prologue - sihir terlarang

268 44 20
                                    

"..Jiwa sebagai bayaran akan kekuatan besar yang--" suara serak itu berhenti ketika ia merasakan rasa sakit yang amat sangat. 

Dalam sekejap darah pekat keluar dari mulutnya, tubuhnya tak dapat menahan kekuatan besar yang menyerangnya. 

Ia tahu betul, bahwa ritual ini gagal total. 

Jiwanya tak cukup kuat untuk menahan kekuatan ini.

Sampai akhir, ia akan dikenal sebagai 'produk gagal' dan 'hal yang memalukan' bagi keluarga Alatus. 

Di saat dimana kesadarannya hampir meninggalkannya, sejenak ia terpikir akan sosok keluarganya. Perlukah ia mengucapkan selamat tinggal? 

Apa mereka menganggap ia cukup penting untuk mengharapkan selamat tinggal darinya? 

Sebelum kesadarannya menghilang sepenuhnya, dengusan penuh kepahitan keluar dari dirinya. 

Aku benci segalanya.

°•°•°•°


Matanya terbelalak, jantungnya berdetak begitu kencang, seakan dapat meledak kapan saja. Ia berusaha menarik nafas, namun udara yang gratis seakan sungguh sulit untuk didapatkan. 

"..sial, apa-apaan ini? Aku kan tidak punya asma--" keluhnya sambil mengernyitkan dahi. 

Dirinya terbatuk darah, membuat figur bersurai putih itu terkejut. "..darah?" 

"Astaga aku kenapa-" ucapnya terkejut, menatap raganya yang terlihat rapuh dan pucat. 

Sejak kapan jarinya selentik ini? Ia tak mengerti, namun setelah perhatiannya tertuju pada sekitarnya. Ia dapatkan dirinya dalam ruangan yang tidak ia kenali. Ruangan gelap terbalut tirai biru tua berbahan velvet. Di meja dekatnya dipenuhi dengan tumpukan buku tebal. 

"Rumah hantu?" 

Tapi aku kan takut hantu, gak mungkin ke rumah hantu..

Ia memutuskan untuk berdiri dan mencari clue akan situasinya saat ini, namun saat ia menggerakan tubuhnya, dadanya terasa panas. Seakan jantungnya terbakar. Ia merasakan seperti ada sesuatu yang mengalir dengan cepat. Saat ia sadari, kemeja putihnya telah berlumur darah merah. 

"......" 

Dengan penuh jerih payah, ia berhasil mengangkat tubuhnya, walau nafasnya menderu karena rasa sakit di tubuhnya, ia memaksakan diri untuk menatap bayangan dirinya di cermin panjang. 

Surai putih dengan model potongan yang unik, seakan rambut itu pendek dari depan padahal di kuncir di belakang. Manik biru kehijauan, seakan itu adalah sebuah lautan terpantul dengan indah dari cermin. Walau di bawah mata yang indah itu terdapat lingkaran hitam pekat yang tidak dapat disamarkan. 

Bibir yang pucat, dan tubuh yang sedikit kurus untuk kelas bangsawan? Aristokrat? yang pasti orang berkelas membuatnya terlihat menyedihkan. 

Namun tetap saja, tampan. Batinnya. 

Ingin rasanya Khai menunjukan reaksi klise saat memandang pantulan di cermin yang seratus persen bukan dirinya. Namun entah, mungkin karena terlalu terkejut, ia hanya dapat terdiam dan menatap refleksinya lagi. 

Kemeja putih sederhana namun elegan membalut tubuhnya dengan sempurna, namun sayang, noda darah mengotori pakaian putih itu. Celana panjang hitam yang cukup sederhana sukses memamerkan kaki panjangnya yang indah. 

Kalau tampangku bener-bener kaya gini sih, udah jadi member boyband deh. Batin Khai, dengan ragu ia menyentuh wajah barunya itu. 

Ia benar-benar tak mengerti apa yang terjadi, yang jelas sepertinya setelah ia tergelincir dari atap dan sepertinya terjatuh lalu sepertinya tertusuk sesuatu, ia malah menjadi orang lain. 

Ia berusaha tenang, karena jujur saja, ada hal yang tak asing dari segala hal ini. Salah satunya adalah lambang keluarga yang terpajang di dinding. Ornamen perak berbentuk sayap dan pohon Alatus dengan burung phoenix di atas tengah emblem itu seakan tak asing. Ia yakin ia pernah melihatnya namun dimana kira-kira? Ia tak terlalu ingat. 

Ia menelusuri meja kerja yang bertumpukkan buku-buku itu, mencari sebuah petunjuk untuk menjawab rasa bingungnya. Di buku-buku itu tak tertulis namanya. 

Namun hal menarik yang ia dapat dari tumpukan buku-buku itu adalah, semua buku tersebut adalah buku sihir. Kenapa ia bisa tahu? Karena banyak ilustrasi mantra-mantra dan lingkaran sihir di buku itu. Dan walau ini aneh, tapi ia dapat mengerti bahasa yang tertulis di buku itu. 

Ia membuka laci dari meja itu, terdapat beberapa amplop undangan yang terbengkalai begitu saja, 'Zane Alatus' 

Itu nama yang tertulis di amplop-amplop itu. 

"Namanya keren, kaya bukan orang kita.." gumamnya. 

Namun seketika sesuatu menyadarkannya. 

Zane Alatus? Surai putih? Lambang sayap, pohon dan phoenix? Itu kan.. 

Ini… dunia novel??? 

°•°•°•°

// Author's note //

Hi! Lama ga ketemu ya? Hehe I'm back with an original story now! Semoga kalian bisa sayang sama MC kita Zane ya 🥺❤️

Btw ini si zane

Btw ini si zane

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
The White Haired HypocriteTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang