2. Maaf, Ma

1.4K 45 7
                                    

Selamat membaca~

●□●□●

"Dianna Khayra Melani dari kelas 12 MIPA 7."

Seseorang ber-name tag 'Dianna Khayra Melani' maju setelah namanya dipanggil oleh MC. Dianna mengambil sebuah kertas di dalam box yang sudah disiapkan. Hari ini adalah hari di mana seluruh murid di Sekolah Nusantara Bangsa di suruh untuk melakukan presentasi secara acak. Dianna terlihat gugup karena hanya ia dan kedua temannya yang terpilih untuk menjadi perwakilan kelas. Ini saatnya ia maju, setelah beberapa dari murid di kelas lain maju.

Dianna membuka kertas perlahan-lahan. Ia terkejut karena tema yang ia dapatkan adalah... hal yang tidak pernah ia bayangkan sebelumnya. Karena Dianna berpikir akan mendapatkan tema, seperti persahabatan, pelestarian lingkungan, atau apapun itu selain yang tertulis di kertas ini.

"Baiklah, silakan kamu presentasikan tema yang sudah kamu dapatkan," ucapan MC membuat Dianna langsung tersadar. Dengan gugup, Dianna menggerakkan mic yang sudah dia pegang ke dekat mulutnya. Dianna menghembuskan nafasnya panjang, lalu meyakinkan dirinya.

"Kasih sayang," dengan ragu Dianna membaca tema yang tertulis di kertas, "Kasih sayang adalah sebuah rasa peduli, perhatian dari seseorang yang sangat... berharga bagi kita," Dianna mengeratkan pegangannya pada mic, rasanya sangat berat mengucapkannya.

"Rasa kasih sayang timbul dalam hati yang tulus untuk mencintai, menyayangi, serta..," Dianna menjeda ucapannya, "...memberikan kebahagiaan. Kasih sayang itu berasal dari..," Dianna menghentikan ucapannya.

Terlihat lebih dari ratusan murid menatapnya kagum. "Dari orang tua kita atau keluarga kita." Dianna mengakhirinya dengan tersenyum sendu.

Semua murid di sana bertepuk tangan. Dianna pun membungkuk terimakasih, lalu kembali duduk di tempatnya. Ada satu hal yang terpikir di pikiran Dianna, apa aku pernah merasakan kasih sayang itu sekarang?

Acara selesai, semua murid kembali ke kelas masing-masing. Tinggal jam terakhir di kelas Dianna, dan ternyata jamkos karena guru yang sedang rapat. Icha, teman sebangku Dianna termasuk sahabatnya menatap haru ke Dianna. Hal itu membuat Dianna mengerutkan dahinya bingung, lalu tersenyum.

"Kenapa sih? Kok ngeliatnya gitu banget?" tanya Dianna yang dibalas dengan kekehan Icha.

"Nggak apa-apa, hehe. Kamu keren banget tadi!" seru Icha sambil mengacungkan jempolnya membuat Dianna tersenyum malu.

"Apa sih, nggak kok," Dianna menunduk malu. Lalu raut wajahnya tiba-tiba berubah
menjadi muram.

"Kamu nggak apa-apa?" Dianna menoleh, lalu mengangguk pelan.

"Beneran? Kok tiba-tiba sedih gitu," tanya Icha sekali lagi ikut merucutkan bibirnya.

"Nggak apa-apa kok, cuma... bentar lagi pulang, dan aku nggak menantikan itu sama sekali."

Perlahan raut wajah Icha ikut berubah, dia paham dengan napa yang Dianna maksud. Dia menggenggam lembut tangan Dianna, hal itu membuat Dianna menoleh, lalu tersenyum hangat ke Icha yang juga sedang tersenyum sendu ke dirinya.

Kriiiingggg

Bel pulang berbunyi, banyak murid yang langsung tergesa-gesa untuk pulang sekolah. Katanya bel pulang adalah sesuatu yang paling ditunggu-tunggu murid sekolah, tapi berbeda dengan Dianna. Dia sama sekali tidak ingin itu terjadi. Ia pun memanggil taksi untuk mengantarkannya pulang.

Sesampainya di rumah, ia menghembuskan napasnya pelan. Ia tau dengan apa yang akan terjadi setelah ini. Dianna berjalan menuju pintu rumahnya. Ia membuka dan melihat Marinna, mamanya yang sedang duduk di sofa ruang tamu sambil memegang handphone nya. Baru berjalan beberapa Langkah, Marinna langsung memanggil Dianna.

"Kenapa lama banget pulangnya? Denger-denger di pembelajaran terakhir sekolah jamkos karena guru ada rapat kan? Ada yang langsung pulang, kenapa kamu nggak pulang?" sahut panjang Marinna membuat Dianna membalikkan badannya dan menatap mamanya.

"Tadi ada tugas, jadi Dianna ngerjain dulu baru pulang, ma," balas Dianna berusaha untuk sabar. Mendengar itu, Marinna menaruh handphonenya dan menyuruh Dianna untuk duduk. Awalnya Dianna menolak, tapi karena paksaan mamanya jadi, ia menurutinya.

"Ujian semester satu kemarin nilai kamu menurun kan? Kamu gimana sih? Pasti nggak pernah belajar kan? Sampai-sampai nilai kamu ada yang 50. Nggak malu sama kakak kamu? Dia murid terbaik loh di sekolah kamu," Dianna memejamkan matanya saat mendengar itu, hampir setiap hari ia mendengar itu.

"Untung nggak ada yang tau kalau kamu itu adiknya Arkan, apalagi kamu itu anaknya kepala sekolah di sekolah kamu. Kalau tau, pasti mama sama papa udah malu tau nggak?" lanjut Marinna yang membuat Dianna mengepal kuat.

"Sana ke kamar kamu, mandi terus belajar. Mama nggak mau kamu malu-maluin mama sama papa nanti," Dianna hanya mengangguk, lalu segera pergi ke kamarnya.

Dengan cepat Dianna menutup pintu. Tepat saat itu juga air matanya turun. Reflek ia menutup mulutnya dengan tangannya agar tidak terdengar suaranya yang menangis. Setiap hari... setiap hari ia dibanding-bandingkan dengan kakaknya.

Orang tua selalu ingin yang terbaik dari anaknya, tapi apa mereka lupa? Bahwa anaknya juga butuh dukungan untuk menjadi yang terbaik. Tidak pernah Dianna mendengar dukungan dari mama papanya. Ia hanya mendengar ucapan orang tuanya yang membandingkan dirinya dengan kakaknya.

Dianna pun mengatur napasnya pelan-pelan agar tidak menangis lagi. Ia menghapus air matanya dengan cepat. Ia lebih memilih untuk membersihkan dirinya. Pikirannya kosong, sampai ia tak tau harus memikirkan apa, dan hampir menyerah...

~●~

'Aku di sini, dan selalu berusaha, Ma, Pa.'

TERLAMBAT [TAMAT]Where stories live. Discover now