CHAPTER 15 | BANGKIT

10.6K 1.7K 233
                                    

Absen dulu sini

Siapa nama kalian?

Askot mana?

Baca cerita ini jam berapa dan lagi ngapain?

Happy reading

---000---

Maratungga tidak henti-hentinya menghubungi ponsel Malbi, namun tetap tidak mendapatkan jawaban apapun. Perasaannya kian resah lantaran ia khawatir terhadap sahabatnya itu. Tidak biasanya Malbi seperti ini. Ada apa dengan Malbi? Apakah ia baik-baik saja?

Setelah menghubungi Malbi berulangkali akhirnya panggilannya itu terjawab. Maratungga pun langsung mencecar Malbi dengan pertanyaan.

"Lo kenapa? Lo dimana? Kenapa nggak jawab telpon gue? Lo-"

Ucapan Maratungga terjeda karena seseorang disebarang sana membuka suara.

"Maaf, pemilik ponsel ini dilarikan ke rumah sakit. Kalau anda keluarga atau teman pemilik ponsel, mohon bisa segera ke sini," ucap seorang perempuan dari seberang sana.

Perempuan itu adalah orang yang menolong Malbi dan segera melarikan Malbi ke rumah sakit. Ia juga menjelaskan kepada Maratungga bahwa laki-laki yang ditolongnya itu menjadi korban penusukan salah sasaran oleh remaja SMA yang sedang tawuran.

Mendengar itu jantung Maratungga seakan berhenti berdetak. Tanpa menunggu lama ia bergegas ke rumah sakit. Dalam perjalanan ia berdoa semoga Malbi tidak kenapa-kenapa. Maratungga tetaplah Maratungga, laki-laki itu masih saja seperti kerang. Dibalik kerasnya cangkang ada kelembutan. Meskipun Maratungga selalu bersikap kasar pada Malbi namun ia menyayangi Malbi.

"Gimana keadaan dia?" Tanya Maratungga dengan raut wajah kekhawatiran yang begitu kentara.

"Lagi ditanganin sama dokter," jawab perempuan itu.

"Wajah lo pucet banget, lo nggak papa? Duduk dulu," ucapnya.

Maratungga duduk di samping perempuan itu. Mendapati sudah ada teman dari seseorang yang ditolongnya, perempuan itu meminta ijin untuk pamit karena ia masih memiliki pekerjaan penting yang harus segera ia selesaikan.

"Makasih," ucap Maratungga.

Perempuan itu mengangguk kemudian melangkah pergi. Sedangkan Maratungga setia duduk di ruang tunggu. Ia tidak henti-hentinya memanjatkan doa untuk keselamatan Malbi.

Waktu semakin berlalu dan Maratungga masih menunggu sambil berdoa. Maratungga terdiam, ia tercenung beberapa saat. Hingga akhirnya ia mulai tersadar akan satu hal. Ia sadar bahwa selama ini ia tidak sendirian.

Kepergian Cakrawala membawa rasa kehilangan besar bagi Maratungga dan sekarang Maratungga baru tersadar bahwa ia masih memiliki Malbi, sahabatnya yang selalu ada untuknya dan tidak pernah meninggalkannya bahkan di masa sulit sekalipun. Ia juga sadar bahwa ia masih memiliki Tuhan.

Air mata Maratungga pelan-pelan menetes. Butuh waktu untuknya menyadarkan dirinya sendiri dari keterpurukan akibat kehilangan.

"Saya mohon, jangan ambil sahabat saya..." Doa Maratungga lirih seraya menangis.

Ia berdoa kepada Tuhan sang pencipta dalam tangis serta hati yang tulus. Ia yakin bahwa Tuhan akan selalu mendengarkan doa hambanya yang tulus.

Tidak beberapa lama seorang dokter laki-laki dengan setelan jas putih keluar dari ruangan operasi. Maratungga bangkit lalu menghampiri dokter tersebut.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 23, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Pesan Terakhir Cakra ; Coretan MaratunggaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang