2

4.8K 1.5K 769
                                    

"Hai, Jerome!"

Mashiho itu ramah sekali, berbanding terbalik dengan dua temannya, siapa lagi kalau bukan Asahi dan Jaehyuk. Mashiho ini tidak aneh-aneh seperti kedua temannya yang setiap malam keluar rumah, maksudnya tidak ikut balapan, tawuran, dan lain sebagainya.

Mashiho itu baik.

"Hai juga, Mashi," sapa Jerome membalas seraya menggeser posisi agar Mashiho bisa duduk di sampingnya.

"Cuaca hari ini gak jelas banget, ya. Tadi pagi panas, sekarang mendung, bisa sakit nih gue," keluh Mashiho menatap langit yang tidak menampakkan sinar matahari. "Musim kayak gini harusnya kita di rumah aja gak, sih? Tapi si Sungchan ngajak minum kopi, ya gas lah!"

Selain baik, Mashiho ini aneh. Sudah berapa kali Jerome lihat kalau perkataan Mashiho tidak sesuai pergerakannya. Maksudnya? Mulut bilang apa, badan melakukan apa. Cepat sekali berubahnya.

"Omong-omong, mereka belum mau ngobrol sama lo, ya?"

Ohh, empat orang itu...

"Belum, setiap ketemu mereka gak pernah ngeluarin sepatah katapun ke gue, mereka main mata doang. Tatapannya mereka tuh buset, tajem banget kayak omongan emaknya Nobita."

"Maaf, ya. Mereka emang susah terima orang baru. Dari dulu gak berubah..."

"Terus gimana ceritanya kalian bisa bikin geng yang jumlahnya lebih dari sepuluh orang?"

Mashiho menidurkan kepalanya ke meja lalu menjawab, "bermula dari tawuran di depan gedung univ. Kita berempat belas dituduh tawuran sama univ sebelah padahal yang tawuran cuma Asahi sama Heeseung. Kita dihukum selama satu bulan, saat itu kita jadi deket karena sering kumpul buat jalanin hukuman."

Wow, menarik sekali. Tidak salah Yoshi mengirim Jerome untuk menyelesaikan masalah kali ini. Awas saja pangkat Jerome tidak dinaikan lebih tinggi lagi, Jerome acak-acak isi istana saat pulang nanti. (Kalau berani).

"Dua bocil lagi gabut, butuh badut atau odong-odong?"

Jerome mengangkat kepalan tangan kanannya. "Sini ngomong sama tangan gue. Tinggi gini dibilang bocil," kesalnya.

Sungchan tertawa terbahak-bahak. Kalau Jerome sih Sungchan tahu, tapi yang di sebelahnya itu. Tapi dia tidak berani bilang, bisa dihajar sampai pingsan oleh orangnya.

"Lama banget, panas nih!" Kesal Mashiho mengipas-ngipas wajah menggunakan tangan, poninya basah akan keringat. Mendung sih iya, tapi hawa panas sekali.

"Maaf terlambat, tadi dicegat Beomgyu di jalan, dia minta anter ke kafe langganannya," jawab Sungchan menjelaskan. "Hadeh, kebiasaan si Beomgyu, bisa bawa motor sama mobil tapi nebeng orang mulu."

"Itu namanya hemat bensin," kata Jerome. "Yang sabar ya, Beomgyu kan akhlaknya hilang, hahahaha!"

"Hemat sih hemat, tapi bensin motor gue yang habis, anjir! Dikira gue beli bensin pakai daun?"

Tawa Jerome semakin keras. Entah apa yang lucu dari perkataan Sungchan, Mashiho jadi takut duduk di samping Jerome. Padahal Jerome tertawa karena kata 'pakai daun'. Tidak tahu saja mereka kalau Jerome pernah menipu abang sate, yaitu membayar sate seratus tusuk menggunakan lima lembar daun.

"Lo sendiri gimana, Jer? Lo gak punya motor atau mobil?"

"Enggak. Gue gak pernah belajar dan gak ada kemauan karena terbiasa naik angkutan umum," jawab Jerome berbohong. Mana mungkin dia menjawab kalau dia terbang.

"Oalah, gue kira karena lo gak punya duit untuk beli, bercanda."

Mashiho meninju perut Sungchan setelah mendengar itu. "Lo apa-apaan sih? Lo pikir lucu? Kalau bercanda pikirin dulu, jangan asal nyerocos," tegurnya merasa tak enak pada Jerome.

Jerome sendiri tidak masalah, dia tertawa dalam hati. Tidak punya uang katanya? Uangnya sangat banyak, untuk membeli pulau juga bisa, kalau perlu ditambah bangunan di pulaunya.

"Maaf, jangan dimasukin ke hati, gue gak ada maksud," kata Sungchan sebelum menghampiri pemilik warung untuk memesan kopi.

Jerome menyeringai tipis menatap Sungchan. Sepertinya Jerome akan menarik kata-katanya tentang Sungchan yang tidak berani macam-macam. Sepertinya mulai sekarang akan banyak sekali kalimat menyakitkan yang didengar.






































"Hei, Jaehyuk. Mau ikut, gak?" Tawar Heeseung mencegat Jaehyuk dengan motornya. Heeseung tidak sendiri, ada Asahi di motor lainnya.

"Gak dulu, gue ada urusan," tolak Jaehyuk.

"Sayang banget, hari ini ada tawuran antara dua geng besar di Jalan Bintang sana. Gue sama Asahi ikutan karena hadiahnya gak main-main, 30 juta."

Asahi menyeringai. "Jadi gimana, Jae? Tetap tolak atau gas?" Tanyanya.

"Sorry banget nih, gue beneran ada urusan," jawab Jaehyuk. "Lagipula, buat apa gue ikut tawuran kalau cuma 30 juta? Mending gue ikut balapan, 50 juta di tangan gue."

"Urusan apa? Mau malak si Wonjin lagi?" Tanya Heeseung menduga.

"Urusan gue lebih penting dari tawuran kalian hari ini."

Jaehyuk itu berani menolak permintaan apapun dari siapapun ketika dia sudah menentukan apa yang harus dia lakukan. Dia tidak suka orang lain menghambatnya, dia tidak suka.

Tawuran memang menyenangkan. Selain dapat uang, dia juga mendapat pengakuan. Tetapi urusan yang harus dia lakukan lebih penting dari tawuran.

"Sok misterius," gumam Asahi merasa kesal karena waktunya terbuang sia-sia.

"Gue misterius? Iya. Tapi hidup gue lebih enak dari kalian, loh, inget."

"Aduh, gue sakit hati dengernya," kata Heeseung pura-pura sedih sambil memegang dada. "Jaehyuk, lo jahat banget, kita kan temen. Haha, geli anjing."

Asahi berkata meniru suara Heeseung, "'Kita kan temen', cuih."

"Loh, sejak kapan kita temenan?" Jaehyuk memasang ekspresi menyesal yang dibuat-buat. "Duh, sorry, jangan baper ya, takutnya gue mati dibunuh sama kalian."

LI(E)AR 2 | 01 Line (HIATUS)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang