[19] Truth

24.1K 1.2K 13
                                    

"Jadi ini alasannya?"

"Bukan hanya agar tak ingin membuatmu kecewa. Tapi karena aku tahu aku takkan bisa memberimu keturunan. Kandunganku gugur karena ovariumku harus diangkat. Kau tahu, aku takkan bisa memiliki anak. Sedangkan aku tahu kau sangat menginginkan anak..."

"Amelia..." bisik pria itu parau dengan wajah dibanjiri air mata. Selama ini.. bertahun-tahun lamanya ia mengira jika istrinya membencinya karena telah menamparnya. Tapi ternyata ada fakta lain yang lebih besar dari itu.

Ia menangis sesenggukan mendengar pengakuan mengejutkan yang mengobrak-abrik hatinya. Ia tak menyangka kesalahannya berdampak buruk bagi kehidupan orang tercintanya. Ia menyesal sangat menyesal.

"Aku salah telah menutupi ini dan membohongimu. Hidupku sudah hancur dan aku pantas menerimanya karena memang ini salahku sudah melakukan hal yang melewati batas.. Biarkan aku yang menanggungnya karena memang salahku."

"Tidak Amelia.. tidak.."

"Kau harus menceraikanku jika ingin melihatku bahagia."

"CUKUP! SUDAH CUKUP KAU MENYALAHKAN DIRIMU SENDIRI! AKU YANG SALAH AMELIA. AKU!  serunya dengan nada sesenggukan.

"Tidak seharusnya aku melakukannya saat itu. Seharusnya aku tak mengikuti egoku untuk memilikimu seutuhnya. Seharusnya aku lebih dewasa. Aku... Mencintaimu Amelia. Aku sangat mencintaimu. Aku tak mau kehilanganmu. Aku hanya ingin terus bersamamu. Dan ternyata caraku salah. Aku minta maaf Amelia," ujarnya menjatuhkan diri dan memeluk erat kaki istri tercintanya. Ia tak perduli tentang harga diri. Yang ia perdulikan hanya penerimaan maaf dari istrinya.

"Kumohon maafkan aku tapi jangan memintaku untuk menceraikanmu. Bahagia bukan dengan cara berpisah Amelia. Aku mungkin memang egois. Aku mungkin memang bajingan. Tapi aku tak ingin meninggalkanmu sampai kapanpun. Kita satu jiwa Amelia. Biarkan aku bersamamu. Karena kita ditakdirkan satu. Aku tak perduli tentang anak. Yang kubutuhkan itu kau. Aku hidup untukmu. Kemarin, sekarang dan selamanya."

Amelia tak menjawab apapun. Sedikitpun tak bergeming. Untuk beberapa saat udara berubah menjadi dingin. Sampai akhirnya helaan nafas pelan disambut dengan jawaban yang tak terduga.

"I can't."

Dua kata yang berhasil memporak-porandakan hati pria malang itu.

"Aku tak bisa hidup dengan orang yang tak kucintai lagi."

Satu kalimat bagaikan kenyataan pahit yang selama ini menghantui mimpinya.

"Aku tak bisa hidup dengan pria yang ringan tangan."

"Amelia... Saat itu aku tak sengaja melakukannya. Karena saat itu aku sedang tak terkendali. Aku marah karena kau mengatakan sesuatu yang berkali-kali kubuktikan dan kukatakan. Aku..."

"Cukup! Apapun alasannya aku tak bisa menerimanya."

Wanita itu menghela nafas panjang melihat pria itu jatuh terduduk. Kepalanya menunduk mengangkat kedua jemari tangannya. Seakan menyesali perbuatannya.

"Pergilah!"

Pria itu menggeleng kecil, "Aku tak bisa. Aku tak memiliki siapapun selain kau."

"Kau masih punya ayah dan ibu," ujarnya sedikit tidak tega. Entahlah hati kecil ini bagaimana maunya. Ia tak mengerti.

Pria itu menggeleng sedih. Memejamkan matanya perlahan. "Mereka sebenarnya palsu."

"Apa?!"

"Aku akan mengatakan yang sebenarnya. Aku.. aku telah membohongimu selama ini. Mungkin kau akan semakin membenciku.." pria itu mengambil nafas kecil sebelum kemudian mengeluarkan suara.

"Mereka sebenarnya hanya orang tua bayaran. Mereka adalah tunawisma yang kutemukan saat aku masih 15 tahun. Kedua orang tua kandungku sudah meninggal sejak aku 10 tahun. Mereka meninggalkan banyak harta yang kemudian diwariskan untukku. Aku membayar mereka hanya untuk identitas formal. Aku mengubah namaku menjadi baru begitupun orang tua angkatku. Aku.. hanya sedikit kesepian. Tapi memiliki orang tua bayaran juga tak menyenangkan. Mereka hanya menjalankan kontrak yang tertulis. Dan tak memiliki inisiatif untuk melakukan lebih."

"Nyatanya memang uang tak bisa memberikanku kebahagiaan. Dan saat kau hadir disaat ulang tahunku yang ke 17, hidupku berubah. Aku memiliki motivasi hidup dan hidupku berubah menjadi berwarna. Kau seperti lentera bagiku, Mel. Itulah kenapa aku tak ingin kehilanganmu. Karena.. aku percaya kau adalah takdirku."

Entah kenapa sudut hatinya sedikit tersentuh mendengarnya. Mungkin ini hanya empati. Dan ini wajar.

Amelia mengalihkan pandangannya ke arah lain. Ia tak tahu keputusannya. Ia tengah bimbang.

"Kau tak perlu mengasihaniku. Aku memang orang yang tak patut dicintai." Ujarnya sedikit bergetar.

"Aku tak kasihan padamu."

"Aku tahu," ujarnya lirih. Sakit sekali memang jika keluar dari mulut wanita itu langsung.

"Aku akan meninggalkanmu sendiri," ujarnya merasa pria itu butuh ruang.

"Jangan! Jangan tinggalkan aku!" menahan tangan istrinya.

"Kau perlu sendiri untuk memikirkannya lagi, Ken."

"Tidak! Sampai kapanpun keputusanku akan terus begini!" ujarnya menggebu-gebu.

Amelia terdiam sejenak, "Kita lihat saja nanti."


To be continued...

NOT MY EX ✓ (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang