Dua puluh lima

187 40 8
                                    

Guys..
Jangan gebukin aku kalau kalian rasa chapter ini aneh
But,
Enjoy!
_•°_•°_•°_•°_

Tidak ada niat untuk membandingkan tapi jika boleh bicara, susah juga ya jadi anak bungsu

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Tidak ada niat untuk membandingkan tapi jika boleh bicara, susah juga ya jadi anak bungsu. Kadang mereka selalu disepelekan hanya karna umurnya paling kecil diantara kakak-kakaknya. Tak jarang juga pandangan mereka hanya sekedar angin lalu padahal nyatanya si bungsu jugalah yang selalu menjadi pengamat paling baik diantara semua anggota keluarga yang ada.

Dia yang paling kecil, yang paling muda. Tapi yang paling banyak mengalami kehilangan. Memang tidak selalu kematian yang ia lihat, tapi bagaimana dengan kopernikahan kakak kakaknya? Bagaimana harus menyaksikan orang yang selama ini ia percayai jadi atap dan dinding rumahnya pergi satu persatu. Pindah pada rumah lain sedangkan disana, ditempatnya berdiri hanya ada kekosongan tak berarti.

Lalu bagaimana pandangannya tentang ditinggalkan bertiga dengan kedua orang tua mereka. Melihat bagaimana perlombaan kesuksesan yang berbanding terbalik dengan umur orang tua yang terus dilahap usia. Kadang belum sempat si bungsu mendapatkan rumah baru baginya hidup. salah datu diantara ibu atau ayahnya harus lebih dulu berpulang pada Tuhan

Jean memang bungsu laki-laki. Kadangkala dia menjadi sangat manja pada kedua kakaknya. Bukan tanpa sebab dia bisa begitu, tapi banyaknya limpahan kasih sayang dari sang ibu yang harus musnah dipertengahan masa pubertasnya seakan merenggut separuh dunia miliknya.

Bukan salah sang ayah yang tidak selalu ada dirumah. Jean mengerti bagaimana lelaki tua itu terluka karna separuh jiwanya telah pergi. Mencari kesibukan sembari memperkokoh punggung agar ketiga anak lelakinya bisa sekuat dirinya. Jean mengerti separah apa luka sang ayah

Sukar untuk bicara, namun jika boleh Jean berbisik pada rungu sang kakak kalau pernikahan Jevaro membuat dirinya sedikit limbung. Bolehkah dia bicara bahwa dia belum siap kehilangan kakaknya setelah kematian ibu mereka. Bolehkah Jean menjadi anak manja lagi yang tidak rela berbagi kakaknya dengan orang lain walaupun itu Kirani

"Jean. Mas ngerti kalau kamu-"

"Aa setuju mas"ulasan senyum itu begitu hambar di bibir adiknya

Jevaro anak pertama. Punggungnya begitu berat dengan banyak tanggung jawab. Tak jarang jika diperbolehkan untuk menyerah dia ingin sekali lepas tangan. Menjadi yang selalu ada dirumah menggantikan ayah mereka yang sering kali pergi ke luar kota untuk bekerja. Dia selalu ingin memastikan kedua adiknya merasa cukup walau hanya dengan dirinya.

Uang saku selalu Jevaro pastikan ada di dompet kedua adiknya. Kendaraan tidak lupa ia isi bensinnya. Semata-mata karna Jevaro begitu menyayangi keduanya. Entah Mahesa atau si bungsu Jean, apapun akan ia berikan agar kedua adiknya merasa aman dan nyaman. Bunda pernah bicara bahwa Jevaro itu kuat dan bunda percaya menitipkan keluarga kecil ini untuk ia naungin dalam rumah yang hangat

Pernikahan yang tinggal menghitung minggu akhirnya tertunda begitu saja. Terbengkalai hingga dua tahun lamanya, memang itu bukan salah ibunya. Hampir menginjak tahun ketiga Jevaro mulai kebingungan. Bukan soal niat yang ingin ia mantapkan, tapi ada hati adiknya yang masih terluka akibat kehilangan yang perlu ia pertimbangkan

Bandung & JeanWhere stories live. Discover now