Kenyataan Menyudutkan Keraguan

2.1K 256 28
                                    

Dibalik sebuah kehidupan manusia, ada garis ketentuan Tuhan. Mengarahkan ke arah dua jalan kehidupan berbeda, membiarkan mereka memilih jalan yang diharapkan.

Memang pada dasarnya setiap manusia mempunyai keburukannya masing-masing, entah dari wujud ataupun akal pikiran, tidak menutup kemungkinan bisa ditutupi oleh kelebihan.

Manusia tidak akan pernah mendapatkan kebahagiaan jika kekurangan tidak dijadikan cambukan pengingat. Mau sebanyak apapun bercita-cita, tidak akan pernah bisa diwujudkan dengan bermodal niatan saja. Butuh usaha dan doa.

Kedua elemen ini sangat penting penentu hasil yang didapatkan. Mau baik atau buruk yang diterima, tetap akan dirasa cukup dengan rasa syukur.

Hidup ini tidak melulu tentang kebahagian dan kesedihan, tetapi bagaimana menyikapi setiap hal yang didapati.

Mungkin masih merasa asing menganggap, bahwa apa yang diberikan Tuhan adalah bentuk kasih sayang terhadap hamba-Nya.

Ya, begitulah akal pendek manusia, merasa buntu terhadap nikmat Tuhan berikan. Apa yang diterima belum terasa cukup baginya, tetap ada sisi kosong yang ingin dipenuhi.

Bagaimana jika bentuk pengagungan tidak terbalas baik oleh Tuhan?

Tentu saja tidak mendapatkan jalan kehidupan yang dikira, doa dan harapan yang selalu digaungkan dibalas permasalahan tak ada habisnya. Hingga mereka yang jatuh di titik terdalam berputus asa terhadap apa yang dialaminya, jiwa dan raganya seakan dipaksa kuat walaupun permasalan silih berganti menghantam keras kenyataan.

Rian akui, ia masuk salah satu orang yang berputus asa nikmat Tuhan. Semenjak ia dihancurkan oleh kenyataan, tidak sedikitpun kepercayaan Tuhan ia gantungkan.

Sebelumnya Rian selalu bersyukur dengan apa yang diberikan Tuhan, dan selalu menghadap-Nya penuh suka cita.

Namun, Tuhan menghancurkannya perlahan, puncaknya adalah pengkhianatan orang yang ia cintai. Sampai lahirlah anak yang tak diharapkan, membuat hidupnya semakin hancur berantakan.

Apakah ia salah tidak percaya keadilan Tuhan? Sementara Tuhan tidak berbuat adil padanya

Apakah Tuhan tidak puas menerima kesetiaannya? Sampai-sampai kebahagiannya direnggut paksa.

Hanya satu pegangannya, membahagiakan Bian, anak kesayangannya, tapi kenapa melihat anak yang tak diharapkannya membuat hatinya menjerit menyayangi anak itu.

Rian tidak bisa membohongi hatinya, semakin ia tahan semakin sesak ia rasakan. Sekarang ia takut kehilangan tanpa ia inginkan, dan berharap anak itu tetap bertahan dan kembali seperti biasa.

Rian khawatir setengah mati melihat anak itu tidak bergerak sedikitpun dengan darah segar mengucur deras memerahkan kolam renang. Anak itu tidak bernapas dan tidak merespon pertolongan pertamanya setelah dibawa ketepian.

Dada Rian serasa diremas kuat-kuat, menyaksikan anak itu tenang dan damai dalam pejamnya. Untuk pertama kalinya Rian menyentuh anak itu, tapi kenapa harus dalam kedaan tidak baik-baik saja?!

Mengingat tubuh mendingin dan darah bercucuran deras mengotori kemeja putihnya semakin mengacaukan perasaan Rian, dan tanpa sadar ia berharap kepada Tuhan setelah sekian lama abai akan eksistensi-Nya.

Rian remat tangannya, menunduk dalam merapalkan doa pengharapan. Ia tidak peduli penampilannya sangat jauh dari kesan wibawa, yang ia pikirkan Rain dan Rain.

Mora yang di samping majikannya, tidak menyangka tuan besarnya ini sangat mengkhawatirkan anak yang tidak pernah dianggap selama ini. Mora pikir, tuan besarnya tidak peduli Rain disiksa istrinya. Terbantahkan saat teriakan disertai langkah cepat menyelamatkan Rain yang tenggelam di kolam renang.

Sekarang majikannya tetap setia menunggu Dokter di depan ruang IGD. Dan yang membuat Mora terharu, tuannya sesekali mengangkat kepala memandang pintu IGD dengan tatapan sendu, tidak peduli bajunya basah kuyup di tubuh tegapnya itu. Walaupun begitu, Mora sama-sama khawatir. Jika tidak ada tuan besarnya pasti keadaan Rain lebih buruk dari ini.

Beberapa menit berlalu, tiba-tiba suster keluar dengan tergesa-gesa, melewati Rian dan Mora, di menit berikutnya kembali masuk ke dalam, membuat mereka penasaran apa yang terjadi di dalam.

Tak lama kemudian, dokter yang ditunggu-tunggu keluar dari ruang IGD. Rian dan Mora yang menyadarinya langsung menghampiri Dokter itu.

"Bagaimana keadaannya?" tanya Rian dengan perasaan berkecamuk.

Dokter sedikit terkejut dan tidak menyangka pemilik rumah sakit yang menjadi wali pasien. Tapi siapa anak yang ia tangani, setahunya, pemilik rumah sakit ini hanya punya anak tunggal, dan memiliki dua keponakan.

"Kondisinya kritis, Tuan. Pasien mengalami gegar otak akibat benturan keras dan banyak mengeluarkan darah akibat benturan keras melukai kepalanya. Pasien butuh donor darah secepatnya Tuan, tapi untuk golongan darahnya sangatlah langkah, dan saat ini sedang kosong. Kami sudah hubungi pihak rumah sakit lain dan pusat donor darah tapi belum ada golongan darah yang sama. Jika terlambat bisa berakibat fatal dan maaf ... kemungkinan terbesarnya kami tidak menyelamatkannya," ucap Dokter panjang lebar.

Rian tersentek pernyataan Dokter, darahnya juga tergolong langkah, dengan perasaan bercampur aduk ia bertanya, "Apa golongan darahnya?"

"Golden Blood."

Rian hampir jatuh, tidak percaya dengan ucapan Dokter. Untung saja Dokter yang melihat reaksi Rian menahannya. "A-apa, Golden Blood?"
"Iya Tuan."

Rian semakin disudutkan pikirannya, berbagai spekulasi menyudutkan keraguaannya. Hanya sedikit orang yang mempunyai darah langkah itu, termasuk keluarganya.

"Golongan darah saya Golden Blood, ambil darah saya."

"Maaf, Tuan. Anda tampaknya kurang sehat, sebaiknya dilakukan pemeriksaan ...."

Rian langsung menarik snelli dokter itu. "Cepat lakukan! Saya tidak mau anak itu terjadi apa-apa!"

Dengan sedikit keberanian, Dokter itu menggeleng, ia harus profesional menyangkut nyawa. Apa lagi wajah tuan besarnya tampak lelah dan pucat.

"Maaf sebelumnya. Ini juga untuk keselamatan, Tuan. Untuk tau lebih lanjutnya, Tuan harus melakukan serangkaian pemeriksaan."

Rian melepaskan cengkramannya kasar. "Dimana ruangannya."

"Ikuti saya, Tuan." Rian mengikuti arah jalan dokter tersebut, sementara Mora tetap berada di depan ruangan IGD.

Sesampainya di ruangan pemeriksaan, Rian melakukan serangkaian pemeriksaan, setelah itu menunggu keputusan dokter di depannya.
"Maaf Tuan, anda tidak bisa mendonorkan darah karena tubuh anda kurang sehat dan tekanan darah rendah. Akan sangat berbahaya jika tetap memaksakan pendonoran darah."

Rian mengusap wajahnya gusar, kekawatirannya tidak ia elakkan teringat kondisi Rain jauh dari kata baik. "Saya tidak peduli, cepat lakukan!"
"Tuan ...."

Ucapan dokter terpotong saat seorang suster masuk. "Maaf sebelumnya, pendonor darah sudah ada, Dokter, pasien siap untuk ditranfusi darah."

Rian bangkit dari duduknya. "Cepat lakukan!" titahnya tidak sabaran. Dokter dan suster melaksanakanya, berlarian menuju ruangan rawat Rain.
Rian mengikuti dari di belakang.

Ada rasa iri terhadap orang yang mau mendonorkan darah untuk anak itu, tapi setidaknya ia sedikit bisa bernapas lega.

TBC

Hi, Popon kembali tanpa Rain👋☺

Rain lagi istirahat sebelum disiksa kembali 😇

Maaf ya, baru bisa up🙂🙏

Jangan lupa tinggalkan jejak jika kalian suka🤗

Salam Manis Popon

Teduh Untuk Rain [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang