Two

19.1K 1.4K 12
                                    

Happy Reading_*_*
Tunjukkan apresiasi kalian ya...dengan mendukung author

Otak Sagita tidak bodoh untuk menyadari apa yang terjadi dengan dirinya saat ini. Demi apapun ia masih sangat, sangat tidak percaya bisa mengalami hal mustahil seperti ini. Tapi di sisi lain ia juga merasa sangat bersyukur karena Tuhan masih mengizinkan nya untuk hidup kembali. Hidup kembali untuk mengalami kerasnya dunia, hidup kembali untuk menghadapi kehidupan dengan bayang-bayang kenangan yang sangat mengerikan. Sagita yakin jika tidak ada satu orang pun jika menjadi dirinya bisa sanggup untuk melupakan segala hal buruk yang ia alami selama ia hidup dulu. Siksaan, hinaan dan kekerasan yang sudah di luar batas wajar. Siapapun, ia yakin tidak akan ada yang sekuat dirinya.

"Ara?. Siapa gadis ini?" tanya Sagita entah kepada siapa, sebab pelayan yang bernama Bindah tadi sedang keluar untuk membelikan nya buah.

"Ku harap kehidupan nya tidak semengerikan kehidupan ku" lanjutnya sendu

Klek

Sagita menoleh, Bindah sudah kembali dengan sekantong buah di tangan nya. Sagita memicing heran, buah sebanyak itu, apa hanya untuk dirinya?. Pelayan ini masih sehat atau bagaimana, ia tidak akan mampu menghabiskan semuanya. Kecuali memang pelayan itu juga ingin memakan buah nya.

"Nona, saya membawakan anda buah. Sebentar, akan saya siapkan untuk nona" ucap Bindah seraya menyiapkan potongan buah-buahan segar untuk nona nya.

'Kaku sekali ' ucap Sagita mendengar cara pelayan itu berkomunikasi dengan nya.

"Ini nona, makan lah" ucap pelayan itu menyodorkan sepiring kecil buah-buahan segar. Sagita mengambilnya dan langsung memakan nya. Ia tidak keberatan harus berinteraksi dengan orang baru. Lagipula, orang di depan nya ini menganggapnya sebagai Ara.

Sagita hanya memakan beberapa saja, ia menaruh piring nya di atas nakas lalu mengalihkan atensi nya kepada pelayan itu.

"Bisa kau ceritakan bagaimana kehidupan ku?" ucap Sagita memecah keheningan. Dapat ia lihat raut wajah khawatir tercetak jelas di wajah Bindah.

Bindah terlihat gugup. Ia sungguh tidak sanggup untuk memberitahu nona nya tentang kehidupan nya. Namun melihat raut penasaran milik nona nya, akhirnya ia berusaha untuk menceritakan kepada nona nya dengan sebaik mungkin agar tidak menyakiti hati nona nya.

"Emm....kehidupan nona sangat bahagia, anda memiliki ibu yang sangat mencintai dan menyayangi anda walaupun para saudara dan ayah anda sangat membenci anda. Tapi nona tidak pernah kekurangan kasih sayang, karena nyonya Asyya sangat-sangat memberi anda perhatian penuh" ucap Bindah menjelaskan dengan antusias. Sagita malah mendengus pelan

'Apanya yang bahagia bodoh!!. Hanya satu orang yang menyayanginya?"

"Kenapa mereka membenci ku?" tanya Sagita ingin tahu lebih.

Bindah sedikit ragu untuk menceritakan nya, namun lagi-lagi ia tidak berani untuk menolak permintaan nona nya.

"Ayah anda membenci anda karena rangking anda yang selalu rendah. Nilai akademis maupun non-akademis anda sangat buruk. Dan hal itu membuat ayah anda sangat membenci anda karena ia malu dengan rekan bisnis nya. Sedangkan saudara-saudara anda, mereka membenci anda karena nyonya Asyya yang terlihat lebih menyayangi anda dari pada mereka" jelas Bindah dengan takut-takut, ia takut jika ia salah bicara.

'Alasan para saudara nya cukup bisa dimaklumi. Tapi alasan ayah nya?. Apakah dia gila?, orang tua macam apa yang membenci anak nya hanya karna merasa malu dengan rekan bisnis nya. Ya walaupun orang tua seperti itu memang ada. Contoh nya....ayah. Dan katanya ibu Ara sangat menyayanginya? Lalu kenapa sekarang aku tidak melihat batang hidung perempuan itu?'

Ucap Sagita bergumam dalam hatinya yang membuat ia terdiam cukup lama. Melihat keterdiaman nona nya, Bindah malah mengira jika perkataan nya tadi menyakiti perasaan nona nya. Dengan buru-buru ia meminta maaf kepada Sagita

"Apa maksud mu?, aku tidak tersinggung apalagi sampai terluka. Aku hanya terdiam, jangan sok tahu" jawab Sagita cepat dengan kesal. Ia merasa pelayan Ara ini sangat kaku. Ia tidak suka terlalu formal.

"Ah, maafkan saya nona. Saya sudah berburuk sangka" sahut Bindah cepat. Ia sedikit terkejut dengan cara bicara nona nya. Biasanya nona nya ini akan berbicara dengan sangat halus dan hati-hati, itu merupakan ajaran dari ibu nya. Tapi kali ini ia mendengar cara bicara nona nya Sangat berbeda. Terkesan acuh dan dingin.

Sagita yang mendengar ucapan pelayan itu hanya berdehem pelan. Ia merasa sangat jengah terus berada di raungan penuh bau obat-obatan itu. Ia ingin segera pulang sekarang juga.

"Bindah. Aku ingin pulang" ucap Sagita menyuarakan keinginan nya. Ucapan nya dengan cepat di pahami oleh Bindah sebagai pernyataan bukan pertanyaan.

"Apa nona sudah baikan?. Jika belum sebaiknya kita pulang besok saja" saran Bindah dengan hati-hati. Ia bisa merasakan jika aura nona nya sangat berbeda sejak ia bangun dari masa kritisnya.

"Aku sudah sangat pulih. Jadi aku ingin pulang hari ini juga" ucap Sagita tak terbantahkan. Bindah hanya mengangguk pasrah, lalu mulai membereskan barang-barang nona nya.

Sagita hanya melihat tanpa ingin membantu. Toh itu memang tugas nya sebagai pelayan.

'Apa aku harus menjadi diri ku sendiri?. Ah, masa ia aku harus berpura-pura bodoh untuk menjadi diri Ara. Walau ayah tidak pernah mau mengakui kepintaran ku, tapi aku sudah terbiasa dengan puji-pujian dan penghargaan selama di sekolah. Jadi, aku akan tetap menjadi diri ku sendiri. Sekarang aku tidak akan lagi mengulangi kesalahan untuk yang kedua kalinya. Jika mereka mau menyayangi ku silakan dan jika tidak, aku tidak akan memaksa. Sudah cukup aku menderita sebelum nya' gumam sagita di dalam hati. Ia segera mengganti pakaian pasien nya menggunakan baju santai. Karena supir keluarga Ara sudah menunggu di parkiran, maka kedua nya langsung keluar untuk segera pulang.

Di perjalanan Sagita hanya terdiam dengan wajah datar, Bindah dan supir yang melihat raut wajah nona mereka yang berbeda dari biasa nya mengernyit heran. Biasanya nona nya ini akan menampilkan wajah sangat halus dan lemah, seperti seseorang yang hanya di senggol saja langsung menangis. Tapi kali ini mereka melihat nona nya bersikap lain, bahkan mereka bisa merasakan aura yang sangat berbeda dari nona nya.

Sagita tahu dengan raut bingung kedua pelayan itu, namun ia tidak mau ambil pusing. Ia sudah memutuskan sendiri, jika dirinya akan tetap menjadi dirinya sendiri bukan si Ara, anak bungsu dari keluarga Fastech itu.

Sekitar 20 menit, mobil yang di tumpangi Sagita sampai di depan rumah megah dengan para bodyguard yang berjaga di sekeliling nya. Terlihat beberapa pelayan juga yang sedang bekerja di sana. Sagita sedikit terpana, ia terkagum dengan bangunan mewah di depan nya saat ini. Jujur dulu ia hanya bisa tinggal di kontrakan kecil karena walaupun kaya, ayahnya sama sekali tidak mau mengurusnya. Itu juga sebenarnya hal yang baik, karena jika Sagita berada di rumah, maka sudah di pastikan ia akan mendapatkan siksaan setiap hari dari ayahnya.

"Yaampun sayang kamu sudah pulang?" seorang wanita yang terlihat masih muda menghampiri Sagita dengan tergopoh-gopoh, ketika wanita itu ingin memeluk nya, langsung saja Sagita menghindar yang membuat wanita itu hanya merangkul angin.

"Anda siapa?"

To be continued...😉

The Real Antagonist Where stories live. Discover now