Suara bel sekolah berbunyi menandakan waktu sekolah hari itu telah selesai. Seketika murid- murid berkerudung dan berpeci berlarian menghambur keluar kelas. Mereka nampak sumringah, sebab mulai hari itu akan ada libur selama dua minggu setelah pembagian rapor.
Di antara lautan pelajar, nampak seorang perempuan berkemeja batik yang membawa ransel dan map berisi tumpukan kertas tebal. Ia masih berusia pertengahan 20-an. Wajahnya bersih dengan alis yang agak lebat. Ia mengenakan kerudung lebar berwarna krem berbahan ringan.
"Perlu di bantu Bu Firda?" tawar beberapa orang siswa sambil cengegesan. Tentu saja mereka tak ingin melewatkan kesempatan untuk 'berbuat baik' kepada guru cantik di sekolah.
"Aduh makasih. Nggak usah repot- repot," ujar Bu Firda sambil tersenyum ramah, namun tidak begitu dengan ucapannya. "Lebih baik kalian bantu nilai kalian sendiri buat semester depan."
"Yaaah Bu! Liburan aja belum mulai udah bahas nilai. Merusak suasana," sambut para siswa itu sambil tertawa. Mereka berlari sambil melambaikan tangan kepada Bu Firda.
Bu Firda nyengir sambil balas melambai lalu bergegas menuju ruang guru.
Ia meletakkan map nya di meja dengan suara berdebam, meraih beberapa barang di meja dan lalu keluar ruangan.
"Iya Bu Lek (bibi), ini nanti aku langsung ke rumah sakit," Bu Firda menjawab telepon. "Samean langsung ke pabrik aja, biar aku yang temenin Ulfa."
-----
"Assalamualaikum?" Bu Firda mendorong pintu kamar rawat dan berjalan masuk.
"Waalaikumsalam," jawab Ulfa.
Bu Firda membawa sekantung makanan, snack dan minuman ringan yang ia beli di minimarket. "Bu Lek minta aku jagain kamu hari ini. Dia harus berangkat kerja."
"Duh ibu tuh," Ulfa bersungut. "Anaknya masuk rumah sakit dari kemarin gak ditemenin. Untung ada Bu Firda mau nemenin."
Bu Firda adalah guru wali kelas di Madrasah tempat Ulfa menimba ilmu sehari- harinya. Ia juga merupakan kerabat jauh dari ibu, yang membantu Ulfa untuk bisa bersekolah di Madrasah.
"Ya mau gimana, semenjak ayahmu nggak ada ya ibumu yang jadi tulang punggung keluarga, mau nggak mau ya harus nurut sama jadwal produksi pabrik" Bu Firda mengusap lembut dahi Ulfa- sedikit memperhatikan bekas lukanya.
"Ibu pasti bingung scoopy ku hancur, belum lunas pula," Ulfa memajukan bibir.
"Kata siapa? Bu Lek ya pasti lebih bingung mikirin bagi waktu antara kamu, urus rumah sama kerjaannya," Bu Firda duduk di tepi ranjang brankar.
"Motor mu diganti baru sama pihak Petromina, juga seluruh biaya pengobatan mu ini- bahkan kamu dikasih beasiswa selama setahun."
"Oh, aku membawa rejeki dong buat ibu."
"Ya enggak dong, kalo bisa milih ya tentu bu Lek lebih suka kamu nggak kenapa- napa," Bu Firda tertawa.
"..."
"Kamu nggak merasa pusing- pusing atau gimana?" Bu Firda bergidik membayangkan kejadian yang dialami Ulfa; di tabrak truk dengan berat lebih dari lima ton.
Ulfa menghela nafas sambil menggeleng, "Nggak. Kata dokter normal semua. Tapi di dahiku ada bekas luka, punggung ku apalagi. Lukanya penuh, perih banget. Bikin nggak cantik."
Bu Firda tersenyum tipis. Ia tentu sangat mengerti perasaan Ulfa. Bekas luka bagi perempuan -terutama seumuran Ulfa- adalah insecure, terlebih di wajah. Lalu Bu Firda mencoba mengalihkan pikiran Ulfa.
"Itu kalungnya beli di mana? Bagus," Bu Firda menunjuk kalung bintang di leher Ulfa.
"Dapet beli online Bu. Preloved gitu," Ulfa tersenyum memamerkan pendant bintang berwarna silver nya.
Lalu keduanya asyik berbincang mengenai banyak hal- tentang sekolah, drama korea, dan lainnya. Ulfa merasa sangat senang ada yang menemani nya di sini.
-----
Jam tiga sore, hujan turun dengan derasnya. Angin sesekali bertiup menggoyang pepohonan besar di halaman rumah sakit. Tetes- tetes besar air membasahi koridor dan genting kamar rawat, membuat para petugas kebersihan kerepotan mengepel.
Bu Firda duduk di kursi, menyeruput sodanya dari sedotan. Pandangannya seolah menerawang jauh ke luar jendela, menatap hujan yang tak kunjung mereda.
"Ciyeeee Bu Firda galau! Ngelamunin cowok ya?" goda Ulfa dengan mulut penuh keripik kentang.
"Kok bisa loh? Enggak yo!" Bu Firda tertawa sambil reflek memukul punggung Ulfa. Membuat gadis itu bergulingan beberapa lama di ranjang karena lukanya masih perih.
"Bu Firda gak asik kalo bercanda maen tabok!" Ulfa bersungut.
"Ya salahmu," Bu Firda nyengir membela diri. "Kok bisa- bisanya nyambung ke cowok, ini aku lagi liatin hujan ini loh. Deres banget."
"Iya, deres banget," Ulfa ikut memandang ke arah luar jendela. "Tapi bentar lagi reda kok."
"Apaan?" Bu Firda memandang langit tebal yang menggelayut. Angin yang berhembus membuat air hujan seolah menari. "Ini sih sampe malem nanti juga masih belum tentu reda."
"Nanti kalo udah reda jalan- jalan keliling sini yuk?" ajak Ulfa. "Aku bosen di kamar terus."
"Oke," Bu Firda menatap layar ponselnya, membaca artikel tentang drama korea. "Kalo reda ya."
Beberapa lamanya Bu Firda nampak fokus dengan bacaannya. Jemarinya sibuk menggeser layar ponsel, membaca artikel- artikel lain berbau boyband. Ia baru saja hendak memulai baca sebuah berita lain, ketika tiba- tiba Ulfa menyeletuk.
"Tuh kan, beneran hujannya reda!"
"HAH?" Bu Firda meletakkan ponselnya.
Ia memajukan badan, melihat ke arah luar jendela.
Langit masih agak kelabu, namun awan gelap sudah tak ada sama sekali. Sisa- sisa tetes hujan yang jatuh dari dedaunan membentuk gelombang percik pada genangan air. Udara sore itu menjadi terasa sangat sejuk dan segar.
Bu Firda menoleh ke arah Ulfa yang tersenyum lebar.
"Aku hebat kan?"

KAMU SEDANG MEMBACA
STIGMATA [complete]
Horor[Horor - misteri - religi] Story #4 Entah kesialan apa yang dialami oleh Ulfa, seorang siswi Madrasah Negeri. Beberapa kali ia mengalami kejadian kecelakaan yang hampir merenggut nyawanya. Walaupun ia selamat, namun kejadian- kejadian itu membuatnya...