20 || Sakit Pinggang dan Seleksi Alam

512 167 3
                                    

Jawabannya selalu: tidak ada yang tidak mungkin.

Jika Ran bisa mengambil dirinya dari masa depan, lalu aku dan Jason bisa sampai di frekuensi ini, dan semua itu dibantu dengan keberhasilan mereka yang membuat paradoks Semesta dengan menciptakan lubang cacing ... maka tidak ada yang tidak mungkin.

Faktor itulah yang membuat kami berempat saat ini berjalan menyusuri hutan hujan raksasa.

Konsepnya sama seperti ketika kita kehilangan sinyal jika jauh dari kota. Di hutan hujan, radiasi pasti tidak berjalan dengan begitu mulus. Radiasi matahari yang biasa kita lihat-sinarnya-juga tidak seratus persen berada di dalam hutan. Mereka tertahan oleh dedaunan raksasa yang lebat pada pohon-pohon di atas sana untuk proses fotosintesis.

Karenanya kami berharap besar bahwa ini tempat yang tepat untuk bersembunyi. Agar paling tidak, kami bisa berdiskusi dan melakukan tindakan awal tanpa diketahui.

Omong-omong, aku tidak pernah menduga akan kembali lagi ke hutan pembawa sial. Kukira pengalaman awal setelah masa transisi sudah cukup, tetapi siapa yang tahu? Bahwa ternyata Semesta ingin mengujiku lagi.

Perjalanan kami menuju tengah hutan dipimpin oleh Ran Tua. Ia menggunakan tongkat dari patahan kayu untuk memudahkannya mengecek kondisi tanah di depan dan memanjati akar-akar pohon yang mencuat keluar.

Sementara itu Ran Muda berjalan di paling belakang, ia memerhatikan ponselnya yang entah untuk apa dan menggendong ransel.

"Jika hutannya saja sebesar ini, aku penasaran sebesar apa hewan-hewan liar di dalamnya," kata Jason sambil menggidikan tubuh kedinginan.

Angin di dalam hutan terus bertiup. Kondisinya yang selalu dalam keadaan lembap membuat hawa di dalam sini senantiasa dingin, tidak peduli seberapa teriknya cahaya matahari di luar sana. Aku pikir karena pohon-pohon yang besar itu membutuhkan banyak sekali makanan, makanya tidak ada sinar matahari yang dipersilakan masuk sedikitpun.

"Yah, jika kita beruntung ... kita pasti tidak akan bertemu dengan singa setinggi setengah pohon raksasa," jawabku sambil terengah-engah karena perjalanan yang jauh, ditambah permukaan jalan yang tidak rata membuat rute semakin sulit.

Aku dan Jason bertugas untuk menerangi sekeliling melalui pencahayaan yang kami bawa. Sebenarnya, masing-masing Ran juga membawa senter dengan jarak pandang jauh (mungkin supaya bisa cepat bertindak kalau-kalau terdeteksi ada bahaya). Namun tetap saja, sumber pencahayaan yang kami bawa jauh lebih terang dari yang mereka pegang.

Selain lebih terang, ini juga lebih berat!

"Atau ... kita mungkin bisa bekerja sama dengan mereka melalui sebuah kesepakatan. Ada banyak kisah dalam film yang tokoh utamanya dibantu oleh hewan atau berteman dengan hewan atau paling tidak memiliki peran penting bersama hewan," sahut Jason lagi. Mungkin ia sedang berusaha menghibur diri dengan teori konspirasinya.

"Mungkin," jawabku dan mengembuskan napas berat melihat tantangan di depan sana.

Kami harus melewati akar-akar pohon itu lagi dengan memanjatnya-iya, lagi. Yang mana tidak akan mudah dari pertama kali datang ke hutan raksasa ini, karena aku harus membawa beban tambahan berupa lampu di punggung. Ini menyebalkan. Tapi aku juga tidak mau kegelapan. Apa boleh buat?

"Iya, mungkin." Jason masih melanjutkan. "Aku pernah punya ingatan tajam terhadap kisah Tarzan, Planet of the Apes, Rampage, Rewinds .... Semuanya memiliki hubungan dengan binatang, entah itu baik atau buruk."

"Yah, tapi aku mau mendengar kabar baik, bukan kabar buruk."

"Tiga di antaranya memiliki hubungan yang baik."

"Bagus." Aku memilih untuk menyudahinya sebelum teori konspirasi Jason kian berkembang semakin jauh.

Jadi kini aku memegangi akar-akar pohon di depan mata yang berserat dan kokoh, lalu menaikkan kaki ke sela-sela akar tersebut, lalu meraihkan tangan dengan lebih tinggi lagi, lalu naik lagi .... Sampai akhirnya aku sukses memanjat dan bisa berada di atas.

Hertz ✓Where stories live. Discover now