4. How Deep is our Love?

171 47 5
                                    

harusnya aku belajar lebih giat lagi mengingat
akan ada ujian masuk sma (T__T) bukannya malah menulis cerita fiksi.
tapi aku masih ikut bimbingan belajar kok, dan aku juga bakal fokus sama work aku yang ini heheh. semoga nggak terbengkalai alias aku tulis sampe tamat dalam waktu cepat (semoga, ya!)

anw ini mungkin agak telat buat perkenalan, tapi namaku dasha. temukan aku di instagram @/overjoyedasha juga, ya! semoga kalian menikmati ceritanya!

.
.
.


Amber terlalu takut untuk bergerak kala ia tersesat. Terlalu takut untuk tersakiti saat memilih maju, pun terlalu takut kehilangan saat memilih untuk mundur.

Alhasil, ia hanya akan diam ditempatnya. Diantara bertahan dan menyerah. Terlalu sulit untuk bergerak, bahkan rasanya nafasnya tercekat. Apalagi saat ia melihat dengan mata kepalanya sendiri Madeline mencium Michael ... rasanya seperti mimpi.

Tadinya, Amber berpikir ini semua sepenuhnya salah Michael.

Ia harus apa?

"Amber? kau disini rupanya. Aku mencarimu sedari tadi,"

Saat Amber mendengar suara itu, sesegera mungkin ia menghapus airmatanya. "Ah, ya, aku disini seperti biasanya," ujar Amber dengan kepala menunduk, nampak enggan melakukan kontak mata dengan lawan bicaranya.

Itu dia-Hans.

"Dingin, ya? aku ingin membicarakan sedikit tentang-tunggu, kau menangis?"

Amber langsung salah tingkah ketika Hans tiba-tiba mengalihkan pembicaraan. Lebih tepatnya tidak tahu harus membual mengenai apalagi. Bisa-bisanya menanyakan hal itu sekarang? Amber melangkah sedikit jauh, kemudian memalingkan muka, "Tidak, aku sedang pilek. Kau ingin bicara apa tadi?"

"Jangan bohong. Matamu masih berkaca-kaca," Hans benar-benar mendesak temannya untuk bercerita perkara kondisi wajahnya yang sangat buruk itu.

Amber masih bungkam, diam-diam ia kembali menitikkan air matanya. Hans semakin panik, "Amber? ucapkan sesuatu!"

"Aku tidak apa-apa, serius. Hanya tentang Michael .... " ah, lagi-lagi.

Amber, kau pembohong. Kenapa kau tidak marah-marah saja didepan Michael dan Madeline? kenapa kau malah pura-pura kuat saat ada didepan mereka? kenapa malah menangis sekarang? kenapa tidak membalas tamparan Michael? kenapa kau tidak bisa membenci Michael, Amber? kenapa?

"Ah, sorry dude, aku tidak bermaksud membagi cerita sedihku ini padamu," Amber segera berbalik badan, "Tolong tingkalkan aku sendirian disini, aku butuh ruang untuk menangis,"

Tepat saat dimana Amber merasa sangat hancur itulah sebuah pelukan datang. Sangat erat, Hans memeluknya demikian. Tangis Amber pecah begitu saja. Entah mengapa, pelukan ini mengingatkannya pada beribu hal yang telah lalu. Kakinya berbalik tanpa ia sadari, lengannya perlahan melingkar untuk membalas pelukan Hans dengan murahnya.

"Untuk apa? ruang menangismu sudah ada disini,"

Saat dulu ia berkata bahwa ia benci salju, Amber mengingat satu hal, bahwa pelukan Michael akan terasa lebih hangat saat itu-membuat Amber menyukai musim dingin.

Amber salah, bukan Michael yang memeluknya sekarang, tetapi Hans.

Tidak peduli bagaimana dinginnya Berlin saat ini, Amber hanya ingin menangis sampai lega. Para burung yang kelaparan mulai berkumpul seolah turut menangisi.

Hari jadi kali ini berakhir sangat buruk. Dongeng mengerikan yang bahkan tidak pernah ada dalam daftar yang ingin Amber mimpikan. Kisah manis yang berujung tragis. Siapa yang telah mencampur buku dongeng indah ini dengan buku penghianatan lainnya? siapa yang telah merobek halaman selanjutnya?

winter wishes and promises.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang