🌸 Kita dan Perasaan Ini

24 3 4
                                    

Bintang Galendra
Rai, lupain semua yang gue bilang kemarin sore di kantin rumah sakit, ya. Maaf kalo ucapan gue bikin lo jadi tambah bingung. 

Sorai Lentera
Maksudnya?

Bintang Galendra
Sekali lagi, maaf Sorai. Gue cuma bisa bilang itu.

Di kamarnya Sorai semakin bertanya-tanya. Galen bukan hanya membuatnya semakin bingung. Namun juga membuat perasaannya tambah kacau.

"Lo sebenarnya kenapa sih, Gal?"

Notifikasi berikutnya kembali membuat Sorai menarik napas panjang.

Brian
Keluar Rai, gue tahu lo belum tidur. Gue nunggu di teras rumah lo nih.

"Udah ngilang tanpa sebab, sekarang ngatur-ngatur. Tapi gue kangen lo sih, Bri."

Sorai segera merapikan rambutnya, mengecek keadaan  mamanya sebentar lalu bergegas menemui Brian.

Cowok itu sudah duduk tenang di kursi teras. Di atas meja juga tergeletak sesuatu yang sorai yakini adalah makanan.

"Tumben main jam segini? Udah malem loh, Bri. Udah jam sembilan."

"Kangen, Rai."

"Hah?"

"Kangen lo, gak boleh kangen sahabat sendiri?"

"Suruh siapa lo ngilang akhir-akhir ini? Dihubungi juga susah."

"Belum siap aja ketemu lo."

"Maksudnya apa sih?"

"Gak peka banget ya. Apa pura-pura sih, Rai?"

Kening Sorai semakin mengerut. Kalimat Brian membuatnya seperti hilang fokus.

"Siapa Bri yang gak peka. Pura-pura apa?"

"Lupain, Rai."

"Selalu deh kayak gitu. Padahal gue tuh cuma butuh penjelasan. Masa lo nyuruh gue peka terus. Bri, lo sendiri tahu gue aja sering gak peka sama apa yang sebenernya gue pengen."

"Tapi beneran, Rai. Gak apa-apa lupain aja."

Brian dan Galen, keduanya sama-sama membuat Sorai bingung.

"Tadi pagi kenapa gak berangkat sekolah?"

"Gue kan harus antar mama pulang dari rumah sakit. Padahal mama nyuruh gue tetep berangkat sih. Tapi gak apa-apa deh alfa sehari. Gue pengen jagain mama. Kasihan kakinya masih sakit."

"Di rumah gak ada orang lagi emang?"

Sorai menggeleng. "Papa udah seminggu lebih gak pulang. Kata mama sih lagi sibuk sama kerjaannya di luar kota. ART di rumah juga udah seminggu diberhentiin. Gak tahu kenapa."

"Tapi gak ada masalah, kan, Rai?"

Sorai tertawa, "Masalah kayak gimana?"

"Mama lo sering kelihatan murung atau nangis nggak?"

Sorai terlihat berpikir dan mengingat. Lalu menggeleng. "Nggak sih, kayaknya. Mama malah jadi tambah perhatian. Kayak takut kehilangan gue banget, Bri."

Brian mengangguk. "Syukurlah."

"Emang kenapa?"

"Gak apa-apa."

"Dih aneh lo."

"Anehan juga lo."

"By the way. Ini apaan?" Sorai mulai penasaran dengan apa yang Brian bawa. Wanginya terlalu menggoda untuk dibiarkan begitu saja.

"Dari baunya aja udah kecium kalo itu martabak kesukaan lo, Rai. Gak usah basa-basi deh. Dimakan gih."

"Baik banget sih, Bri. Tahu aja gue lagi pengen yang manis-manis."

"Apa sih yang gak gue tahu tentang lo?"

"Bri, stop! Banyak yang lo gak tahu tentang gue. Banyak banget. Lo bukan dukun apalagi Tuhan. Perasaan gue saat ini juga belum tentu lo tahu."

"Tapi gue tahu lo sekarang lagi bingung, Rai."

"Tentang?"

"Tentang perasaan lo, tentang Galen, tentang gue juga."

"Oke gue salah, lo emang tahu semua tentang gue."

"Lo kangen sama gue juga nggak, Rai?"

Sorai mengangguk sambil menggigit martabak di tangannya.

"Masih butuh gue nggak?"

Setelah selesai mengunyah satu gigitan. Sorai menatap Brian tak suka. Dia benci ditanyai hal semacam itu. "Kok tanya gitu sih, Bri? Lo udah nggak mau ya gue repotin?"

"Gue justru pengen banget selalu bisa lo repotin, Rai. Tapi sekarang bukannya udah ada orang lain yang bisa lo repotin juga?"

"Siapa?"

"Galen, Rai. Lo pasti lebih seneng sama dia sekarang, kan?"

"Lo cemburu?"

"Bukannya kalo bukan pacar lo bilang gak berhak buat cemburu?"

"Hmm, gimana sih, Bri. Gue jadi tambah bingung."

Sudut bibir Brian sedikit terangkat, cowok itu hanya tersenyum. "Yang ini juga ada baiknya lo lupain aja, Rai."

"Sesusah itu ya gue dapet sedikit penjelasan dari lo? Kenapa gue harus mikir jawabannya sendiri terus sih?"

"Gue pulang, udah malem. Besok kalo mau berangkat sekolah bareng, ya. Gue mau bawa motor."

Sorai mengangguk. "Ya udah, good night, Brian."

"Good night too, Rai."

🌸🌸🌸

Galen berhenti melangkah saat melihat Sorai baru saja turun dari motor Brian. Keduanya sempat tertawa lepas sebelum Brian melepas helm.

"Kayaknya gue belum mampu bikin lo ketawa selepas itu, Rai. Mungkin mundur bukan pilihan yang salah."

Seseorang tiba-tiba saja berdiri di samping Galen. Dia Senja. Gadis itu familiar di mata Galen. Dia adik kelas yang juga ikut organisasi jurnalistik.

"Kak Galen, boleh Senja bicara sebentar?"

Mengira ada hal penting, Galen mengangguk. "Tentang apa?"

"Maaf tadi Senja diam-diam lihat Kak Galen natap ka Sorai sama Kak Brian. Kelihatan kayak ... cemburu mungkin? Emm, Senja tahu ini bukan urusan Senja. Tapi Senja cuma mau bilang, kalau iya Kak Galen cemburu, berarti kita sama."

"Sok tahu kamu."

"Senja nggak sok tahu, kelihatan jelas kok di mata Kak Galen. Ya udah Kak, maaf ya kalo ganggu. Senja cuma mau bilang, saat jatuh cinta kita punya dua pilihan. Berjuang buat menggapainya atau menyerah. Tapi menurut Senja, Kak Galen punya lebih banyak kesempatan dan kemungkinan. Sebelum semuanya terlambat, Kak. Jangan nyesel kayak Senja sekarang."

"Kamu ngomong apa sih, saya nggak ngerti. Jangan sok bisa nebak perasaan orang lain. Karena perasaan kamu sendiri aja, belum tentu kamu pahami.
Semua cinta nggak harus digapai, terkadang merelakan bukan sebuah kesalahan."

"Senja setuju, Kak. Tapi bukannya Kak Sorai juga suka sama Kakak? Kenapa kalian gak bisa sama-sama?"

"Itu bukan urusan kamu. Bukannya gak etis juga ya adik kelas tanya-tanya dan ikut campur urusan kakak kelasnya? Situasinya kamu gak begitu kenal saya, begitupun sebaliknya."

"Ma-maaf, Kak. Senja terlalu lancang sepertinya."

"Bukan sepertinya. Tapi memang iya."

Senja menunduk takut. Galen sudah sangat tidak nyaman.

"Kamu suka sama Brian? Terus udah merasa terlambat? Kamu nyerah. Terus sekarang kamu minta saya buat berjuang?" Galen tak habis pikir. "Kamu aneh."

______
Next?

Mohon koreksinya ya buat cerita ini. Thank you.

🎶Playlist lagu - Last Child (Seluruh Nafas Ini )

Mari Kita Cerita Tentang Luka Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang