÷23. Luna, Where Are You?

27 6 12
                                    

:: Bye Luna ::

::
::
::

Minggu, 30-12-2012

AWAN mendung kelabu telah menjatuhkan bulir-bulir air kecil di sebagian wilayah Kota Bandung sejak semalam dan belum berhenti hingga mentari menyapa bumi di pagi hari. Ini bukan gerimis pertama di musim hujan tahun 2012. Namun, sepertinya akan menjadi gerimis terlama di penghujung tahun ini.

Butir-butir percikan gerimis terbawa angin hingga terhempas ke kaca jendela, menjadikan buram pemandangan di luar sana. Tetapi, hal tersebut sama sekali tak menggerakkan kaki pemuda tinggi berkaos panjang dengan motif garis hitam abu-abu dominan putih itu untuk beranjak dari kusen jendela.

"Rav, ngapain sih? Betah banget berdiri di sana! Sinilah, kita main game!"

Pemuda yang melamun di dekat jendela kamar nomor 211 asrama Akang itu adalah Ravianka. Sedangkan yang baru saja mengajaknya untuk bermain game di perangkat komputer itu merupakan Arjendra Damono, Jeno.

Iya, Anka dan Jeno kembali merajut persahabatan mereka yang sempat hancur lebur akibat tekanan dari luar. Meskipun awalnya, baik Anya maupun Gio tak setuju apabila Anka sekamar dengan Jeno lagi, tetapi pada akhirnya pasangan anak ibu kota itu harus mengendurkan kemauannya. Sebab Anka sendirilah yang bersedia menerima Jeno sebagai teman sekamarnya.

Mulanya Gio sering sekali mengecek kamar 211 sekadar memastikan bahwa ia tidak akan kecolongan lagi. Gio khawatir, kalau-kalau Jeno akan berbuat kekerasan kepada Anka lagi. Terlebih Anka baru saja keluar dari rumah sakit pasca pemulihan operasi pemotongan lambungnya.

"Sudah hampir seminggu aku di asrama, tapi sampai saat ini aku belum ketemu Luna," ujar Anka sembari memandang keluar jendela.

Terakhir kali, Anka bertemu Luna itu sekitar dua minggu yang lalu. Saat Anka masih menjalani perawatan pasca pemulihan di rumah sakit. Setelahnya, Luna tak pernah muncul. Hanya Sriani dan AKBP Adhi yang terkadang menjenguknya di jam besuk.

"Mungkin anaknya lagi banyak tugas kali, Rav. Makanya nggak pernah keluar wilayah Eneng. Lo tahu sendiri, kan. Anya sama Vania juga jarang banget ketemu kita di kantin WUP," balas Jeno tanpa mengalihkan fokusnya pada layar cembung komputer.

"Tapi kemarin lusa, hari Jumat, mereka ke kantin bareng, tanpa Luna," tandas Anka.

Kalau sudah begini, Jeno bingung harus menanggapi bagaimana.

"Aku pengen tahu kabarnya Luna. Maneh ada pulsa nggak?" tanya Anka.

Lama, Jeno tak menjawab. Bukan karena ia sibuk bermain game, tetapi memang karena anak itu sedang mencari-cari alasan lain. Anka tahu itu. Tampak jelas dari permainan Jeno yang acak-adul di layar komputer.

"Nggak ada, Rav. Sorry!"

Anka menghela napas panjang lalu mengembuskan perlahan. Ada yang tidak beres dengan gelagat Jeno. Anak itu seperti sedang menutupi sesuatu dari Anka dan nahasnya hal itu berhubungan dengan Luna.

Anka tak mau mendesak Jeno. Toh, percuma teman sekamarnya itu tidak akan mau mengaku. Hanya menghabiskan tenaga saja, kalau Anka memaksa menginterogasi Jeno.

Anka memilih beranjak dari kusen jendela. Ia berjalan menuju lemari pakaian. Anka mengambil jaket tebal pemberian Gio dan memakainya. Tak lupa juga mengambil payung lipat berwarna hijau tua yang tergeletak di rak paling bawah.

SKYDREAM 2012 [✔]Where stories live. Discover now