8 : Nasehat Kak Ais

70 16 9
                                    

Akhirnya Nuansa tiba di rumah itu. Rumah berwarna ungu dengan dikelilingi berbagai tanaman hias bernuansa ungu pula. Rumah ini barangkali satu-satunya rumah terbaik yang bisa Nuansa datangi. Rumah ini barangkali bisa memberikan solusi atas apa yang menimpa dirinya saat ini.

Nuansa menekan bel dua kali dan seorang paruh baya berjilbab membukakan gerbang untuknya. Nuansa mengucapkan terimakasih, lalu ia segera masuk ke dalam rumah itu. Kebetulan pintu rumah sudah terbuka, dan si penghuni rumah sedang ada di ruang tamu bersama seorang tamunya.

"Assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumussalam." Jawab dua orang dalam ruang tamu itu.

"Ais... Ada Nuansa, Nak." Seru pak Sunan begitu melihat Nuansa berdiri di depan pintu.

Tak lama, seorang gadis memakai gamis berwarna ungu datang menyambut.

"Lho? Abis nangis?" Tanyanya sambil menyilakan Nuansa masuk ke dalam rumah, atau lebih tepatnya ke dalam kamarnya.

Nuansa dengan hidung yang memerah dan mata yang masih berair, mengangguk-angguk. Kak Ais adalah orang yang tepat. Pikirnya.

"Ada apa? Debat lagi sama tante Ajwa?"

Nuansa menggeleng, sebagai isyarat dia tidak berdebat dengan uminya atau mungkin belum.

"Kenapa nangis?" Tanya gadis cantik itu pada sahabat yang sudah ia anggap sebagai adiknya.

Dan mengalirlah cerita tentang si cowok preman, gamis lavender, dan uminya. Aisyah mendengarkan dengan seksama, beberapa kali ketika Nuansa menyebutkan tentang gamis dan Najwa, Aisyah turut bersedih. Lalu ketika Nuansa menceritakan tentang laki-laki berpenampilan preman yang telah membawa gamisnya, Aisyah nampak kesal terhadap tindakan Nuansa. Lalu di bagian terakhir, tentang si laki-laki yang tidak mau bertanggung jawab, Aisyah nampak sangat marah.

Namun Aisyah tetaplah Aisyah, ia gadis yang pandai mengontrol diri. Aisyah dewasa, meski marah dan kesal, tetap saja kalimat-kalimat yang keluar dari lisannya, halus dan menenangkan. Dan karena itu, Aisyah menjadi orang pertama yang Nuansa datangi ketika membutuhkan nasehat.

"Terus? Kamu maunya gimana?" Tanya Aisyah dengan lembut.

"Aku maunya umi baik-baik aja." Jujur Nuansa. Karena itulah satu-satunya keinginan yang paling Nuansa inginkan untuk saat ini.

"Yaudah, berarti kamu harus jujur."

"Lho kok gitu?"

Aisyah tersenyum, tak langsung menjawab. Gadis itu justru bangkit, lalu keluar sebentar dari kamarnya. Tak lama, Aisyah kembali datang, membawa segelas air putih untuk diberikannya kepada Nuansa.

Setelah minuman tandas. Aisyah, duduk di depan Nuansa. Gadis itu mengamati Nuansa, seperti sedang mencari waktu yang pas untuk memberikan nasehat dan juga pendapatnya tentang perilaku Nuansa.

"Udah agak tenang?" Tanya Aisyah yang segera diangguki oleh Nuansa.

"Menurutku, tindakan kamu juga kurang tepat deh. Itu kan masalah kamu dengan laki-laki itu, jadi, agak kurang bijak kamu membicarakannya di depan teman-temannya juga." Sampai di situ Aisyah berhenti. Hendak memberikan kesempatan kepada Nuansa agar gadis itu bisa mencerna maksud dari kalimatnya.

"Seperti kata kamu tadi, temen-temennya aja ngetawain dia kan?" Nuansa mengangguk, dan Aisyah kembali melanjutkan ucapannya, "Bisa jadi, laki-laki itu malu atau gengsi."

"Terus?" Nuansa bertanya.

"Ya, kalau kamu mau laki-laki itu bertanggung jawab, coba nanti kamu cari waktu yang pas dan bicara lagi sama dia secara baik-baik."

Nuansa | On GoingHikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin