Epilog

5 0 0
                                    

Andacha memasuki kawasan kampus dengan ceria. OSPEK telah dilewatinya. Ia kini resmi menjadi mahasiswa baru di Perguruan Tinggi yang dekat dengan kota tempat tinggalnya. Disya hanya memandang sahabatnya aneh, karena Andacha merentangkan kedua tangannya di depan gerbang masuk kampus.

"Udah, udah, malu, dilihatin orang," bisik Disya, membuat Andacha hanya nyengir kuda. Ia menggeret Disya masuk.

"Andacha, Disya!" ucap Wahda dari belakang yang menyusul mereka berdua. Ia ngos-ngosan, membuat Andacha dan Disya bingung.

"Kok, kalian santai-santai aja sih, kita udah telat loh!" ucap Wahda dengan napas yang tidak beraturan. Mereka bertiga kembali berjalan masuk ke dalam kampus. Andacha dan Disya saling berpandangan.

"Ngelindur ya, ini bukan sekolah, Wahda. Kita juga beda jurusan, jangan ngaget-ngagetin deh," ucap Andacha yang gemas dengan teman satu bangkunya itu saat masih di SMABUD.

"Mampus!!" ucap Wahda sambil menepuk jidat.

"Duluan, teman-teman," ia berlari sekencang mungkin menuju fakultasnya.

Wahda masuk jurusan Ekonomi, sedangkan Andacha masuk jurusan psikologi. Disya memilih jurusan Ilmu Perpustakaan dan Informasi yang bisa dibilang jurusan sepi peminat karena tidak banyak yang tahu mengenai jurusan tersebut. Tahun ini, terdapat berita dari fakultas yang menaungi jurusan Andacha, jika jurusan yang banyak dimasuki di fakultas itu adalah Psikologi.

"Aku kira jam kos-an Wahda yang error." Disya menggeleng-gelengkan kepalanya karena masih teringat Wahda yang terburu-buru tadi.

"Gawat nih Wahda, kalau telat terus, auto dapat nilai D dari dosen nanti."

"Emang harus belajar time management ya An, nggak kayak waktu sekolah dulu," tambah Disya.

Mereka berdua kemudian menuju kantin fakultas Ekonomi, tempat jurusan Wahda berada. Karena, kemarin Wahda sempat bilang, ayam geprek di kantin fakultasnya tiada duanya.

"Sya, Andika gimana kabarnya?"

"Bentar lagi katanya bakalan masuk juga, ini baru selesai OSPEK katanya."

Telepon Andacha menyanyikan lagu nada dering. Panggilan video call terlihat di layar. Reza meneleponnya.

"Guys, kalian udah masuk kampus?" ucap Reza begitu sudah diangkat oleh Andacha.

"Idih, masih ngebo jam segini. Tak patut!!" cibir Andacha sambil geleng-geleng kepala. Ia memperlihatkan Reza yang ada di video call kepada Disya yang sedang menyeruput jus jambu. Disya mengangkat satu jempolnya kepada Reza.

"Santai, aku masuk siang nanti."

"Baik-baik di sana Za, semangat belajar, ya, bukan nyari doi," canda Disya.

"Loh, aku kan setia menunggu adik kak Andero Milano."

Andacha memutar bola matanya, bersiap untuk membalas perkataan Reza.

"Bener loh ya, kutunggu kamu Za, awas kamu kalau tiba-tiba pindah ke lain hati."

Disya hanya terkekeh melihat Reza dan Andacha jika sudah ngobrol. Ia tidak tahu, apakah kedua temannya itu akan ditakdirkan bersama. Mereka sangat akrab seperti dirinya dan Andika.

Disya membuka handphone kemudian membuka aplikasi WhatsApp, ia mencari kontak Andika. Membuka pesan terakhir, namun Disya hanya memandanginya. Ia kemudian memasukkan handphonenya kembali ke dalam tas, karena pesanan ayam geprek sudah datang, setelah lama dinanti-nanti.

Philophobia's GirlHikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin