3. Pertemuan keluarga.

1.9K 276 5
                                    


Saat pertandingan Meretas itu siap, hari telah menjelang sore. Ellina menghabiskan seluruh waktu yang tersisa dengan menjelajahi dunia melalui laptop Lykaios yang ia dapatkan. Matanya fokus pada saru titik, tak peduli kegaduhan yang telah ia ciptakan di luar kelasnya. Matanya sama sekali tak menoleh pada titik lainnya meski kelasnya telah begitu ramai layaknya pasar karena banyaknya pria yang ingin mengenalnya.

Di dalam kelas, tak satupun orang ingin keluar. Ini merupakan anugerah untuk mereka karena dapat melihat dewi kecantikan mereka secara dekat. Diam-diam Alvian dan Lykaios mengamati tanpa kata. Lalu beralih pada luar ruangan yang telah ramai dengan semua pria dengan hadiah kecil di tangan mereka.

Bukankah ini menyebalkan? Kenapa mereka menghalangi pintu?

Aku sangat sadar akan daya tariknya, tapi bukan berarti aku harus menanggung tatapan semua orang, oke? Sejak kapan wanita itu mahir dalam laptop?

Itu adalah suara Lykaios dan Alvian yang mulai mengeluh. Belum lagi suara-suara gadis dalam kelas yang menatap sebal pada ketidakpedulian Ellina. Ia bahkan lupa pada janji pertemuan keluarga. Hingga saat langit telah begitu sore, ia baru bangkit dari duduknya. Dan dalam waktu bersamaan, semua orang dalam ruangan refleks bangkit mengikutinya.

Ellina menoleh heran. Mengerutkan keningnya pada reaksi orang satu ruangannya lalu pada keramaian di luar sana. Tatapannya tak mengerti, seakan bertanya; kenapa dengan tatapan mereka semua?

Mereka semua ingin melihatmu, oke?!

Dia bahkan tak sadar bahwa dunia telah berputar di kakinya!

Bisakah kau lebih sadar akan sekitarmu? Kau membuat mereka mendatangi jurusan IT layaknya artis top yang naik daun.

Dari itu semua, kenapa aku ikut merasakan ketidaknyamanan yang tercipta!

Dan itu adalah berbagai jawaban dari tatapan tak mengerti Ellina dari berbagai sudut. Ellina melangkah pelan dengan tas di bahu kanannya. Melewati Alvian dan Lykaios begitu saja tanpa kata. Membuat Alvian kesal setengah mati pada kekalahannya. Sedangkan keramaian itu mulai melonggar seakan menciptakan jalan untuk Ellina berlalu. Dan mereka bahagia, mengikuti langkah Ellina dari belakang dengan ajakan-ajakan kencan yang memikat. Tapi Ellina menolak itu semua.

Tepat saat ia menunduk, sepasang sepatu biru navy hadir di hadapannya. Ia mendongakkan wajahnya saat wajah tak asing itu menyapa.

"Ellina," panggil pria itu memastikan. Tangannya jelas menatap video pertandingan antara Ellina dan Alvian dan semua saat Ariella melucuti make up Ellina.

Ellina membeku. Wajah itu, jika di masa lalu ia sangat mencintainya hingga ingin mati, namun saat ini ada rasa dingin yang menyapa. Ia sangat ingat, bagaimana pun ia menjelaskan, kekasih masa lalunya itu tetap meninggalkannya dan lebih memilih Lexsi sebagai pilihan hidupnya. Senyum dingin Ellina mengudara, rasa sakit dan kilatan benci itu terlihat.

"Aku tak salah. Kau memang Ellina," ucap Aaric lega pada akhirnya. Ia tak pernah menyangka bahwa gadis di depannya bisa berubah sangat cantik dalam hitungan detik. Ia bahkan terpesona.

"Kau mencariku?" tanya Ellina dingin. Ia ingat, di masa lalu ia hanyalah umpan untuk mendekati Lexsi.

"Hmm," tanpa banyak kata Aaric mengambil alih tas Ellina. "Mari pulang." tangannya dengan cepat menggengam tangan Ellina untuk berjalan. Dan cacian marah terdengar dengan riuh.

Ellina menarik tangannya. "Aku pulang sendiri,"

Aaric mengerutkan keningnya. "Ell, ada apa denganmu? Apa kau lupa pada hari jadi kita? Hari ini adalah Anyversary kita yang setahun."

Ellina terlihat linglung. Menghitung waktu mundur dan mencoba mengingat kejadian di masa lalu. Ia sangat ingat pada hari ini, Aaric tak datang dan membiarkannya menunggu di jalan hingga malam. Saat ia pulang sendiri ke rumah, ia melihat Lexsi dan Aaric berpelukan lalu amarah datang dari orangtuanya karena keterlambatan pada pertemuan.

Nightmare Cinderella.Où les histoires vivent. Découvrez maintenant