9

4.1K 1K 286
                                    

Setelah menonjok Sungchan sekali lagi, Heeseung langsung pergi dari area makam karena tidak mau melihat wajah pemuda itu. Geram rasanya ketika Sungchan membawa-bawa aib keluarganya. Bukannya Heeseung malu, bukan. Rasa sakit hatinya lebih besar dibanding rasa malu. Seorang ayah yang dia banggakan dan dia idolakan ternyata melakukan korupsi di perusahaan.

Selama perjalanan, Heeseung kembali mengingat bagaimana ayahnya ditangkap di kediamannya dua tahun yang lalu. Saat itulah Heeseung berubah menjadi pemuda yang gemar melakukan tawuran, balap liar, dan lain-lain. Ibunya? Sang ibu sudah tidak lagi kuat fisiknya sebab menderita kanker otak stadium 3 dan menjalani perawatan intensif di rumah sakit.

Uang hasil perbuatannya itu tidak hanya dia gunakan untuk keburukan. Seringkali dia menyisihkannya untuk membayar biaya pengobatan sang ibu. Dia akan melakukan apa pun, walau nyawa taruhannya.

Asahi sama sepertinya. Ayahnya juga merupakan seorang koruptor, sementara ibunya sudah tiada sejak ia berumur 10 tahun. Yang menjadi perbedaan adalah ayah Heeseung masih dipenjara, tidak dengan ayah Asahi yang kini hidup lebih baik dan menjadi dekat dengan sang anak.

Terkadang, dia iri pada teman-temannya yang memiliki ayah dan ibu yang baik. Pasti rasanya bahagia...

"Sialan, kenapa gue harus nangis? Cengeng banget lo, Seung."

Takut tidak fokus menyetir, dia memilih berhenti setelah dua puluh lima menit di perjalanan. Niatnya hendak membeli kopi di minimarket di sebrang jalan, tetapi ada sesuatu yang menarik perhatian.

Oh, siapa orang berpakaian serba hitam itu? Dia juga memakai masker dan topi, posisinya sama dengannya, di sebrang jalan. Hanya saja, orang itu berada di dalam bangunan, sementara dia persis di pinggir jalan.

Awalnya Heeseung tidak mengerti walau sudah mengamati orang misterius itu. Namun, setelah tembakan mengudara, barulah dia sadar kalau orang itu adalah orang yang sama seperti pelaku penembakan Mashiho. Mungkin?

Dapat dia lihat kaca minimarket pecah, beberapa orang menjerit terkejut karena saking kerasnya suara tembakan. Kembali terulang, dia dilihat oleh temannya sendiri. Lantas dia melaju meninggalkan tempat tersebut, karena dia tahu kalau Jeongin hendak menuduhnya.







































































"Jerome."

Tidak ada angin tidak ada hujan, seorang Asahi memanggilnya?! Wah, keajaiban macam apa ini?

Memang sih tinggal mereka berdua saja di parkiran, tetapi Jerome tidak menyangka kalau Asahi akan memanggilnya. Duh, dia jadi takut.

"Kenapa, Sa? Mau tanya soal kemiripan muka gue sama korban pembunuhan itu? Gue berani sumpah kalau gue bukan dia. Lo tau kan cerita tentang kita yang punya tujuh kembaran di dunia? Nah, mungkin gue salah satunya," oceh Jerome panjang lebar sebelum ditanya macam-macam.

Asahi mendengkus, agak kesal karena Jerome mengoceh sebelum dia berbicara. Padahal kan bukan itu yang ingin dia bahas.

"Gue mau tanya, di antara kita semua, lo paling benci sama siapa?"

"Hah? Kok tanya gitu? Eii, gue mana mungkin benci kalian. Kalau benci nanti jadi cinta, hiya hiya."

Asahi mendengkus lagi. "Gue? Heeseung? Jeongin? Sungchan? Siapa yang paling lo benci?"

"Aduh, Sa. Gue kan udah bilang, mana mungkin gue benci sama kalian. Kita aja kenal belum lama banget loh. Yang ada gue didepak dari circle kalian," kata Jerome disertai candaan

LI(E)AR 2 | 01 Line (HIATUS)Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt