Masa Lalu Menggiring Luka

2.2K 219 6
                                    

Takdir adalah misteri tak kan terganti, memberikan harapan bagi yang menjalani, mengarahkan kehidupan untuk dilalui.

Gelap terang silih berganti, memutar perasaan tak bertepi, hingga luka kian menggerogoti.

Jauh sebelum itu terjadi, rangkaian kejadian telah menanti, menunggu manusia lahir ke atas dunia yang penuh manipulasi.

Bahagia merupakan kesenangan yang ingin dimiliki setiap makhluk bernyawa, nyaman dan damai mendominasi, hingga melupakan itu semua bukanlah kekal abadi. Akan ada kesedihan dan perpisahan menyayat hati, menghancurkan rancangan kegiatan yang akan diabadikan. 

Dari sekian banyak orang yang terbuai akan itu, Nalendra menjadi salah satunya. Dulu, ia pikir hidupnya akan baik seterusnya, menjadikan canda tawa sebagai pengisi jiwa, melupakan luka tak kasat mata, hingga apa yang dikisah suram seketika.

Dalam satu malam, hancur lebur oleh kenyataan, mengatasnamakan kekecewaan sebagai penolakan, dan satu persatu kebahagiaannya pergi meninggalkan duka.

Di bawah gundukan tanah, ada kebahagiaan Nalendra ikut terkubur disana. Meletakkan bunga yang selalu ia bawa setiap kali berkunjung, bunga  Mawar putih sebagai bentuk cinta dan kesetiannya kepada sang istri yang telah mendahuluinya.

 Meletakkan bunga yang selalu ia bawa setiap kali berkunjung, bunga  Mawar putih sebagai bentuk cinta dan kesetiannya kepada sang istri yang telah mendahuluinya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ah, rasa rindu Nalendra sedikit terobati dengan berkunjung ke rumah baru istri tercinta, ditambah dengan sosok malaikat kecil kesayangan mereka, Dandi.

“Assalamu’alaikum, Mama!” Dandi memegang batu nisan yang berukir nama, lalu menciumnya dengan suka cita, berjongkok menaburkan bunga yang dibawa.

“Mama! Dandi kangen tau. Kangeen banget!” ucap Dandi menggedebu-gedebu.

Nelendra tersenyum, berjongkok menyamakan tinggi Dandi, menyimak curhatan si buah hati.

“Kenapa Mama nggak datang mimpi Dandi?  Mama nggak kangen Dandi, ya?” tanya Dandi sendu, sedih tidak pernah mimpi mamanya.

Nalendra mengusap punggung kesayangannya, membawanya kepelukan. “Mama kengen, kok. Cuma Mama belum dapat ijin Tuhan untuk datang ke mimpi Dandi.”

Dandi memiringkan kepalanya kekiri. “Kenapa Tuhan nggak ijinin Mama? Mama  nggak anak baik, ya?"

Sontak saja mata Nalendra membulat tak percaya ucapan polos Dandi, dari mana anak ini belajar kata seperti itu.

“Siapa bilang Mama bukan anak baik?"

"Kata Rain, Tuhan janji kabulkan doa anak baik.”

Nalendra tersenyum, mengusap puncak kepala sang anak. “Benar apa yang dikatakan Rain, Tuhan pasti kabulkan doa anak baik, tapi tidak semuanya didapatkan dengan cepat. Contohnya Dandi kangen Mama, Mama juga ingin datang ke mimpi Dandi, tapi belum saatnya, tunggu ijin Tuhan dulu, karena Tuhan menyiapkan waktu yang tepat mempertemukan Mama dengan Dandi.”

Dandi mengangguk, membulatkan mulutnya pertanda mengerti. “Jadi Mama nunggu ijin Tuhan, ya, Pa.”

Detik kemudian, Dandi terlintas pesan Rain. “Oh, iya. Dandi ingat.” Berjongkok,  memegang batu nisan, mencondongkan tubuh gempalnya. “Mama, teman Dandi mau titip pesan.”

Teduh Untuk Rain [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang