part 19

65 7 1
                                    

"Harus tau latar belakangnya dulu, nanti nyesel"

/╲/\╭(•‿•)╮/\╱\

"Sania tolong minum" lirih Asiy, kepalanya masih berdenyut nyeri.

"Asiy udah sadar?"

"Minum, San" Sania lalu mengambilkan minum di samping brankar Asiy, air putih.

"Makasih udah bawa aku kesini" ucap Asiy sambil tersenyum.

"Yang bawa kamu kesini bukan aku, aku cuma nungguin"

"Terus siapa?" Asiy berusaha duduk dibantu Sania.

"Namanya..." Sania mencoba mengingat ingat nama lelaki yang menolong Asiy tadi melalui nametag di almamaternya. "Namanya Azam kalau nggak salah"

"Azam?" Pekik Asiy. "Eh maaf, Azam siapa lengkapnya?"

"Azam siapa ya?" Sania kembali mengingat ingat. "Syaibani kalau nggak salah" Sania menjawab ragu, membuat Asiy kembali lesu.

"Bukan Azam Asy-Syirbini?" Tanya Asiy memastikan.

"Eh, itu deh kayaknya namanya. Iya Azam Asy-Syirbini, habis namanya susah jadi nggak inget" Sania menggaruk tengkuknya sambil cengengesan.

Asiy terdiam. Benarkah Azam Asy-Syirbini? Bisa saja sih dia kuliah disini. Karena Asiy tidak tau Azam sekarang ada dimana, bahkan rumahnya saja Asiy tak tau. Tapi nama Azam Asy-Syirbini kan nggak hanya satu?

Tanpa sengaja, mata Asiy menangkap sileut orang yang baru saja mengintip dari jendela. Keadaan ini sama persis dengan kejadian dua setengah tahun lalu. Awal awal Asiy mengenal Azam.

"Kalian saling kenal ya?" Sania mengutarakan pertanyaan yang sejak tadi ingin ia tanyakan.

"Enggak saling kenal sebenernya, tapi nama Azam Asy-Syirbini lah yang setiap hari mengisi sujud terakhir tahajudku" jawab Asiy hanya dalam hati.

"Kok bisa nebak gitu, emangnya ada apa?"

"Karena tadi kak Azam itu bilang gini, udah tau nggak kuat panas, masih ikut upacara, gitu"

Asiy kembali diam, kalau seperti ini sudah jelaskan kalau yang menolongnya memang Azam Asy-Syirbini yang sama yang menolongnya dua setengah tahun lalu, yang selalu mengisi sujudnya. Apakah ini adalah jawaban dari setiap doa yang dilantunkannya?

/╲/\╭(•‿•)╮/\╱\

"Asiyah" Asiy menghentikan langkahnya, tubuhnya menegang. Asiy tau siapa yang memanggilnya tanpa perlu balik badan. Apakah ini berlebihan? Asiy bahkan masih mengenali suara itu meskipun sudah dua tahun tidak mendengar, meskipun suaranya terdengar semakin berat.

"Asiyah" orang itu sudah di sampingnya. Asiy menoleh padanya.

"Kak Azam?"

"Fakultas sastra ya?"

"Iya, kak Azam juga kan?"

"Enggak"

"Loh, kok kemarin ngurus ospek fakultas sastra? Sekarang juga ada disini?" Tanya Asiy bingung.

"Hehe, habisnya fakultas aku masih besok senin, dan enggak tau kenapa pengen ikut aja gitu ke fakultas sastra. Eh ada kamu ternyata, belum berubah ya, masih suka sastra" Asiy meneguk ludahnya sedikit sulit, sejak kapan Azam tau kalau dirinya suka sastra? Mereka kan dulu bimbingan matematika bukan sastra. Tapi Asiy berusaha senormal mungkin.

love you in my prostrationDonde viven las historias. Descúbrelo ahora