BAB 3

8.5K 438 6
                                    

Alina berlari di lorong kampus ketika jam sudah menunjukkan pukul 8 pagi. Tugas yang banyak menuntutnya untuk mengerjakan tugas sampai jam 3 pagi. Ia pun tersentak ketika alarm menunjukkan pukul 6 pagi. Untung jarak apartemen ke kampus tidak terlalu jauh. Jadi masih memungkinkan untuk datang tepat waktu meskipun mepet sampe ke kelas.
 
Moreno dan Farhan satu jurusan di kampus dengan Alina. Sedangkan Galih mengambil Fakultas  Komunikasi, Rajata dan Hilman memilih Fakultas Ekonomi. Gedung fakultas mereka tidak terlalu jauh jadi mereka masih berkumpul di kantin yang ada di tengah gedung fakultas.
 
“Lo kemana aja sih sampe telat gini.” Ujar Moreno sambil membuka botol minum untuk Alina.
 
“Hungguu... hahh.. nafas duluu... hahh...” Ujar Alina yang masih ngos ngosan ketika sampai di kelas.
 
“Tau nih. Lagian juga tugas udah dikerjain dari kemarin kan.” Farhan mengeluarkan tissue dari tasnya.
 
“Heemm.. baru semalem sih ngerjainnya. Kemarin telponan ama ayank.” Cengiran Alina dibalas dengan cibiran Moreno dan Farhan.
 
“Kebiasaan banget sih.. udah mau skripsi lho, jangan gitu ah. Pacaran ya pacaran, tugas juga harus dikerjain. Jangan SKS (sistem kebut semalam).”
 
“Iyaaa No... Moreno... eh gimana? Udah acc bab 4?”
 
“Udah donk. Farhan malah udah mau kelar bab 5 nya.”
 
“Serius Han? Ih nggak nungguin sih. Kemarin gue udah WA Pak Felix, katanya sih udah di acc tinggal ngambil aja. Ntar temenin ya.” Ujar Alina yang hanya mendapat anggukan dari Moreno dan Farhan.
 
Skripsi dan kelulusan memang sudah di depan mata. Dengan kecerdasan mereka, kuliah yang harusnya diselesaikan dalam waktu 4 tahun, hanya mereka tempuh dalam waktu 3.5 tahun. Bahkan Gilang sudah sidang skripsi minggu lalu.
 
Banyak mahasiswa yang iri dengan kepintaran mereka. Apalagi Moreno, Farhan yang tidak hanya pintar. Moreno meskipun cenderung ketus dan dingin kepada semua orang, tetapi memiliki penggemar yang lebih banyak di kampus sedangkan Farhan memiliki wajah yang tampan dan ramah pada semua orang membuat mahasiswi di Fakultas Psikologi iri dengan kedekatan Alina dengan Farhan dan Moreno.
 
Galih dengan kepiawaiannya dalam organisasi juga sangat disegani di kampusnya. Pintar, cakap dalam berbicara dan juga tampan, membuat mahasiswi mahasiswi mendewakannya. Banyak dari mereka yang meyayangkan Galih cepat lulus karena tidak ada lagi pria tampan yang bisa mereka lihat ketika Galih berada di kampus.
 
Rajata dengan segala candaannya lah yang akan dirindukan di Fakultas Ekonomi. 2 semester ini ia menjadi asdos di fakultasnya. Hilman sudah lebih dulu menjadi asdos dan menjadikan dia asdos favorit di fakultasnya.
 
Kantin sudah ramai sejak pagi tadi. Akan ada mahasiswa baru di kampus. Moreno dan Farhan sudah lebih dulu ke kantin menunggu teman teman yang lain. Tatapan memuja mahasiswa baru yang akan mendaftarpun semakin banyak saja. Apalagi adik adik kelas mereka yang sudah mengagumi mereka pun tersenyum manis menatap Moreno, Hilman dan Farhan.
 
“Udah ke kantin aja. Laper yak.” Rajata datang langsung duduk dan meminum minuman yang baru dia beli.
 
“Nitip donk kalo mau beli. Beli sendiri aja nggak nawar nawar kek.” Ujar Farhan.
 
“Kak... boleh minta foto bareng nggak?” Ujar salah satu mahasiswi datang ke Moreno. Farhan, Rajata dan Hilman hanya meringis melihat mahasiswi yang menganggap Moreno bak artis ibukota.
 
“Untuk apa sih? Saya bukan artis.” Jawab Moreno.
 
“Ketus amat sih jadi laki. Nggak ada cewek yang mau ama elo ntar.” Ujar Rajata.
 
“Ayolah kak.. kan kakak mau lulus. Nggak ada kenang kenangan lagi nanti kak.” Paksa mahasiswi itu.
 
“Saya bukan pajangan.” Moreno tetep memasang wajah datar dan ketus.
 
PLAKK
 
“Jahat banget sih jadi laki. Mau foto ya? Mana kameranya. Biar kakak yang fotoin. Nih kamu disebelah sini.” Atur Alina yang baru saja datang. Moreno mencibir dan menahan sakit di tangannya akibat pukulan Alina. Moreno pun melihat sinis ke Alina.

“Makanya, suruh siapa punya wajah tamfan tapi ketus.” Galih pun datang menggoda Moreno. Yang lain pun menahan tawa melihat Moreno terpaksa melakukan sesi foto dengan mahasiswi itu.
 
“Udah nih. Disimpen ya. Dipajang kalo perlu kamu taruh tuh di media sosial. Biar kamu terkenal.” Ujar Alina menggoda Moreno dan mahasiswi itu. Setelah mahasiswi itu pergi, Rajata dan yang lain tidak bisa lagi menahan tawanya. Kecuali Moreno yang masih kesal dengan teman temannya.
 
“Puas.. puas..? Hah?” Moreno bersuara ketika teman temannya tak henti hentinya tertawa.
 
“Om Tukul versi galak sih ini.” Ujar Farhan. Dan semakin tertawalah mereka melihat wajah kesalnya Moreno.
 
Kelulusan memang didepan mata. Bulan depan mereka akan melaksanakan wisuda. Berbagai keperluan telah mereka selesaikan. Alina belum  menyewa Toga dari kampusnya. Alina mengambil beberapa keperluan yang belum sempat ia ambil sebelumnya.
 
BRUUKKK...
 
“Aduhh .... eh Kak maaf... maaf...” Bawaan Alina yang lumayan banyak jatuh ketika ada mahasiswi yang berlari dan menyenggol Alina. Keduanya pun jatuh.
 
“Nggak apa apa.. kamu baik baik aja kan?” Tanya Alina.
 
“Nggak apa apa kan. Sini kak saya bantu. Maaf kak jadi kotor semua.” Ujar nya dengan nada bersalah.
 
“Iyaa santai aja. Ada apa sih buru buru kayaknya.”
 
“Sudah ditunggu di parkiran, kak. Katanya disuruh cepet cepet.”
 
“Hm.. lain kali liat liat jalan juga ya. Yakin kamu baik baik aja?”
 
“Iyaa.. adduhh...” Gadis itu jatuh karena kakinya sempat keseleo akibat bertabrakan dengan Alina tadi.
 
“Ya ampun.. kaki kamu sakit. Sini kakak bantuin.” Alina dengan sigap membantu gadis itu berdiri dan memapahnya sampai parkiran.
 
“Kak, saya nggak enak sama kakak. Kakak baik banget. Hikss...”
 
“Udah jangan nangis. Parkiran juga nggak jauh kok. Ayok.” Ajak Alina.
 
Sesampainya di parkiran, gadis itu melihat mobil jemputannya. Ternyata memang nggak jauh jarak dari tempat mereka jatuh ke parkiran. Alina juga sebenernya mau pulang dan dia juga mau ke mobil setelah urusan di kampusnya selesai hari ini.
 
“Sudah ketemu mobilnya? Mobil kakak ada disitu. Kalau belum ada kamu ke mobil saya aja dulu.”
 
“Hmm.. dimana ya kak? Boleh kak nunggu di mobil kakak?” Tanya gadis itu ragu.
 
“Ayok. Boleh kok.” Ajak Alina.
 
“Kakak baik banget. Kalau boleh tau kakak fakultas apa ya? Sudah mau selesai ya kak.”
 
“Kakak fakultas psikologi. Kamu mahasiswa baru ya?”
 
“Wah kak, sama. Saya juga fakultas psikologi. Yah, tapi kakak udah mau selesai ya?” Gadis itu pun memasang wajah sedih ketika mengetahui Alina akan lulus.
 
“Semangat yaa.. kakak juga rencana mau lanjut ngajar kok sekalian mau S2 kalo ada rezeki.”
 
“Waahh.. boleh boleh kak. Semoga kakak ngajar disini juga ya. Jadi bisa ketemu terus deh. Kakak baik banget.” Ujarnya semangat.
 
Ddrtttt... drrtt...
 
“Eh tunggu bentar kak. Halooo... Mas dimana?” Gadis itu me loudspeaker panggilannya sehingga Alina pun bisa mendengar percakapan mereka.
 
Mas tuh nunggu kamu. Mas udah dimobil daritadi. Kamu dimana? Udah mas tunggu lama nih.”
 
“Ehm... adek jatuh mas tadi. Terus dibantu sama kakak angkatan adek. Sekarang adek ada di mobil kakak angkatan adek.”
 
Mobil apa? Platnya apa? Mas susul kesitu.”
 
Begitu lelaki itu keluar dari mobil, gadis itu pun membuka jendela mobil Alina dan memanggil lelaki berperawakan tinggi. Lelaki itu pun kemudian berjalan cepat menuju asal suara.
 
“Ya ampun adek. Jatuh gimana sih?” Katanya kesal.
 
“Adek nabrak kakak itu Mas. Adek salah.” Ujar gadis itu sambil berdiri dipapah sang kakak. Alina pun keluar dari mobil dan mendekat ke mereka. Alina membantu membawakan barang gadis itu. Lelaki itu tidak melihat sosok perempuan di belakangnya. Ia masih membenarkan posisi Ferni.
 
Sesampainya di mobil lelaki itu, Alina menunggu si empunya mobil membantu adiknya duduk dengan nyaman. Alina tersenyum, karena ia tidak pernah mendapat perhatian dari keluarganya. Sebagai anak tunggal ia hanya bisa bercerita ke pengasuhnya. Kesibukan orang tuanya membuat Alina mau tidak mau harus bisa mandiri tanpa bantuan siapapun. Beruntung ia memiliki teman yang sanggup mengisi pengganti saudara laki laki yang tidak ia miliki.
 
“Kak... kakak...” Alina terkejut begitu gadis itu memanggilnya membuyarkan lamunannya.
 
“Ehh ii... iyaa.. ini tas kamu.” Alina memberikan tasnya pada gadis yang sudah duduk di kursi sebelah pengemudi.
 
“Makasih ya kak. Maaf banget kak, saya Ferni. Kakak namanya siapa?”
 
Alina mendekat ke Ferni dan menjabat tangan nya. “Saya Alina. Sampai ketemu lagi, Ferni. Kakak duluan ya.”
 
“Iya makasih kak.” Alina tersenyum ke Ferni dan tersenyum singkat juga ke kakak laki lakinya.
 
Lelaki itu masih sibuk menerima panggilan telfon dari kantor dan dari orang tuanya. Sehingga belum sempat mengucapkan terimakasih ke Alina karena sudah membantu adiknya.

Jatuh Hati (TAMAT✅)Where stories live. Discover now