Halaman 12 - Demam

345 19 1
                                    


Adel tengah terburu-buru masuk ke dalam rumah, lebih tepatnya rumah camer kalo kata Adel. Retha sedari tadi tak tenang, makanya ia memberi tahu Adel, jika anak sulungnya saat ini sedang sakit. Membuat Adel kini juga dilanda rasa khawatir kepada calon imamnya itu.

Ia menatap Retha uang yang tengah gusar didepan pintu kamar Regan. Ia menatap Retha dengan kasian, saat ini ibu dari dua anak itu mengasuh dua anaknya sekaligus, karena Lita juga sakit, membuatnya sedikit repot dan kewalahan.

"Bunda, kak Regan gimana?" tanya Adel, membuat Retha bisa bernafas lega.

"Regan demam tinggi, Del. Dia juga lemah banget, karena nggak mau makan dari semalam. Kamu mau'kan bantu, Bunda?" ujar Retha dengan penuh harap, membuat Adel hanya mengangguk dan tersenyum.

"Mau, dong, Bunda. Kalo nggak, Adel nggak akan kesini pagi-pagi kek gini. Adel juga udah ambil izin, karena kak Regan sakit."

Retha tersenyum tipis. "Makasih, ya. Kamu baik banget, Bunda jadi malu sama kamu "

"Bunda mah gitu, yaudah Adel mau masuk dulu. Nanti Adel paksa kak Regan makan, kalo dia nggak mau ya Adel paksa!" tukasnya, yang diangguki oleh Adel, dan gadis itu segera masuk kedalam kamar.

Memasuki kamar dengan tersenyum tipis, ketika melihat Regan tengah meringkuk dibawah selimut tebalnya. Adel kembali mengunci pintu kamar, dan berjalan kearah laki-laki itu, ia hanya berharap jika tak diusir oleh Regan, apalagi ini kedua kalinya Adel masuk kedalam kamar Regan, setelah 2 tahun tak memasukinya.

"Masih sama." ia bergumam pelan.

Adel mengambil kompres yang saat ini berada diatas meja kecil, samping ranjang besar itu. Ia memerasnya, dan menempelkan dikening laki-laki itu, membuatnya gemas. Apalagi ketika melihat hidung Regan yang memerah karena flu.

Sedangkan Regan, samar-samar juga memandang Adel, tapi kali ini dia tak marah dan tak mengusir gadis itu, ia hanya memandang Adel. Tak terbesit rasa untuk mengusir gadis itu, apa mungkin karena badannya lagi tidak fit? jika iya, Adel bersyukur.

"Jangan marah dulu, aku kasian sama Bunda, kalo harus ngerawat Lita dan kak Regan dalam waktu bersamaan. Apalagi Lita rewel banget kali ini, jadi aku mau bantu, Bunda," ucap Adel, seakan tau isi hati Regan. Membuat laki-laki itu kembali terdiam.

Regan hanya diam, tanpa mengucap sepatah katapun. Sibuk memandangi Adel yang tengah mengelap tangan dan kakinya dengan telaten. Regan kini tak mandi, makannya dilap pakai air, kalo kata Adel, biar enakan kalo mau tidur.

"Kata bunda, kakak belum makan'kan  dari kemaren? jadi mendingan makan dulu, ntar kalo nggak makan, kapan mau sembuh." Ia kembali duduk dan meraih semangkok bubur dan sendok, lalu menyendok bubur itu.

"Makan, ya?" Adel memberikan satu sendok bubur, hendak menyuapi Regan, namun laki-laki itu hanya diam tak berkutik.

"G-gue nggak mau makan." Regan kini hanya berujar dingin, membuat Adel mengembuskan nafas gusar.

Ia meletakan bubur itu pada mangkok lagi, dan memangkunya. Memandang lekat wajah pucat Regan, yang saat ini masih saja terlihat tampan, sial Adel slalu saja salfok.

"Kalo kakak nggak mau makan karna dari aku, mendingan kakak anggep aja ini dari Bunda. Bunda yang lagi nyuapin kak Regan, atau enggak, Kak Regan pejamin mata aja!" ucap Adel, kali ini ia tak manja seperti biasanya.

"Kasian sama Bunda, Retha. Bawah matanya aja udah item, karena dari kemaren terus-terusan begadang. Apa kak Regan nggak kasian?" Adel saat ini menatap Regan dengan penuh harap, dan kembali menyodorkan satu sendok bubur.

Regan terdiam, dan berpikir sejenak. Lalu menatap Adel sekilas, tak lama setelah itu ia menerima suapan dari Adel, membuat gadis itu berusaha untuk menahan senyumnya. Namun guratan merah di pipinya, sudah bisa melambangkan bahwa dirinya kali ini tengah senang.

My Love TeacherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang