Advocata-04

11.3K 1.4K 269
                                    

Leander berdiri dengan kedua tangan dimasukkan pada saku celana bahan hitam yang dikenakan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Leander berdiri dengan kedua tangan dimasukkan pada saku celana bahan hitam yang dikenakan. Tubuh tingginya yang terbalut setelan kemeja hitam berdiri sangat tegak sampai kesan wibawanya pun tampak. Matanya menatap lekat sosok gadis berambut sepinggang yang sedang duduk di sofa usang sambil menangis.

Dua manusia beda usia itu berada di ruang kerja milik Leander yang berseberangan dengan ruangan milik ayahnya tadi. Tindakannya yang mengajak Zale ikut bersamanya beberapa menit lalu baru disadari oleh Leander. Leander tidak paham sikapnya itu, tapi ada satu yang membuatnya tidak enak hati sekarang yaitu melihat penampilan Zale yang agaknya terbuka untuk gadis yang katanya baru berumur 17 tahun.

Melihat Zale menangis Leander tidak bereaksi. Hanya berdiri di dekat jendela dan memperhatikannya yang duduk di sofa.

"Papa kok jahat ..." racau Zale masih menunduk membenamkan wajahnya pada lipatan sikunya yang tertekuk.

Zale mulai sadar apa yang tengah papanya lakukan tadi. Pria itu tengah meminta bantuan pada perusahaan orang tua Lean dengan menggunakan dirinya sebagai iming-iming. Meskipun tidak ada yang memberitahu hal itu, Zale sudah tahu dengan sendirinya. Zale merasa dirinya seperti gadis murahan sekarang.

Merasakan sisi sofanya bergerak, Zale menghentikan tangisnya dan menoleh. Tangisnya kembali pecah saat Leander mengusap punggungnya pelan dengan maksud menenangkan.

"Nggak usah nangis.."

"Ng-g-gak bisaa.." Zale memiringkan tubuh lalu tanpa permisi melingkarkan dua tangannya pada pinggang Leander dan mengikis jarak. Zale memeluk Leander.

Tidak ada protes dari Leander karena justru lelaki itu balas memeluk Zale. Ini adalah kali keduanya Leander bertemu dengan Zale. Dan kali keduanya juga mereka saling berpelukan layaknya manusia yang sudah saling mengenal lama.

"G-gue maaluu.." cicit Zale dan kembali menangis dengan suara yang lebih lirih.

"Malu kenapa?" saut Leander menanggapi. Sadar atau tidak, kedua tangannya mengelus pinggang juga punggung Zale secara bersamaan. Dagunya yang diletakan diatas kepala Zale membuat Zale mendapat posisi nyaman.

Leander merasakan kepala Zale yang menggeleng di bahunya. Mungkin gadis itu memang tidak mau bercerita, atau bahkan belum. Tak mau memaksa, Leander memilih diam sambil terus memeluk Zale penuh kehangatan.

Leander membuka jas hitam miliknya yang sedari tadi menutupi bahu terbuka milik Zale , "Dingin nggak?" Tanya cowok itu yang dibalas gelengan pelan oleh Zale.

Zale hanya mendongak mengikuti pergerakan Leander yang kini beranjak dari duduk dan berdiri didepannya seraya menelisik penampilannya dari ujung kepala hingga kaki.

"Lo ggak sekolah?"

"Yang lo liat?"

Mendengar jawaban itu entah mengapa membuat Leander sedikit tak terima. Ia tak menyukai cara berbicara Zale padanya.

AdvocataTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang