9. Semua Salahku

51 16 30
                                    



Pulang dari rumah Cahaya, Hadi tidak langsung pulang ke tempat tinggalnya. Dia bermaksud mendatangi rumah sahabatnya terlebih dahulu. Ingin sedikit membagi beban di hatinya, karena Wiralah tempat membagi segala bebannya dan saat dia menghubunginya tadi, kebetulan sang sahabat sedang berada di rumah.

Hujan yang turun sedikit lebat membuat jalanan di kota kecil ini sedikit lengang. Sepanjang perjalanan Hadi kembali terhanyut dalam pikirannya. Sebenarnya yang dia inginkan sangatlah sederhana hanya ingin bersama Cahaya putrinya. Menikmati hari tua tanpa ada lagi rasa bersalah yang selalu mengganggu pikirannya. Menebus dua puluh tujuh tahun yang anaknya lalui tanpa kehadirannya. Walau dia tahu ini sudah terlalu terlambat, tetapi setidaknya masih ada sedikit waktu yang bisa dimanfaatkan sebaik mungkin untuk merasakan itu semua. Memberikan kasih sayang layaknya seorang ayah pada anaknya. Hingga nanti saatnya dia dipanggil Sang Pencipta tidak ada lagi penyesalan yang selalu membayanginya. Namun mengapa sepertinya semesta enggan mengabulkan keinginannya yang sederhana itu.

Hadi teringat kembali perkataan Astri yang terus memintanya segera pulang dengan berbagai alasan. Mengapa selalu saja seperti itu, bukankah seharusnya istrinya bisa memahami perasaanya. Sejak awal mereka bersama dia bahkan sudah menceritakan semua tentang Cahaya. Dan berjanji menerima anaknya dengan baik. Namun, mengapa tetap saja ada rasa cemburu kepada anaknya.

Kemudian bayangan wajah putrinya saat dia pertama kali datang beberapa tahun silam. Bahkan anak perempuan itu sempat memanggilnya dengan sebutan "om", kemudian kilasan penolakan Cahaya dari waktu ke waktu hingga kata-kata sang anak yang baru saja membuat hatinya terasa perih. "Bukankah bapak terlebih dahulu yang menolak kehadiran saya". Bagaimana mungkin anaknya bisa beranggapan demikian.

Pikiran yang sedikit kalut membuat Hadi tidak begitu konsentrasi dalam mengemudi untung saja jalanan sepi. Namun, saat berada di sebuah tikungan yang sedikit tajam tanpa dia sadari ada seorang anak yang tiba-tiba menyeberang jalan. Secepat kilat dia membanting setir ke sebelah kiri, namun naas karena mobil yang dia kendarai menabrak Pohon Mahoni yang berukuran cukup besar. Kerasnya benturan di kepalanya membuat kesadarannya perlahan hilang. Yang dia ingat sebelum semua menjadi gelap hanyalah wajah sang putri, Cahaya.

***

Wira sedikit resah karena sudah dua jam berlalu tapi Hadi tidak kunjung tiba di rumahnya. Walaupun memang jarak dari rumah Cahaya ke kediamannya cukup jauh, tetapi dalam keadaan normal hanya diperlukan waktu paling lama 45 menit. Beberapa kali dia menghubungi ponsel temannya itu, tetapi hanya operator yang menjawab.

Mengingat kembali perjalanan hidup sang sahabat membuat hatinya merasa iba. Siapa yang menyangka perjalanan hidup seorang Hadinata akan menjadi serumit ini.

Kembali meneguk kopi yang sudah terasa dingin tiba-tiba ponselnya berkedip diiringi sebuah panggilan dengan nama sahabatnya masuk. Alangkah kagetnya dia saat yang berbicara di seberang bukanlah Hadi, melainkan pihak rumah sakit yang mengabarkan bahwa sahabatnya mengalami kecelakaan dan sedang dalam keadaan tidak sadarkan diri.

Bergegas dia menuju ke Rumah Sakit dimana sahabatnya sedang menjalani perawatan. Sesampainya di sana benar saja, Hadi sedang terbaring di ruang IGD dengan luka di kepala akibat benturan dan beberapa luka di anggota tubuh lainnya.

Tanpa pikir panjang segera dia menghubungi Awan untuk mengabarkan semuanya. Karena bagaimanapun mereka lah satu-satu keluarga Hadi di kota ini. Dia pun menghubungi Astri, istri temannya itu walaupun jauh di seberang pulau tetapi tetap berhak tau apa yang terjadi pada suaminya.

***

Tiba di rumah sakit, Awan dan Cahaya bergegas mencari keberadaan Wira. Tidak butuh waktu lama Awan melihat orang yang ia cari sedang berdiri di depan IGD dan dengan segera dia mendekatinya. Sebenarnya Awan pun baru mengetahui saat pemakaman sang ibu kemarin jika Wira yang merupakan salah satu pimpinan adiknya di tempatnya bekerja adalah sahabat Hadinata.

Sebait Asa Di Ujung Senja ( Sudah Terbit)Where stories live. Discover now