Chapter 26: Libur

1 0 0
                                    

"Bentar ya Ri, teleponnya aku tutup dulu," ucap Andika sambil menekan tombol yang ada di handphone, untuk mematikan sambungannya dengan Riri.

Andika mengulurkan tangannya kepada Disya, gadis itu menyambut uluran tangan sahabatnya dengan canggung karena seperti telah tertangkap basah. Andika terlihat sedikit terkejut saat mengetahui orang itu adalah Disya. Apa lagi dia tadi habis telepon dengan Riri, entah kenapa ada perasaan takut di dalam hatinya, takut jika sahabatnya akan salah paham.

"Tadi aku mau ngambil kerupuk gadung," ucap Disya dengan canggung, dan tertawa hambar untuk menutupi kecanggungannya, ia menggaruk kerudungnya, padahal kepalanya tidak gatal.

Disya ingat dia habis terjatuh, dia membersihkan bajunya yang terdapat debu tanah kering yang menempel.

"Tadi ...." ucap mereka berdua secara bersama-sama.

"Kamu duluan aja Sya." Andika mempersilakan Disya.

"Tadi itu temen kamu?"

Andika tersenyum, entah kenapa dia lebih menyukai Disya mengatakan itu, daripada akan terjadi kesalah pahaman nantinya. Sebenarnya Andika ingin bertanya tentang, apakah Disya menguping pembicaraannya dengan Riri. Namun, dia tidak jadi bertanya karena tidak terlalu mempermasalahkan itu.

"Namanya Riri, temenku di Bandung."

"Aku seneng kamu punya temen di Bandung, aku merasa Riri pasti teman yang baik, walaupun aku belum pernah bertemu dengannya," terus terang Disya.

Andika mempersilahkan Disya masuk ke dalam, untuk mengambil kerupuk gadung. Awalnya tadi Disya berencana tidak jadi mengambilnya, namun karena Andika sudah mengetahui jika tadi dia sedang mengintip, maka Disya mengangguk dan berjalan ke dalam rumah nek Sumi. Tujuan utamanya tadi juga adalah mengambil kerupuk tersebut, bukan hal lain.

Disya tidak tahu jika tamu yang datang adalah papa Andika. Sudah lama sekali Disya tidak bertemu dengan Setya. Mungkin terakhir kali saat dia lulus SD, akan naik ke SMP. Saat itu Setya menjemput Andika untuk di ajak kembali ke Bandung, dan melanjutkan sekolah di sana, juga untuk melakukan pengobatan penyakit mental Andika ke psikiater.

*****

Nek Sumi berusaha mendekatkan anaknya dan cucunya. Karena mereka tidak akrab pasca insiden yang menimpa keluarga anaknya di masa lalu.

Mungkin Andika saat SMP sampai SMA kelas X pernah tinggal dengan papanya. Namun hanya ada perasaan dingin diantara mereka. Maka dari itu, Andika pindah sekolah lagi di kampung neneknya saat kelas XI SMA.

"Bu, aku ingin mengajak Andika ke Bandung saat liburan semester sudah tiba, sekalian dia sudah lama tidak bertemu dengan Ana. Anak itu mungkin tidak banyak bicara Bu, tapi aku tahu dia merindukan ibunya," ucap Setya.

Ia duduk di teras bersama dengan nek Sumi. Andika berada di kamar. Setya menginap selama beberapa hari karena mengetahui beberapa hari lagi liburan semester 2 akan dimulai.

"Ibu tahu kamu tidak pernah kesini karena ada anakmu. Kamu menghindarinya, dan hanya kucing-kucingan dengan dia. Sampai kapan perang dingin ini akan berakhir, Setya?" ucap nek Sumi.

Liburan semester 2 pun datang. Disya mengetahui kabar jika Andika akan pulang ke Bandung bersama ayahnya. Ia mengetahui itu dari ibunya yang diberitahu oleh nek Sumi.

Entah ia harus senang atau sedih. Disya membuka laci lemari kecil yang ada disamping dipan kamarnya, mengeluarkan sebuah album yang nampak sudah lama, Disya membuka album tersebut, nampak foto-foto masa kecilnya di kampung halamannya. Bersama dengan keluarganya dan teman-temannya yang masih imut dalam foto tersebut.

Ia membalik lembar demi lembar foto dengan penuh penghayatan. Melihat foto masa lalu, membuatnya dapat time traveller ke masa lalu. Sampai Disya berhenti di satu foto, memandangi foto masa kecilnya dengan anak laki-laki yang terlihat sangat tampan. Ia membelai foto tersebut. Fotonya dengan Andika sewaktu masih kecil. Membuatnya sedih sekaligus senang. Tiba-tiba ia merindukan sahabatnya.

Di rumah nek Sumi, Andika sudah menyiapkan barang-barangnya untuk dibawa besok, saat ia akan pergi ke Bandung. Ia dan papanya akan berangkat pagi-pagi sekali. Tak sengaja ia menemukan fotonya sewaktu masih kecil bersama Disya. Ia memandanginya dengan lama, kemudian tersenyum, Andika memasukkan foto tersebut ke dalam koper.

*****

Andika berjalan ke sebuah rumah sakit. Ia menyeberang jalan. Rumah Sakit Jiwa Nurani Hati, Bandung Jawa Barat itu yang akan dimasuki oleh Andika. Ia sendirian tidak ditemani oleh Setya. Ia basa basi, bertanya kepada perawat di sana. Sebenarnya ia tidak lupa dimana lokasi yang akan dia tuju.

Sambil membawa bunga mawar merah dan boneka Teddy Bear yang besar, Andika memasuki sebuah lorong panjang berbelok dan berbelok, sampai tibalah di dalam sebuah ruangan kamar nomor 501.

Ia membuka pintu kamar tersebut pelan-pelan. Melihat-lihat sekeliling kamar. Andika mengelilingkan matanya, seperti sedang mencari-cari seseorang. Berdirilah wanita paruh baya di samping jendela kamar dan sedang melihat ke arah luar. Tatapannya kosong.

Andika memasuki kamar tersebut, ia mencoba menahan tangisannya. Ia ingin mencoba kuat melihat Ana yang sangat berbeda dengan Ana yang dikenalnya dulu. Ana yang merawatnya dengan penuh cinta bersama Agilan. Kini, bisa dirasakan oleh Andika, hanya ada kekosongan di dalam diri Ana.

Berlututlah Andika di depan Ana yang menoleh ke arahnya dengan kekosongan. Bayangan-bayangan masa kecilnya yang masih ceria berkelebat di kepalanya dengan cepat. Ia kemudian mengulurkan mawar merah dan boneka Teddy Bear yang dibawanya.

Andika mengganti boneka Teddy Bear yang sedari tadi dibawa ibunya. Boneka tersebut sudah terlihat lama. Maka dari itu, Andika menggantinya dengan yang baru.

Tak kuasa menahan tangisannya, Andika berdiri dan memeluk ibunya.

"Kamu kemana aja Nak, Ibu dan Agilan, menunggu kamu disini," ucap Ana pelan sambil membelai boneka Teddy Bear yang tadi dibawa oleh Andika. Perkataan Ana membuat Andika semakin terisak.

Ana dapat mengenali Andika, karena anak sulungnya tersebut sering mengunjunginya, sewaktu Andika masih tinggal di Bandung. Andika membawa sebuah boneka saat kunjungan pertamanya saat itu. Ana langsung mengaggap bahwa boneka tersebut adalah anak keduanya.

*****

Di rumah, Disya mendengar cerita mengenai keluarga Andika dari ibunya. Sebelumnya, ia tidak mengetahui hal itu sama sekali. Ia tidak menyangka sahabatnya itu mempunyai masalah yang sangat berat, yang harus ditanggung oleh keluarganya.

Mira dekat dengan keluarga nek Sumi. Ia mengenal baik pasangan suami istri yang bernama Setya dan Ana, orang tua Andika. Setya adalah teman masa kecilnya di kampung, temannya itu merantau ke Bandung dan menikah dengan Ana, yang merupakan orang Bandung. Sehingga, setelah menikah Setya tinggal di Bandung.

Nek Sumi memiliki lima anak. Pada zaman dahulu memiliki banyak anak lumrah terjadi, jarang yang hanya memiliki satu atau dua anak. Lima anak saja terkadang masih dianggap sedikit untuk ukuran orang zaman dulu. Beberapa anak nek Sumi tinggal dekat dengan rumahnya. Namun nek Sumi memilih hidup sendirian ketika semua anaknya sudah mulai membina rumah tangga, dan memiliki rumah sendiri-sendiri.

Disya masuk ke dalam kamar, ia kemudian membuka foto masa kecilnya lagi dengan Andika. Ia ingin Andika kembali ke sini. Ia memeluk foto tersebut, menghembuskan napasnya dengan berat. Ia sekarang mengerti mengapa Andika mengidap kleptomania, sehingga mencuri barang-barang tidak bernilai milik teman-temannya sewaktu masih SD. Ternyata itu adalah akibat dari masalah yang ditimpa keluarganya.

Philophobia's GirlOù les histoires vivent. Découvrez maintenant