chapter 8 (spesial)

3.9K 505 58
                                    

Langsung saja, happy reading, Reader-nim~

_________________

Selama satu minggu Livia habiskan bersama orang-orang terdekatnya. Baik keluarga ataupun beberapa bangsawan yang menjadi temannya. Dia benar-benar menikmati waktunya sebelum pulang. Terlebih saat ini di hari (sebelum keberangkatannya), dia menghabiskannya dengan Cale. Meski hanya menemaninya bermain bersama Raon, On, dan Hong. Setidaknya putranya itu tidak pernah mengabaikannya dan memberinya mahkota bunga pertama hasil perjuangannya. Betapa wajah bangga Cale telah membuatnya menjadi seorang ibu terbahagia sedunia!

Ayolah, kita tahu bahwa Cale-nim kita berusaha untuk bangun lebih awal adalah sebuah kebesaran. Sedangkan ini, dia membuat, merangkai mahkota bunga untuk ibunya! Tidak peduli berapa banyak umpatan dalam pikirannya saat tangan kecilnya terlilit, karena ulahnya sendiri. Jadi wajar saja jika dia bangga.

".... Cale, besok Mama akan pergi ke rumah Kakek-Nenekmu, Sayang." ucap Livia sedikit ragu. Cale langsung menatapnya dengan tatapan tegang. Jujur, reaksi anak itu semakin membuatnya cemas. Bagaimana jika anak itu shock dan jatuh sakit lagi?

Pada umumnya setiap anak-anak akan memaksa untuk iku, tetapi Cale bukanlah anak biasa. Livia tahu persis siapa putranya itu.

"Haruskah Mama pergi?" tanya Cale sembari mendekati Mamanya bersama Raon, On, dan Hong. Dia memiliki firasat buruk sejak ada kata 'pergi'.

Livia tersenyum canggung, sebelum menarik Cale agar duduk di pangkuannya. Lalu, mengelus surainya lembut. Dia harus tetap tenang sekarang.

"Iya, Sayang. Sudah 9 tahun ini Mama tidak bertemu Kakek-Nenek. Mama juga merindukan orang tua Mama. Terlebih saat ini Kakek sedang sakit. Mama pergi, yaa." ucap Livia mencoba untuk membujuk putra kecilnya yang terdiam selama beberapa saat.

"Kakek sakit?" tanya Cale dan hanya diangguki oleh Livia.
"Kalau begitu, Cale ikut! Cale juga ingin bertemu Kakek-Nenek!" ucap Cale dengan mata berbinar. Tetapi Livia menggeleng dengan wajah merengut. Membuat Cale memasang wajah kecewanya.

"Cale tidak boleh ikut. Nanti sakit Kakek bisa tertular ke Cale, Mama tidak mau Cale sakit lagi. Bukankah Cale baru saja sembuh? Cale mau mendengar banyak pidato lagi?" ucap Livia penuh bujukan. Calenya harus tetap aman di sini bersama suaminya. Karena tidak ada yang tahu apa yang akan terjadi di masa depan.

Cale mulai terlihat sedih sekarang.
"Lagi pula, Cale. Itu akan menjadi perjalanan panjang yang membosankan dan melelahkan. Cale tidak boleh terlalu lelah, kan?" ucap Livia semakin membuat Cale muram. Saat ini dia benar-benar berharap Cale akan merajuk padanya dan membiarkannya pergi dengan kesal.
Haha,,, hal itu sama sekali tidak akan terjadi.

Cale masih ingin memohon agar mamanya tidak pergi, atau setidaknya meminta agar dirinya bisa ikut. Tetapi dia tidak bisa berbicara. Lidahnya terasa kelu dan semua yang ingin dia katakan tercekat di tenggorokannya.

Kenapa dia tidak bisa mengatakan 'jangan pergi'? Tanpa mengetahui alasan pasti dia merasa takut. Dia takut jika sesuatu terjadi saat dia membiarkan mamanya pergi. Tubuh Cale mulai gemetar saking takutnya. Dia tidak ingin mamanya pergi jauh darinya. Tapi kenapa dia tidak bisa mengatakannya?!!

Livia merasa sedih saatelihat tubuh putranya gemetar. Segera dia raih tubuh kecil itu ke dalam sebuah pelukan. Dia tahu putranya ketakutan akan sesuatu yang mungkin terjadi di masa depan. Calenya sangatlah peka meski sering membuat kesalahpahaman. Tetapi diapun tidak bisa menghindari masa depannya yang telah ditentukan.

Cale mengeratkan pelukannya pada Livia dan menangis. Membuat ketiga anak-anaknya panik dan sedih. Mereka membantu Livia untuk menenangkan Cale. Berharap agar menusia mereka berhenti menangis. Meski Cale masih anak kecil dan wajar jika dia menangis saat jauh dari mamanya, mereka tetap tidak suka jika melihat manusia mereka menangis.

An Obelia Prince {HIΔTUS}Where stories live. Discover now