PROLOG

34.1K 4.2K 539
                                    

Halo aku Cay, senang bisa ketemu kalian lagi.

Aku harap kalian selalu dalam keadaan baik. Jaga kesehatan ya teman-teman.

Sebelumnya aku mau jelasin tentang cerita (Pesan Terakhir Cakra; Coretan Maratungga). Ini adalah cerita setelah Not Me. Di cerita ini akan sepenuhnya membahas tentang hubungan Cakrawala dan Maratungga, juga tentang hubungan keluarga mereka yang belum sepenuhnya dibahas di Not Me.

Awalnya aku publish cerita ini di AU twitter tapi banyak yang menyampaikan ke aku kalau kalian lebih nyaman baca di wattpad dan belum bisa caranya baca AU. Karena itu aku putuskan untuk mengpublis cerita ini melalui 2 media, di twitter dan wattpad.

Aku tidak ingin mempersulit kalian yang sudah begitu menyayangi sosok Cakrawala Agnibrata, sekalipun dia adalah laki-laki yang jauh dari kata sempurna.

Terima kasih orang-orang baik 💓

Aku akan fokus menyelesaikan cerita ini karena ini sudah menjadi tanggungjawabku. Bulan April nanti cerita ini akan diterbitkan. Tapi kalian tenang saja, aku akan tetap menyelesaikannya di wattpad. Kalian juga bisa nabung untuk memeluk Maratungga dan Cakrawala.

Tentunya aku nggak akan mungkin membuat sebuah cerita tanpa ada pesan di dalamnya. Melalui kisah Abang dan adik beda rahim ini, ada banyak hal yang coba aku sampai kepada kalian.

Cerita ini masih tidak lepas dari yang namanya kehilangan serta mental health. Aku harap kalian bisa bijak membaca setiap untaian kata yang aku sampaikan.

Selamat membaca, selamat bertemu dengan dua kakak beradik beda rahim. Cakrawala dan Maratungga.

----000---

PROLOG

"Mara, lo bisa mulai nempatin rumah baru lo mulai besok. Rumahnya udah bersih." Ucap seorang laki-laki dengan setelan kaos distro hitam dan celana jeans biru.

Maratungga hanya mengangguk kaku.

"Ajak adek lo juga, pasti dia seneng banget."

Laki-laki itu tampak senang. Ia masih mengingat bagaimana Maratungga yang biasa jarang berbicara ketika membeli rumah ini tampak begitu antusias. Maratungga bilang bahwa ia akan membeli rumah ini untuk sang adik, untuk hadiah ulangtahun Cakrawala yang kedelapan belas tahun.

Maratungga sudah mengumpulkan uang itu sejak lama, kurang lebih satu setengah tahun silam. Semua uang itu ia dapat dari jerih payahnya sendiri menjual lukisan-lukisannya. Sebenarnya ia ingin membeli rumah itu untuk hadiah ulangtahun Cakrawala yang ketujuh belas tahun, akan tetapi uangnya masih belum cukup. Alhasil selama satu setengah tahun itu ia membeli rumah secara kredit.

Maratungga tidak menjawab apapun. Ia lebih banyak diam. Mereka saat ini sedang duduk disebuah kafe yang letaknya tidak jauh dari rumah baru yang Maratungga beli. Pemandangan kafe juga langsung menyorot ke pantai.

"Oiya, lukisan yang gue pesen lo bawa kan?" tanyanya.

Maratungga menoleh lalu menepuk-nepuk kanvas berukuran sedang yang tergeletak di sampingnya. Maratungga tidak akan pernah lupa untuk membawa lukisannya.

"Ah, bagus deh."

"Mau lo cek dulu?" Maratungga bersiap mengambil kanvas yang sudah terbungkus rapat kertas koran itu.

Pesan Terakhir Cakra ; Coretan MaratunggaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang