Episode 4

93 14 2
                                    

setelah selesai makan bersama, aku berhasil kabur dari Domo. kali ini alasannya bukan karena denyutannya yang memuakkan, tapi karena atmosfer di kapal itu sama sekali tidak menyenangkan. Jarda sudah tidak marah, tapi dia menjadi diam seribu bahasa dan terus-terusan memandangiku dan Austine. itu terasa sangat aneh karena tidak biasanya Jarda merasa bersalah. jadi disinilah aku sekarang, di tempat persembunyianku dimana aku menyimpan perhiasan-perhiasan yang tidak kuberikan pada siapapun.

ketika aku sedang sibuk memilin logam, aku bisa mendengar suara langkah seseorang. bagian menyebalkan dari planet ini adalah, kamu tidak akan bisa mengendap-endap, bijih logam yang berserakan dimana-mana akan membuat langkahmu menjadi berisik.

tidak terlalu jauh, aku bisa melihat Druig yang menyeringai tipis sambil mengusak rambut hitamnya. "Aku mengganggumu ya?"

aku menggeleng pelan. melihat itu Druig melangkah mendekat dan duduk di sampingku. "Ini tempat persembunyianmu ya? aku pernah bertemu denganmu disini bersama Makkari"

"Bisa dibilang begitu," jawabku pelan.

"Kamu suka melakukan ini?" tanya Druig sambil menunjuk pilinan logam di tanganku.

"Haruskah aku menjawabnya? kamu sudah bertanya tiga kali padaku" kataku sambil tertawa kecil.

"Yah, hanya saja kamu tidak terlihat baik-baik saja" jawab Druig sambil mengangkat bahu.

"Kamu mengintip kepalaku lagi ya?" tanyaku dengan pandangan menyelidik.

"Tidak, kamu hanya terlihat seperti itu" kata Druig sambil menatapku. mata birunya menelusuri wajahku. "Kamu baik-baik saja?"

entah kenapa kalimat sederhana itu berdampak besar padaku. pilinan logam di tanganku terjatuh, setetes air mata jatuh ke pipiku. "Tidak" jawabku dengan suara pecah. lebih banyak air mata membasahi pipiku.

Tanpa kusangka-sangka, Druig tidak mengatakan apapun lagi dan memelukku. tangan besarnya mengusap punggungku dengan lembut, bukannya merasa tenang dengan perlakuan itu, aku malah makin tidak bisa menahan tangisanku. dua puluh menit aku menangis di dalam pelukan Druig, sampai-sampai aku bisa merasakan bajunya menjadi basah.

setelah puas menangis, aku melepaskan pelukan Druig. dia mengulurkan tangannya dan mengusap sisa-sisa air mataku, matanya masih menatapku.

"Ya ampun, seharusnya aku tidak begini pada seorang tamu" kataku sambil tertawa lirih. Druig ikut tertawa pelan.

"Jarda benar. kejadian hari ini adalah salahku" kataku pelan.

"Kenapa kamu berpikir seperti itu Edlyn?" tanya Druig hati-hati, ketika dia menyebut namaku suaranya menjadi lembut.

"Karena, ketika Austine tertembak, itu juga salahku" Druig masih diam mendengarkan, membuatku melanjutkan bicara, "Hari itu, aku bersikeras untuk tetap memburu Deviants, padahal Davon sedang tidak dalam kondisi untuk bertarung. dan terjadilah kejadian itu"

Druig meraih tanganku dan meremasnya, seperti sedang mencoba mengirimkan kekuatan. "Saat itu aku bodoh sekali, aku bisa saja membawa kami kabur. tapi aku malah terdiam ketakutan ketika melihat Austine sekarat"

"Hei," Druig memanggilku, membuatku menatap mata birunya. "Kamu tidak bodoh, itu wajar. kamu sedang ketakutan" kata Druig sambil menyelipkan rambutku ke telinga. "Dan juga itu bukan salahmu. Austine seperti itu karena penghuni planet ini"

"Terimakasih" kataku sambil menunduk

siang itu, Druig tidak pergi kemana-mana. dia kembali menjadi anak kecil penuh tanya yang menanyaiku ini itu soal logam-logam yang dia temukan. anehnya aku tidak merasa terganggu, pertanyaan-pertanyaan itu menenangkan perasaanku. dan anehnya, setiap pertanyaan itu membuat jantungku berdebar dua kali lebih cepat. rasanya aneh tapi nyaman. mungkin ini karena dia lah orang pertama yang mau mendengarkan isi hatiku.

ketika sore hari tiba, tanpa sadar aku sudah menyelesaikan satu buah gelang. gelang itu memiliki pilinan berupa lingkaran-lingkaran rumit. aku juga menambahkan bijih logam berwarna biru dan merah sebagai hiasan. gelang itu sangat terlihat seperti Druig. dengan debaran yang masih ada, diam-diam aku menyembunyikan gelang itu.

 dengan debaran yang masih ada, diam-diam aku menyembunyikan gelang itu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Druig's POV

Ketika hari sudah gelap, aku melangkah kembali ke Domo. Tadinya aku masih ingin menemani Edlyn, tapi gadis itu berkeras untuk tinggal sendirian, dia memaksaku untuk kembali. Aku hanya menurut sambil berpikir kalau mungkin dia memang butuh waktu sendirian.

Aku tahu bagaimana rasanya melihat seorang teman yang terluka. Masih segar sekali dalam ingatanku ketika Makkari terluka oleh Thena yang menjadi gila. Pemikiran bahwa itu adalah salahmu membuatku merasa semakin buruk. Edlyn sedang mengalami itu sekarang, dan aku harus meninggalkannya sendirian.

Ketika sampai di Domo, aku berpapasan dengan Makkari. Senyuman berada di wajahnya, dan matanya memandangku dengan pandangan serba tahunya. Tanpa mengatakan apapun, dia menggandeng tanganku dan membawaku ke ruang pertemuan. Kami berdua berdiri di depan jendela besar yang menunjukkan pemandangan di luar. Dari situ aku bisa melihat pohon tempat persembunyian Edlyn di kejauhan.

Aku tahu kamu ingin mengatakan banyak hal, kata Makkari dalam gerakan tangannya.

Aku terdiam sebentar, mataku menangkap kilauan bijih logam yang beterbangan ke satu arah. Ternyata dia masih frustasi. "Dulu penduduk desaku suka sekali membahas cinta pandangan pertama"

Makkari tidak mengatakan apapun, ikut memandang ke arah yang sama denganku. Memperhatikan kilauan logam terbang yang tertimpa cahaya senja. "Mereka akan berdebat panjang apakah cinta pandangan pertama itu mitos atau bukan" aku berhenti lagi, kali ini Makkari mengalihkan pandangannya padaku. "Menurutmu itu mitos atau bukan?"

Hal seindah itu terlalu sayang untuk dijadikan mitos, jawab Makkari sambil kembali mengalihkan pandangannya pada kilauan bijih logam.

"Bagaimana kalau aku yang mengalami hal itu?" Aku bertanya dengan nada menuntut.

Maka itu masih menjadi hal yang indah, kata Makkari, salah satu tangannya kemudian menyentuh jendela kaca. Edlyn layak untuk mendapatkan hal itu.

"Aku tidak perlu bertanya lagi soal itu kan?" Tanyaku sambil tertawa pelan.

Ya, Makkari ikut tertawa. Tapi mungkin kamu harus sedikit bersabar, perjalanan kalian tidak akan mudah.

Ketika aku berpisah dengan Makkari, aku terus memikirkan kalimat terakhir Makkari. Ketika aku sampai di kamar dan berbaring di tempat tidur, ketika aku akhirnya terus terjaga hingga tengah malam, ketika aku kembali lagi ke ruang pertemuan yang kosong dan memandangi tempat persembunyian Edlyn. Aku masih tidak bisa memahami kalimat terakhir itu. Tidak sampai keesokan harinya.

 Tidak sampai keesokan harinya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
C'est la vie [Druig]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang