tentu saja Chifuyu meringis perih.

"Hei, hentikan!" sahutnya.

Eve tidak mau dengar. Ia malah mendorong lelaki itu hingga punggungnya bertemu dengan sandaran sofa. "Berisik! Aku sedang berusaha mengobatimu!" sentaknya balik.

Chifuyu terdiam. Hatinya luluh begitu mendengar jawaban Ayaka. Ia pun akhirnya mengalah dan membiarkan gadis itu melakukan tugasnya hingga selesai. Tentu saja Chifuyu tidak bisa fokus karena dipaksa memandangi wajah Eve dari jarak yang terlampau dekat.

Jika dia bisa terbang ke Surga mungkin inilah rasanya.

"Nah selesai," ujar Eve, meninggalkan sebuah kain kasa yang menempel sempurna di batang hidung pasiennya.

"Terima kasih." Chifuyu tersenyum. Mendadak ia lupa berkat siapa wajahnya jadi mengoleksi memar baru. "Kau sudah tidak apa-apa?"

Eve mengernyit. "Memang tadi aku kenapa? Aku bahkan tidak ingat apa-apa."

Itu berarti ... dia tidak ingat saat menciumku? pikir Chifuyu kecewa. Yah mau bagaimana lagi sih? Dia kan begitu karena mabuk.

Si lelaki menghela napas, berusaha mengusir harapan bodohnya. "Kau tadi mabuk lalu kubawa ke sini."

Eve sekarang kembali membelalakan mata. Gadis itu langsung ingat kalau ia tak sengaja meminum kaleng minuman yang dilempar para preman. Maka ia buru-buru mencium bau napasnya sendiri, takut ada sisa aroma alkohol yang tersisa. Bisa-bisa neneknya akan menyiksa gadis itu lagi jika aromanya masih pekat.

"Maaf merepotkanmu, Chifuyu!" Eve membungkuk sembilan puluh derajat di depan temannya itu.

Chifuyu mengangguk, sama sekali tidak mempermasalahkannya. Malah, dia senang karena berhasil membawa Eve ke dalam apartemennya meski tidak sengaja. Lantas benak lelaki itu kembali mengingat tentang rapat Tokyo Manji sehari lagi.

"Hm, Eve karena aku telah menolongmu, apa kau bisa membantuku?" ucap lelaki itu.

"Boleh! Apa saja akan aku lakukan!" sahut Eve bersemangat.

Chifuyu awalnya ragu, tapi ia begitu penasaran. "Dari mana kau tahu kalau orang Kisaki Tetta adalah sosok yang berbahaya?"

Tokyo Revengers EveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang