3 - aku kau, kau aku

84 24 15
                                    

"Hey" seru seseorang.

Ruangan hampa yang berwarna putih polos mengelilingiku, tak ada hal lain, baik atap maupun lantai, semua tak terciri, hanya putih polos seperti kertas kosong.

Di depanku ada sesosok pria berambut putih dengan manik turquoise yang menatapku tanpa emosi.

"Kau.."

"Akhirnya kita bisa berbincang, kau pasti bingung kan?" Ucap sosok itu.

"Zane, kau Zane kan?" Tanyaku.

"Heh.." tawanya. Orang itu kini merubah tampilannya menjadi seseorang yang sangat familiar.

Bagaimana tidak? itu adalah sosok diriku. Sosok fisik dari 'Khai'.

"Sekarang aku adalah Khai." Ucapnya.

"Hah?! Lalu aku?!"

"Yah, tentu saja kau adalah Zane." Jawab orang itu sambil tertawa.

"Mana bisa begitu! Kok tiba-tiba tukar identitas? Apa yang terjadi sebenarnya?"

"Kau lupa? Kau terpeleset dari atap dan seharusnya mati. Namun jiwaku merasuki tubuhmu. Akupun begitu, aku gagal melakukan ritual itu, namun jiwamu masuk ke tubuh Zane dan itu menghindarkan kita dari kematian." Jelasnya.

"Kalau begitu- bagaimana cara bertukar kembali? Aku ingin pulang, ponselku-"

"Sayangnya..Khai, ah tidak, kini kau adalah Zane.. aku tidak ingin memberikan tubuhmu kembali." Ucap orang itu dengan seringainya. Rasanya aneh untuk melihat tubuh yang biasa bergerak sesuai kemauanku kini bertingkah asing seperti itu.

"Kenapa begitu? Tubuhmu yang ini kan tampan! Sini balik-"

Ekspresi dari orang dihadapan ku menjadi sedikit lebih cerah, seakan menemukan sesuatu yang menarik, "Haha, terima kasih atas pujiannya. Tapi, setampan apapun itu, standar dunia itu terlalu kejam untukku kan?" Jawabnya sambil tersenyum simpul.

"Dibenci hanya karena kondisi tubuh yang tak pernah dapat aku pilih, aku muak selalu menjadi orang yang diharapkan tak pernah ada." Ucapnya sambil menatapku dengan datar.

"Tapi disini berbeda, di tubuhmu, juga duniamu, aku tidak dibenci karena fisikku. Yah, bukannya tidak ada masalah, aku tahu betul hidupmu juga sama berantakannya denganku, tapi setidaknya aku dapat merubahnya, oleh karena itu.. bolehkan jika kau merelakan kehidupanmu disini untukku?" Ujarnya sambil menatap lurus ke arahku, manik kami bertemu, rasanya aneh bahwa tatapan yang biasanya milikku itu kini menatapku dengan cara yang tak pernah kulakukan.

"Kau bercanda? Aku mana bisa-"

"Kau bisa." Ujarnya memotong pembicaraanku.

"Kau bahkan menjawab Aldwyn dengan sempurna tadi. Aku yakin jika itu dirimu, kau pasti bisa, Zane." Ujarnya.

"Jadi sekarang aku benar-benar Zane? Dan kau adalah Khai? Tidakkah ini benar-benar memusingkan? Bertukar identitas seperti ini? " tanyaku merasa bingung dan pusing.

Sejujurnya alasan terpeleset dari atap adalah karena aku sedang memikirkan haruskah aku mengakhiri hidupku. Karena itu, aku tak punya hak untuk meminta kehidupanku kembali. Aku tahu itu, tapi apakah benar begini jalannya?

"..apa kau yakin ini akan baik-baik saja?" Tanyaku padanya.

"Aku sudah membaca novel itu. Ah, mungkin kau belum tahu, tapi aku sudah berada di tubuhmu selama hampir satu tahun" ujarnya.

"Hah?!"

"Hm, tandanya aku terbangun duluan atau dimensi ruang dan waktu kedua dunia ini berbeda. Yah intinya, aku sudah beradaptasi dengan dunia baru ini. Disini aku juga sudah membaca novel dimana diriku adalah salah satu antagonis di novel itu, benar-benar sialan, hanya untuk seorang tokoh utama aku harus menderita? Hah- jangan bercanda, kehidupanku terasa seperti neraka karena buku bodoh ini!" Omelnya kesal.

