BAB 21

7.2K 403 1
                                    

ALINA POV
 
“Aduh, mama pake panggil ke depan pula.” Batin Alina dalam hati.
 
Aku hanya terdiam sambil beberapa kali tersenyum ketika harus berdiri di podium bersama dengan Papa dan Mama. Mama menyenggolku karena dari tadi aku hanya menunduk. Jujur, aku nggak terbiasa seperti ini. Dengan terpaksa aku tersenyum dan melihat keseluruhan anggota Polisi, PNS beserta keluarga mereka.
 
Tetapi sorot mataku melihat ke satu lelaki yang pernah dekat, sering bersama hingga akhirnya ia menghilang. Dan dia disini lengkap dengan pakaian dan atributnya. Masih tampan, masih seperti dulu. Detak jantungku kembali berdetak kencang. Nafasku kembali cepat. Dan aku nggak sanggup untuk terus menatapnya.  Aku memejamkan mataku dan menggeleng pelan. Tak kusangkal aku pun merasakan entah apa ini namanya tapi aku nyaman bisa bertemu lagi dengannya.
 
Ya. Dia adalah Yuga Tamawijaya. Lelaki itu tersenyum ke arahku. Aku pun tak sanggup menolak senyumannya. Aku tersenyum dan segera memalingkan wajahku karena Papa memanggilku.
 
“Alina ini lulusan Psikologi dan sekarang juga sudah menjadi Psikolog yang lebih suka menjadi dosen di Fakultasnya dulu. Kalau  rekan rekan yang hanya melihat saya hanya berdua dengan istri, ya begitulah adanya karena anak saya sibuk kerja, jarang ke Palembang.”
 
Sekitar 15 menit berlalu, akhirnya aku bisa kembali duduk. Aku membuka handphone yang ada di clutch. Benar saja. Mas Yuga mengcapture aku ketika berada di depan tadi dengan caption ‘Si Cantik sedang Malu Malu.’ Aku pun tersenyum nggak membalas chat nya.
 
Setelah acara ramah tamah, dilanjutkan dengan makan bersama dengan berkonsep prasmanan. Papa, Mama dan beberapa petinggi Polisi mengambil posisi pertama untuk mengambil makanan. Untuk anggota yang lain disediakan juga dengan menu yang sama dengan meja yang berbeda.
 
Aku masih melihat lihat menu selain makanan berat, karena aku masih kenyang dengan sarapan di  tadi pagi. Aku memilih mengambil puding dan minuman ringan yang ada di meja minuman.
 
“Alina.” Aku kenal suara itu. Lalu aku membalikkan badanku. Benar saja. Lelaki yang menggunakan seragam polisi lengkap dengan atributnya itu menghampiriku sembari memberiku puding. Kenapa semakin tampan aja sih dia. Vibes nya beda seperti ketika memakai baju santai.
 
“Mas Yuga.” Hanya itu. Iya. Karena aku nggak tahu harus bicara apa. Aku kaget. Belum siap dengan kondisi saat ini. Bertemu dengannya pertama kali dengan menggunakan seragam polisi.
 
“Apa kabar?” Aku mengucapkan kalimat itu berbarengan juga dengan Mas Yuga yang bertanya kabar.
 
“Mas dulu deh..”
 
Ladies first.”
 
“Ehm.. kabar aku baik, Mas, Alhamdulillah. Mas sendiri gimana kabarnya?”
 
“Alhamdulillah. Kabar mas baik. Duduk disana yuk.” Mas Yuga mengajakku duduk tidak jauh dari meja prasmanan. Aku pun mengikutinya.
 
“Alina baru tahu lho kalau Mas Yuga itu Polisi. Ya, nggak baru baru juga sih. Waktu Alina mampir ke rumah orang tua Mas Yuga.”
 
“Oh ya?”
 
“Iya, waktu itu, kira kira 2 bulan yang lalu. Alina dateng ke rumah orang tua Mas. Alina anter Ferni pulang. Karna waktu itu Ferni nggak bawa mobil trus Alina lihat dia di halte. Nunggu temen temennya. Mana hujan pula waktu itu. Kebetulan Alina lewat yaudah Alina ajak bareng.”
 
“Terimakasih ya Alina, sudah sangat perhatian ke keluarga Mas Yuga. Maaf yaa Ferni suka ngerepotin kamu.”
 
“Santai aja Mas.” Ih sopan nggak sih makan terus jawab pertanyaan orang. Iya itu gue.. lagi ngunyah tapi masih sempet jawab. Duh malunyaaaa...
 
“Dimakan aja dulu.” Tuh kan Mas Yuga senyum senyum gitu. Tengsin ih..!
 
Acara ramah tamah pergantian kepemimpinan hampir selesai. Aku pamit ke Mas Yuga kembali menuju kursi didepan sama Mama Papa. Mas Yuga juga kulihat kembali ke meja roundtable nya semula.
 
“Tadi siapa?” Mama mulai bertanya. Dan aku tahu lirikan matanya itu.
 
“Kenalan aja, Ma. Nggak usah mikir jauh deh. Kepo nih pasti mama.”
 
“Iya donk. Anak mama kan cuman kamu. Pasti kepo lah mama.” Kalau mama udah mengerlingkan matanya, berarti besok besok pembahasan mengenai aku dan Mas Yuga akan menggema terus di rumah. Dan aku pun hanya bisa pasrah. Resiko anak tunggal.
 
Acara ramah tamah pun selesai. Papa sama mama berjalan dengan diantar oleh pejabat polisi dan anggota yang sudah berbaris di kanan dan kiri kami.  Hingga kami naik ke mobil. Papa dan mama menjabat tangan anggota nya dulu sampai terakhir pimpinan yang menggantikan Papa.
 
Tapi kok.. Mas Yuga ada disana? Mau apa dia?
 
Tepat ketika Papa terakhir menjabat tangan penggantinya, kini giliran Mas Yuga. Aduh... tiba tiba perut aku mules. Keringat dingin dan gemetar.
 
Papa pun menjabat tangan Mas Yuga. “AKP Yuga. Sebentar lagi kamu akan naik pangkat jadi KOMPOL. Bekerjalah sebaik baiknya. Bawa nama baik kesatuan. Bekerja dengan tulus dan hargai anggotamu.”
 
“Siap Jendral!” Aku tahu Mas Yuga melirik kearah ku. Aku nggak tahu apa yang akan terjadi setelah ini.
 
“Mohon ijin Jendral...” Terdengar suasana menjadi sepi.  Aku melirik kekanan dan kekiri. Dan lantas melihat ke Mas Yuga.
 
Aku lihat papa tertahan ketika akan masuk ke mobil karena Mas Yuga kembali bicara ke Papa.
 
“Iya...”
 
“Ijin kan saya mengantar adinda Alina ke kediaman.” Mas Yuga meminta ijin ke Papa untuk mengantarku pulang didepan khalayak ramai seperti ini.
 
Tolooonggg!!
 
Badanku lemass!! Aku butuh oksigen!!!
 
Banyak omongan orang dibelakangku. Tak terkecuali bapak terhormat pengganti Papa ini.
 
“Wah Jendral, sepertinya anaknya akan segera dilamar.” Ujar Bapak yang terhormat itu.
 
Papa tersenyum lebar dan segera membalikkan badan ke Mas Yuga.
 
“Antarkan anak saya, sampai hotel tempat kami menginp dengan selamat. Bisa AKP Yuga!” Titah papa.
 
“Siap Jendral. Laksanakan!” Mas Yuga pun memberi hormat ke Papa. Papa memberinya jempol dan segera masuk ke mobil. Mama jelas jelas sudah tersenyum dengan sumringah sambil merekam dengan video. Aduh..
 
 
Papa dan mama melambaikan tangan kepada pejabat yang baru dan semua anggota. “Alina kamu ikut Yuga ya.” Mama berteriak dari dalam mobil. Ughh... aku tau pasti nanti malem kalo nggak besok mulai deh mama bertitah macem macem.
 
Aku hanya bisa menghela nafas ketika aku melihat mobil papa sama mama sudah pergi dan hanya meninggalkan aku seorang disini dengan mendapat senyuman dari orang sekitar yang aku pun nggak terlalu kenal. Aku bisa apa..
 
 
Sapaan demi sapaan hingga lontaran kapan nikah kudengar ketika kubalikkan badan menuju parkiran mobil. Tanganku sudah digenggam Mas Yuga. Yang sepertinya nggak mau membiarkan aku mendapat pertanyaan yang lebih banyak lagi.
 
Setelah Mas Yuga meminta ijin kepada pemimpin yang baru, kami segera pergi. Mas Yuga pun mempercepat langkahnya. Secepat cepatnya, dengan sebegitu banyaknya orang ya nggak akan bisa cepet juga sih.
 
“Pak Yuga gercep ya!”
 
“Wah... udah digandeng aja. Takut lepas apa gimana Pak?”
 
“Pak Yuga, hati hati ya diantarnya.. jangan lupa undangannya.”
 
YA Tuhan...  Aku hanya bisa mempercepat langkahku sembari menunduk.

Jatuh Hati (TAMAT✅)Où les histoires vivent. Découvrez maintenant