1| a pathetic birthday

3.5K 570 169
                                    

🔉Now Playing
Haeun, Hanbin — Over the Moon
.
.
.

Aku telah kehilangan banyak hal dalam hidup. Namun lebih menyedihkan lagi ketika aku juga harus kehilangan diriku sendiri.

[.]

Yunara Kaidan bukan begitu membenci hari ulang tahun. Hanya saja, terlalu banyak kehilangan yang selalu Yuna temui tiap kali bertemu dengan hari kelahirannya itu. Oh— dan juga hari kelahiran saudara kembar lelakinya yang lahir lima belas menit lebih lambat darinya, Arjuna Kanalan.

Hari ulang tahun banyak merenggut kebahagian yang gadis itu punya. Seperti, orang tua mereka yang harus berakhir tiada ketika perayaan ulang tahun ke-12. Atau, ketika cinta pertamanya pergi tanpa kabar setelah perayaan hari ulang tahun. Atau juga, ketika beasiswanya yang harus dicabut di hari ulang tahun karena pencapaiannya yang menurun. Atau lagi, ketika Yuna harus berhenti bermain piano kala tangannya berakhir cedera demi mendapatkan uang untuk sebuah kue ulang tahun agar Arjuna tidak nekat melakukannya sendiri.

Hari ulang tahun seakan adalah lembar paling buruk dalam semua lembar kehidupannya. Terlalu banyak kesedihan yang seakan tidak tahu diri untuk terus bertamu tanpa diundang sama sekali.

Namun sekali pun begitu, Arjuna tidak pernah satu kepala dengannya. Tak peduli seberapa macam kesialan yang terjadi setiap hari ulang tahun, Arjuna tetap tidak pernah merasa jera sama sekali.

Dia akan bilang, "Kesialan dan ulang tahun itu nggak ada hubungannya, kak. Kalau pun ada, mereka pasti akan sering bertengkar. Karena punya ideologi yang nggak sama, haha."

Ulang tahun tak pernah menjadi hal buruk yang perlu ia hindari. Bahkan, di setiap menyambut peringatan ulang tahun, Arjuna akan selalu paling utama menyalakan korek api dan menyanyikan lagu selamat ulang tahun di sela tidur pulas Yuna setiap tengah malam. Memamerkan kekehan tanpa dosanya tiap kali Yuna berceloteh kesal, lalu berakhir mengajaknya sholat malam bersama-sama.

Arjuna selalu begitu. Memandang dunia begitu naif dengan mata kecilnya yang menawan. Mata yang mirip dengan milik Yuna juga, namun lebih banyak menyimpan kerlipan bintang-bintang di dalam sana.

Yuna dan Juna adalah dua hal yang berbeda. Mau itu dari jenis kelamin, kepribadian, isi kepala, mereka tidak sama. Hanya satu kesamaan yang mungkin bisa diakui, wajah mereka. Yah— kalau dari fisik, mereka memang hampir bisa disebut sebagai duplikat. Untung saja ada rambut yang membedakan. Kalau tidak, orang mungkin akan tertukar mengenali mereka.

"Kak Yuunn! Yun Yun Yun Yun!"

Suara cempreng yang sengaja dibuat agar memekakkan telinga itu berhambur di udara. Mengisi pagi di dalam rumah sederhana yang hanya diisi oleh dua penghuni saja.

"Kan udah gue bilang, yang harusnya nyuci piring hari ini itu gue! Kenapa lo yang ambil alih, kak!" Juna mengerucutkan bibir sebal, seraya melipat kedua tangan di depan dada.

Gadis berambut hitam panjang itu tidak mengindahkan. Ia justru lebih memilih untuk fokus menyusuni piring dan gelas yang sudah dibilas ke dalam rak.

"Kak Yuu—" bibir Arjuna berakhir monyong tatkala Yuna tiba-tiba menyumpalinya dengan jari telunjuk sehabis membalikkan badan. Pelan-pelan, ia mengembuskan napasnya.

"Yang nyuruh bangun telat siapa? Jangan berisik. Ganggu tetangga."

Yuna melangkahkan kaki melewatinya dengan malas, beranjak menuju meja makan yang kemudian diikuti oleh si manyun— sebutan dari Yuna karena Arjuna suka memanyunkan bibir tiap merasa kesal, tepat seperti yang lelaki berpipi tembam itu lakukan saat ini.

Enervate ✔️Where stories live. Discover now