20. Alasan yang Sebenarnya

381 90 4
                                    

"FIR!! FIRDA!?" Ibu menepuk- nepuk pipi Bu Firda yang terkulai dalam pangkunya.

Bu Firda nampak pucat dengan keringat membasahi wajahnya. Ia membuka mata sambil mengerang pelan. Kepalanya terasa pusing dan seluruh tubuhnya terasa sangat berat.

"Alhamdulillah!" Mbak Rima mendekap Bu Firda dengan wajah penuh kelegaan.

Bu Firda memandangi sekitarnya yang nampak ramai oleh para santriwati yang mengerumuninya. Ada juga Ulfa yang bersimpuh di sebelahnya dengan wajah cemas.

Dari balik sekat pemisah jamaah laki- laki dan perempuan, terdengar seorang santri yang mengumandangkan puji- pujian menjelang subuh. Surau itu mulai ramai dipadati penghuni pondokan.

"Kamu kenapa tadi?" tanya ibu.

Bu Firda memijit keningnya sambil mencoba mengingat- ingat. "Aku tadi ke sini sholat tahajud. Tadi tempat ini sepi nggak ada-"

"-kamu ngomong apa? Aku dan beberapa santriwati ada di sini mulai jam tiga. Kami bahkan tahu saat kamu datang dari kamar asrama!" Mbak Rima nampak kebingungan.

"Betul Mbak. Kita juga nyapa Mbak pas masang mukenah, tapi Mbak mempeng aja," tambah salah satu santriwati. "Kita lihat Mbak sholat, tapi sujud nggak selesai- selesai. Makanya kami khawatir."

"Terus aku lihat kamu sujud sambil gemetaran, keringetan gitu. Kayak ketindihan, makanya aku panggil Bu Lek mu," Mbak Rima menatap lekat Bu Firda.

"..."

Bu Firda menelan ludah, jadi itu tadi bukan mimpi? Ia benar- benar berada di mushola ini- tapi ia tak bisa melihat para santriwati dan Mbak Rima?

Lalu adzan subuh berkumandang. Perlahan, seluruh kekakuan dan ketegangan dalam diri Bu Firda seolah menghilang. Ia mendudukkan dirinya sendiri sambil menarik nafas lega.

"Ayo Bu, kita sholat subuh," ujar Ulfa mengulurkan tangannya.

-----

-TOK! TOK! TOK!

Suara ketukan di pintu membangunkan Pastor Yerry yang masih terbaring di ranjang. Ia mengerjapkan matanya yang tersorot cercah cahaya matahari dari sela-sela jendela kayu. Rupanya matahari sudah agak meninggi.

Pastor Yerry beranjak dari ranjangnya dan membuka pintu. Berdiri di depan kamar -ustad Iman- yang membawa nampan berisi sepiring nasi dan segelas air putih.

"Aduh, ustad kenapa repot- repot?" pastor Yerry nampak tidak enak hati. Ia menerima nampan dari ustad Iman dan menatanya di meja kamar.

"Tak apa, mengistimewakan tamu adalah tradisi di pondok kami," ustad Iman tersenyum. Ia melirik ke arah jendela kayu yang tertutup rapat, dan setengah penasaran bertanya. "Tidurnya nyenyak semalam?"

Pastor Yerry menoleh ke arah ustad Iman sambil memicingkan matanya. Ia menunjuk ustad Iman sambil tersenyum kecut. "Santri iseng katamu?"

"Ah, rupanya semalam benar ada yang mengganggu?" ustad Iman bersandar di kusen pintu sambil melipat lengan.

"Sampai subuh aku tak bisa tidur karena berisik," pastor Yerry tertawa sambil menunjuk kantong matanya yang agak kehitaman

"Apa ia membuatmu takut?"

"Tidak juga. Aku percaya Kristus akan melindungiku," pastor Yerry mengangkat bahunya. "Agak kaget sih, sebab baru kali ini aku melihat mahluk mistis sejelas dan segamblang itu."

"Syukurlah kalau begitu," ujar ustad Iman singkat.

"Jujur, sebenarnya ada apa dengan tempat ini? Bahkan ada mahluk seperti itu?"

Ustad Iman menghela nafas panjang. Ia balik bertanya. "Kira- kira kenapa Pak Yerry datang kemari?"

"Mbak Firda yang mengajakku, untuk mengantar Ulfa kemari," Pastor Yerry meminum seteguk air dari gelas.

"Untuk?"

"..."

"..." pastor Yerry meletakkan gelas berisi air yang tinggal setengah di meja.

"Tepat. Pondokan kami sering menjadi tempat tujuan orang yang mengalami gangguan mahluk halus. Hampir setiap minggu, dua- tiga orang pasien datang untuk membersihkan diri dari mereka. Karena itu kami memiliki beberapa kamar tamu."

"Satu pertanyaan terjawab," pastor Yerry mengangguk.

"Mbah Supri, ustad sepuh yang mengasuh pondok ini memiliki kemampuan untuk berinteraksi dengan bangsa jin. Ia sering melakukan penyembuhan orang- orang dari santet, kerasukan atau semacam itu," ustad Iman menceritakan lebih jauh pondoknya.

"..."

"Itu juga yang menjadi alasan kenapa pondok ini jauh dari mana- mana. Siapa yang mau tinggal di sebelah tempat di mana ada pengusiran jin hampir setiap minggu?"

"Satu lagi pertanyaan terjawab."

"Beberapa dari mahluk- mahluk itu ada yang sangat bandel. Ia berkali- kali kembali mengganggu pasien kami, akhirnya Mbah Supri memagari tempat ini. Ia mengurung mereka di pondokan, salah satunya ada di pohon nangka itu."

Pastor Yerry membuka jendela kamar. Suasana di dalam menjadi terasa terang. Pohon nangka di sebelah yang rimbun terasa teduh, dan memberi kesejukan bagi sekitar. Burung- burung kecil berlompatan di antara dahannya. Terasa begitu hijau dan asri di pagi hari.

Siapa sangka di tempat itu tinggal sebangsa mahluk halus yang menakutkan?

"Apakah Mbah Supri sedang berada di pondok ini?" tanya pastor Yerry yang penasaran dengan sosok si pengasuh pondok.

Ustad Iman menggeleng. "Sayang sekali Mbah sedang keluar kota. Ia sedang menangani pasien santet yang parah sejak kemarin, mungkin hari ini ia pulang."

"Lalu siapa yang akan menangani Ulfa?"

"Ada beberapa ustad di pondok ini yang memiliki bakat untuk itu. Bahkan saat ini mereka sedang menangani beberapa pasien di surau."

Pastor Yerry berdiri dari kursinya. Ia nampak sangat tertarik dengan ruqyah. "Boleh aku lihat prosesnya?"

Ustad Iman berpikir sejenak.

"Sebenarnya ini bukan untuk tontonan, tapi kenapa tidak?"

STIGMATA [complete]حيث تعيش القصص. اكتشف الآن