Aku tak tahu apa yang harus kukatakan. Karena itu aku hanya terdiam. Jujur, aku merasa sedikit bersimpati pada orang yang sedang menggunakan penampilanku itu.

"Aku merasa hidupku yang sekarang lebih baik, karena awalnya ini bukan hidupku. Aku jadi dapat melihat segala hal dengan lebih objektif. Aku yakin kau juga akan sama di sana." Ucapnya sambil menghela nafas, senyuman pasrah terlukis di wajahnya- maksudku, wajah yang dahulu milikku itu. Aku masih terkejut dengan bagaimana penampilan yang seharusnya milikku kini, walau masih berbentuk sama, namun perangainya berbeda, membuat aura disekitarnya terasa berbeda pula.

"Karena itu, tolong terimalah permintaan egoisku satu kali ini saja. Aku berjanji tidak akan menyia-nyiakan hidup yang kau berikan padaku." Ucapnya, kini permohonannya terdengar tulus. Manik abu kecoklatan itu menatapku dengan tatapan yang berisikan harapan.

"Aku bisa membuat tubuh ini mendapatkan penghargaan dan apapun itu, kau tahu bahwa pada dasarnya aku berbakat kan?" Ucapnya padaku. Aku hanya dapat terdiam, berusaha memproses segala hal ini dengan beberapa sel otakku yang masih bekerja.

Sejujurnya aku mengerti, hidup dengan memandang segala hal secara objektif itu jauh lebih mudah. Aku berada di tubuh Zane seperti sekarang ini membuatku menilai sekeliling secara objektif dan menghindari tindakan bodoh yang disebabkan oleh emosi.

"Tapi berjanji padaku.. jangan gunakan ilmu hitam disana, ikuti dan jangan melanggar norma yang ada, dan.."

"Jangan sakiti orang-orang yang aku sayangi disana, aku tahu mungkin mereka tidak mencintaiku, tapi setidaknya jangan sakiti mereka." Ucapku padanya, aku tak tahu ekspresi apa yang terlukis di wajahku sekarang, apa emosi yang kurasakan sekarang, rasa campur aduk antara rasa takut dan penuh harap yang membuat diriku mendorongku untuk memohon tanpa berfikir.

Dia menatapku dengan tatapan terkejut. Senyuman terlukis di wajahnya. Yah, harusnya itu wajahku.

Apa dulu aku bisa membuat ekspresi seperti itu? Batinku, sedikit terkejut akan ekspresi itu.

"Jangan khawatir, aku akan menunjukkan rasa terima kasih ku padamu dengan hidup sebaik mungkin." Ucapnya.

Aku tersenyum, "apa yang harus kulakukan dengan hidup yang sekarang kujalani?" Tanyaku padanya.

Dia tertawa kecil, "terserah. Aku tidak terlalu peduli. Berbeda darimu, aku tidak merasakan ikatan apapun pada semua orang disitu. Yah, kecuali Dillon sepertinya."

"..tapi, aku telah diselamatkan olehmu, oleh karena itu, aku berharap kau bisa hidup dengan baik. Hiduplah sesuai yang kau mau."

"Tak perlu lagi berusaha hidup sesuai ekspektasi orang-orang." Ucapnya padaku dengan tatapan yang berisikan simpati dan pengertian.

Kata-kata nya itu menyentuh kalbuku, ternyata ia tahu betul akan kehidupan yang pernah ku jalani.  senyuman lembutnya seakan menunjukan bahwa ia mengerti penderitaanku sungguh membuatku tertegun. Aneh rasanya karena aku merasakan ada orang yang membuatku nyaman, dengan wajah milikku.

Aku tersenyum, "apakah kita bisa bertemu lagi? Sepertinya kita dapat menjadi teman ngobrol yang baik." Tanyaku padanya.

Dia tertawa, tawa yang terlihat dingin namun terasa memiliki kehangatan bagikku , "siapa tahu? Aku Pun belum mengerti alasan interaksi kita hari ini, namun jika ada kesempatan lagi.."

"Mari mengobrol bersama, tentang kehidupan yang Kita jalani."

senyuman yang tak kuketahui artinya terlukis di wajah tubuh yang dahulunya adalah milikku. Walau rasa bingung masih mengisi kepalaku, setidaknya rasa sakit itu berkurang saat Zan- ah, Khai datang dan bercengkrama denganku.

aku benar-benar menghadapi krisis identitas yang cukup sulit.

// Author's note //

Yeyyy 2 chara kesukaan aku interaksii 🥺✨

The White Haired HypocriteTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang