Bab 1.

327 33 192
                                    

Pada tiap-tiap pertemuan. Akan ada satu orang yang menetap. Entah sebatas kenangan, atau memang dihadirkan untuk menemani perjalanan.

"Apa tidak ada kesalahan saat memeriksanya, Dok?"

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Apa tidak ada kesalahan saat memeriksanya, Dok?"

Dokter itu menggeleng. "Saya sudah ingatkan untuk memperbaiki pola hidup. Apalagi soal mengkonsumsi alkohol. Harusnya Mbaknya tahu apa resiko jika tetap melakukannya."

Keluar dari ruangan serba putih, seorang wanita terduduk lesu di kursi tunggu. Ia tak mengerti mengapa dunia begitu kejam padanya. Luka pada hati belum sembuh, sudah ada luka baru yang lebih besar.

Ia menghapus air mata yang hendak turun. Setelah menguatkan hatinya, ia berjalan untuk meninggalkan rumah sakit. Dengan perasaan kacau ia mengendarai mobil ke suatu tempat yang sering ia kunjungi satu tahun terakhir.

Saat baru memasuki tempat yang ia tuju. Telinganya di penuhi dentuman musik yang cukup keras dengan banyak orang yang menari. Saling berdekatan dengan lawan jenis dan melupakan sejenak masalahnya.

"Berikan aku segelas wine."

Tempat yang dituju adalah sebuah bar. Sejak satu tahun terakhir ia sangat sering ke sini. Hampir setiap minggu ia akan menghabiskan waktu malamnya untuk minum. Jadi, pelayan yang bekerja di sana sudah hafal dengan wajah ayunya.

"Berikan aku segelas lagi," ujarnya dengan kesadaran yang sudah mulai hilang.

Bartender yang menyajikan wine itu sedikit ragu. Haruskah ia memberikannya lagi? Sementara matanya melihat wanita itu sudah sangat mabuk. Bagaimana tidak, wanita itu sudah menghabiskan sebotol wine sendirian dengan begitu cepat.

"Cepat. Berikan aku segelas lagi!" racaunya dengan marah.

Mau tak mau ia kembali menuangkan wine untuknya. Ia merasa kasihan dengan wanita itu. Namun, kali ini tak seperti biasa. Sepertinya masalah yang dialami wanita itu lebih besar dari pada kemarin-kemarin. Terlihat dari kondisinya sekarang yang sangat memprihatinkan.

Setelah membayar ia keluar dengan susah payah. Pelayan bar ingin membantu memesankan taksi, tetapi ia menolaknya. Dengan langkah sempoyongan ia berjalan.

Belum jauh ia berjalan, perutnya merasa tak enak. Ia merasa mual dan ingin memuntahkan isi perutnya.

Tanpa pikir panjang ia mengeluarkan isi perutnya di jalanan. Ia berjongkok dan mengeluarkan suara saat memuntahkannya. Membuat orang yang melihatnya enggan mendekat karena merasa jijik.

Tiba-tiba sebuah tangan memegang punggungnya. "Mbaknya enggak apa-apa?"

Setelah merasa sudah memuntahkan seluruh isi perutnya. Ia menoleh, melihat seseorang yang peduli padanya.

"Mbak, Mbaknya enggak apa-apa?" tanyanya lagi karena tak kunjung mendapat jawaban.

Pandangannya mengabur, ia tak menjawab. Hilang rasa mualnya, gantian pusing yang menyerang. Kakinya melemah, saat tubuh itu akan jatuh, dengan sigap orang yang didekatnya menangkap.

Love Age DifferenceWhere stories live. Discover now